Mencermati Pola Letusan Gunung Merapi nan Aneh

Mencermati Pola Letusan Gunung Merapi nan Aneh

Letusan Gunung Merapi akhirnya terjadi pada Selasa, 26 Oktober 2010 tepat pada pukul 17.02. Setelah tidak jadi meletus sebab menurut berbagai kepercayan warga sekitar sebab masih dapat “ditawar” oleh sang juru kunci, Mbah Maridjan, 2008 silam, dua tahun setelahnya akhirnya gunung paling aktif di global tersebut meletus dengan dahsyatnya. Tercatat ratusan jiwa melayang, sampai-sampai juru kunci nan selama puluhan tahun setia menjaga dan menemaninya pun tidak luput menjadi korban.



Duka Mendalam Tragedi Gunung Merapi

Letusandari Gunung Merapi ini tentunya telah banyak menimbulkan kesedihan nan mendalam. Gunung Merapi bebas dalam memilih korban letusannya. Adalah Yuniawan Nugroho, seorang wartawan dari viva news nan menjadi salah satu korban wedhus gembel nan panasnya mencapai 600 derajat celcius, tatkala sang wartawan hendak menjemput Mbah Maridjan buat membujuknya turun gunung. Namun, hasil tidak bisa diraih malah ia bersama sang mbah harus merelakan kehilangan nyawanya.

Selain Yuniawan Nugroho atau akrab disapa Wawan, ratusan orang meinggal global baik sebab tersapu awan panas (wedhus gembel) maupun terkena muntahan lahar panas dan dingin. Belasan ribu orang mengungsi, dan puluhan ribu lainnya harus merelakan mal termausk binatang ternaknya terbakar awan panas atau rusak terkubur abu vulkanik Merapi nan pekat mengandung racun.

Secara rinci, berikut tahapan atau kronologis detik-detik letusan Merapi terjadi:

  1. Tepat jam menunjukkan pukul 17.02 awan panas (wedhus gembel) keluar selama lebih kurang 9 menit.
  2. Jam 17.18 Merapi kembali mengeluarkan awan panasnya dalam waktu 4 menit.
  3. Jam 17.23 awan panas kembali dikeluarkan Merapi dalam kurun waktu selama 5 menit.
  4. Jam 17.42 awan panas nan keluar dari bibir kaldera Merapi makin meningkatkan intensitas. Terbukti awan panas sampai keluar dalam waktu yag lama, 33 menit.
  5. Jam 18.10-18.25 dari punak Merapi terdengar suara dentuman sangat keras.



Dampak Letusan dari Gunung Merapi

Kita nan tidak terkena musibah bala letusan Merapi juga turut merasakan kepedihan dan duka mendalam dari para korban nan menjadi korban letusan dahsyatnya Merapi. Sekitar 200.000 jiwa terpaksa harus diungsikan ke daerah nan lebih kondusif dengan jeda 20-30 km dari puncak Merapi.

Dengan fasilitas seadanya, dan kadang terlantar, para pengungsi Merapi ini harus menjalani hari-harinya di evakuasi nan sangat mungkin tidak pernah terbayangkan di benak mereka sebelumnya.

Duka memang sudah mereda dengan semakin mengendurnya aktivitas Gunung Merapi. Namun, penderitaan para pengungsi jelas belumlah berakhir mengingat ancaman letusan lanjutan dan, apabila hujan turun menjadi pekerjaan rumah berikutnya nan harus disigapi secara serius.

Bisa dibayangkan jika hujan besar turun, maka sedimentasi abu Merapi dari lahar akan turun ke bawah dan mengancam keselamatan warga nan berdiam di bawahnya.

Debu Merapi nan tidak hanya menjadi ancaman warga di Yogyakarta dan sekitarnya saja, melainkan terbang syahdan sampai ke Bogor, Jawa Barat. Debu Merapi nan mengandung belerang ini dikabarkan dapat merusak mesin pesawat dalam jangka waktu lama dan juga pernafasan manusia.

Semoga saja derita Merapi dapat segera diakhiri dan warga sekitar dapat segera melupakan sejarah kelam hari saat meletusnya Gunung Merapi.



Mencermati Pola Letusan Gunung Merapi nan Aneh

Indonesia merupakan salah satu negara nan kaya dengan gunung berapinya. Tak kurang dari 129 gunung diantara ratusan gunung nan ada di negara kita ialah gunung berapi aktif. Uniknya, setiap gunung berapi memiliki gaya atau model erupsi nan berbeda-beda. Begitu juga dengan letusan di Gunung Merapi nan terjadi secara berulang-ulang sejak tanggal 26 Oktober 2010 lalu juga memiliki kekhasannya nan membedakannya dengan gunung lainnya.

Gunung Merapi nan terletak sekitar 30 km utara Yogyakarta ini merupakan salah satu gunung berapi paling aktif di dunia. Dengan ketinggian nan mencapai 2.986 meter, letusan gunung ini memiliki potensi merusak nan sangat besar terhadap daerah sekitarnya. Seperti nan baru saja terjadi, tidak kurang dari 100 orang tewas dan ratusan orang lainnya menderita pengelupasan kulit dampak sambaran wedhus gembel nan panasnya mencapai 300 hingga 500 derajat Celsius.



Sejarah Letusan Gunung Berapi

Dibandingkan gunung berapi lainnya, Gunung Merapi termasuk nan sering meletus. Para pakar geologi mencatat periode letusan Merapi terjadi setiap 3 hingga 5 tahun buat erupsi pendek, 5 hingga 7 tahun buat erupsi sedang, dan buat letusan besar bisa terjadi antara 30 hingga 70 tahun. Sejak letusan terakhir pada Juni 2006 saja, Merapi telah meletus sebanyak 83 kali.

Sejarah Gunung Merapi pernah mencatat sejumlah letusan besar nan pernah terjadi. Diantaranya pada tahun 1006 atau awal abad 11, akibat letusan Gunung Merapi berupa debu dan awan panas menyebar hingga menutupi sebagian besar wilayah di Jawa bagian tengah.

Begitu juga dengan letusan-letusan nan terjadi pada tahun 1786, 1822, dan 1872, diketahui sangat besar. Bahkan letusan nan terjadi pada tahun 1872, tercatat mencapai angka 3 hingga 4 pada skala VEI dan menjadi letusan terbesar sepanjang abad 19 dan 20. Besarnya letusan saat itu setara dengan letusan Merapi nan terjadi tahun 2010 ini.



Tipologi Letusan Gunung

Tipe letusan dari Gunung Merapi sangat khas nan ditandai dengan magma kental dan tekanan gas rendah. Menurut van Bemmelen, seorang pakar geologi asal Belanda, letusan Merapi tak bersifat eksplosif melainkan berupa lelehan lahar nan mendorong kubah lava sehingga menghasilkan guguran awan panas dan wedhus gembel .

Namun dalam kurun waktu 50 tahun terakhir, para pakar mencatat ada perubahan pada pola letusan gunung tersebut. Hal ini terlihat sekali pada letusan nan terjadi pada tanggal 26 Oktober, serta pada 4 dan 5 November 2010. Letusan terakhir ini juga ditandai tipe Vulkanian dengan tekanan gas nan sangat tinggi sehingga menghasilkan letusan eksplosif nan menjulang vertikal ke angkasa hingga mencapai 5 km.

Bahkan menurut Prof Dr Sari Bahagiarti, pakar geologi dari UPN Veteran Yogyakarta, letusan Merapi kali ini terlihat aneh. Letusannya tak hanya khas Merapi dengan wedhus gembelnya, namun juga memperlihatkan tipe Vulkanian dan tipe Palean dengan lava pijarnya nan menerjang melalui lereng gunung.



Mengenal Mbah Maridjan Juru Kunci Gunung Merapi

Mendengar nama Mbah Maridjan niscaya Anda langsung ingat dengan juru kunci penjaga Gunung Merapi. Ya. Namanya memang tak dapat dilupakan begitu saja meskipun beliau sudah meninggal dunia. Jika tidak ada sosok Mbah Maridjan mungkin Gunung Merapi akan terus “ganas” sebab tak memiliki “pawang” seperti beliau.

Mbah Maridjan memiliki nama lengkap Raden Ngabehi Surakso Hargo atau nama aslinya Mas Penewu Surakso Hargo. Beliau lahir di Dukuh Kinarejo, Cangkringan, Sleman pada tanggal 5 Februari 1927 dan meninggal saat letusan di Gunung Merapi. Mbah Maridjan diberikan amanah sebagai juru kunci gunung oleh Sri Sultan Hamengkubuwana IX.

Jabatannya sebagai juru kunci mulai dilakukan pada tahun 1982, setelah sebelumnya menjadi wakil juru kunci pada tahun 1970. Awal mula nama Mbah Maridjan terkenal ialah adanya isu bahwa pada tahun 2006 Gunung Merapi akan meletus. Oleh sebab itu pula, Mbah Maridjan ditawari buat menjadi bintang iklan salah satu minuman berenergi bersama dengan beberapa atlet dan rtis terkenal Indonesia.

Akhir hayat Mbah Maridjan ialah ketika Gunung Merapi meletus pada tahun 2010. Jasadnya ditemukan oleh tim SAR dalam keadaan sedang bersujud. Beliau ditemukan bersama dengan 16 korban meninggal lainnya.

Satu tahun setelah kematiannya, beliau diberikan penghargaan Anugerah Budaya 2011 dari pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dalam kategori pelestari adat dan tradisi.

Semoga saja Gunung Merapi tak akan meletus lagi, jikapun ada tak menimbulkan korban jiwa. Lestarikanlah gunung terutama nan ada di Indonesia. Siapa tahu dengan sikap peduli dari masyarakat Indonesia, Gunung Merapi dan gunung berapi lainnya tak menjadi ganas lagi.