Membaca Contoh Cerpen

Membaca Contoh Cerpen

Cerpen merupakan akronim atau kependekan dari cerita pendek. Banyak sekali contoh cerpen nan bisa ditemui dan dibaca. Cerpen merupakan suatu bentuk prosa terinci nan bersifat fiktif atau rekaan. Contoh cerpen dibuat dalam rangkaian kalimat nan lebih pendek dibanding karya fiksi lain, misalnya novel.

Sebenarnya, cerita pendek berasal dari anekdot. Yaitu, sebuah situasi nan digambarkan singkat sehingga cepat sampai pada hal nan dituju secara paralel melalui tradisi penceritaan lisan. Cerita pendek pun berkembang menjadi sebuah miniatur seiring munculnya novel nan realistis. Akhirnya, banyak contoh cerpen nan bisa dinikmati pembaca.



Perkembangan dan Contoh Cerpen Modern

Awalnya, cerita pendek muncul pada tradisi penceritaan lisan nan mampu melahirkan kisah-kisah terkenal, seperti Iliad dan Odyssey karangan Homer. Contoh cerpen atau kisah cerpen tersebut disampaikan dalam bentuk puisi berirama. Irama dalam hal ini berfungsi sebagai alat agar orang mengingat contoh cerpen atau cerita nan disampaikan.

Kemudian, cerita pendek modern hadir dengan genrenya sendiri pada awal abad ke-19. Contoh cerpen nan sudah berbentuk kumpulan cerpen, di antaranya dongeng-dongeng karya Grimm bersaudara (1824-1826), Evenings on a Farm Near Dikanka (1831-1832) karangan Nikolai Gogol, Tales of the Grotesque and Arabesque (1836) karangan Edgar Allan Poe, dan Twice Told Tales (1842) buah karya Nathaniel Hawthome.

Pada akhir abad ke-19, perkembangan jurnal dan majalah turut melahirkan permintaan pasar nan kuat akan cerita fiksi pendek, yaitu sekitar 3.000-15.000 kata. Di antara beberapa cerita pendek nan muncul dan terkenal pada periode ini, ada satu contoh cerpen nan terkenal berjudul Kamar No. 6 karangan Anton Chekhov.

Permintaan cerita pendek melalui majalah mencapai puncaknya pada pertengahan abad ke-20, tepatnya pada 1952, saat majalah Life menerbitkan contoh cerpen nan panjang atau novella karya Ernest Hemingway berjudul Lelaki Tua dan Laut . Edisi majalah nan memuat contoh cerpen tersebut laku keras hingga mencapai angka 5.300.000 eksemplar dalam waktu dua hari saja.

Sejak saat itu, majalah komersial nan menerbitkan contoh cerpen semakin berkurang meskipun masih ada beberapa majalah terkenal nan terus memuat contoh cerpen, seperti majalah The New Yorker . Kini, majalah sastra pun turut memberikan huma bagi para sastrawan buat menampilkan contoh cerpen mereka.



Contoh Cerpen Menemukan Napas Baru

Menilik sejarah, sejatinya, contoh cerpen sudah dikenal sejak abad ke-19. Dengan demikian, tak heran jika contoh cerpen kini semakin marak dijumpai. Bahkan, siapa pun dapat membuat contoh cerpen dengan sangat mudah. Intinya, contoh cerpen sama dengan karangan maupun curahan hati nan sering dituangkan dalam buku harian.

Yang membedakan ialah segi penggunaan gaya bahasa dan penggunaan nama-nama tokoh, meskipun contoh cerpen boleh memuat hanya satu tokoh. Misalnya, aku atau dia . Pemilihan tokoh primer pada contoh cerpen bergantung pada keinginan pengarang buat menyesuaikan isi cerita.

Maraknya pengarang-pengarang muda menambah kekayaan contoh cerpen sehingga bisa memberikan rona bagi pembaca. Kini, cerita pendek pun seolah telah menemukan napas baru lewat media penerbitan online. Dengan demikian, contoh cerpen bisa ditemukan dengan mudah melalui majalah online, dalam kumpulan nan diorganisasi berdasarkan pengarang maupun tema cerita, serta dalam blog.



Membaca Contoh Cerpen

Berikut ini merupakan salah satu contoh cerpen populer nan mengangkat tema cinta. Silakan simak contoh cerpen ini!



Aku Tahu, Pulangmu Hanya Isyarat

Seketika, kau berujar ingin pulang. Aku diam. Demikian, kau. Beberapa saat kemudian, kau kembali berucap, "Aku ingin pulang." Dan saya masih terdiam, persis seperti nan pertama. Sedikit lantang, kau berujar di kuping kiriku, "Aku ingin pulang." Lagi-lagi, saya hanya diam. Mungkin, kali ini kau kesal. Aku tahu itu. Bahkan, saya lebih paham dari apa nan kau pikirkan. Namun, ke sekian kalinya, saya tetap diam.

Taklama berselang, kau bergegas dariku. Entah ke mana. Sementara aku, masih sama seperti nan tadi. DIAM. Kebisuan nan sengaja kuciptakan agar kau takmerasa sakit. Kebisuan nan sengaja kupersiapkan buat menghadapi hari ini, kau dan sikapmu nan semakin membuat saya bingung. Aku mengerti. Sungguh. Aku sangat paham. Lalu, apa? Nyatanya, saya hanya dapat diam.

"Sudah, pergi saja!" Bibirku sedikit berujar serupa umpatan.

"Pergilah sejauh nan kau bisa!"

Lantas, kau ke mana? Jejakmu lenyap. Bayangmu nan sejak tadi kupandangi turut hilang. Iya. Kau benar-benar telah pergi, "pulang" katamu. Ada nan sakit di balik rusuk kiri. Tiba-tiba saja. Dan saya berpura takpeduli. Yakinlah, ini hanya kesakitan biasa!

Seperti nan kuprediksi, kau hanya mampu berlalu 2 minggu dariku. Kini, kau kembali. Dan. Masih menjumpaiku dalam posisi nan kau tinggal "diam". Kau hanya tak tahu bahwa selepas pergimu, saya bangkit dan mengintip jejak di balik kaca. Sayangnya, kau sudah pulang. Aku hanya disuguhi lambaian rerumput tersibak angin pertanda kau benar-benar pulang.

Aku memang konkret terluka kau tinggal pulang. Namun, itulah hal terbaik nan saya mampu. Membiarkan kau pulang dengan kecewa di genggaman. Merelakan kau pergi dengan bulir bening di pipi. Tega sekali aku. Tidak. SEBENARNYA, konkret tidak. Aku pun sama. Aku sedih kau tinggal pulang. Sungguh. Aku tak berbohong.

Lagi-lagi memang jodoh, kau kembali menganyam harap di sampingku. Kau pun kembali menghujaniku sanjung puji. Aku senang. Sungguh. Sayang, takdapat saya buktikan. Aku cukup bahagia dalam hati. Aku cukup menikmati estetika nan kutangkap dan kusimpan rapat. Tidak sedikit pun kubagi dan kutunjukkan lewat kata. Tidak. Aku hanya takut salah bicara hingga kau berujar meminta pulang ke sekian. Jadi, saya cukup diam.

Aku berpura tak mengerti dengan situasi ini. Aku pretensi buta huruf dan miskin kata. Padahal, lipatan kertas lusuh di bawah bantal tempo hari telah menjawab semuanya. Aku cukup tahu saja, kau mencintaiku sama seperti saya mencintaimu. Kau butuh saya sama seperti saya membutuhkanmu. Namun, lagi-lagi kita, terutama aku, berpura tak mengerti apa-apa. Pembicaraan pun selalu membelot pada hal-hal nan sebenarnya tak penting. Kita terlalu menghabiskan perbincangan dalam ranah formalitas. Tanpa tujuan dan tanpa hal berarti lain.

Pikirku, rentetan kata di balik lipatan itu sungguh benar-benar tulus. Ya...

"Saat ini, saya tengah berada dalam situasi nan dikatakan orang jatuh cinta. Saat ini, saya benar-benar ingin pulang.

...

...

...

Apakah kau tahu bahwa saya benar-benar ingin pulang? Ya. Aku benar-benar ingin pulang ke satu loka nan selama ini sangat ingin kusinggahi. Aku hanya ingin pulang ke HATIMU."

Aku merasa cukup mampu menerjemahkan pulangmu. Ya. Kau telah menyatakannya dengan jelas. Bagaimana mungkin saya tak paham? Aku sangat paham bahwa "pulangmu" hanya isyarat. Aku tahu, kau ingin berteduh di dalamku. Dan apa kau tahu bahwa saya pun sangat ingin berkata "iya"? Betapa saya ingin menyambut ulur tanganmu. Apa kau tahu itu? Kita cukup saling mengerti, tak perlu kata "iya". Kita hanya perlu pengertian bahwa kita saling membutuhkan.

Jika saya belum dapat menyambutmu pulang, tunggulah hingga hari menjelang gelap. Temui saya lagi di balik pintu kamar nan selalu kukunci rapat. Nanti, akan kuberitahu alasannya. Akan kujelaskan mengapa pintu itu selalu rapat.

Di sana. Ya, tepat di balik pintu itu, sebuah bangku kayu memanjang dan akan segera menyambut pulangmu. Dan. Di sana, di salah satu sisi bangku kayu itu, ada saya nan tengah menanti pulangmu di kala senja. Lalu, kau duduk di ujung bangku sebelahku. Kita akan bersebelahan menyandar pintu. Dan. Kau boleh berkata seribu kali bahwa"kau ingin pulang". Takragu lagi, saya akan menyambut pulangmu.

KEMARI!!

PULANGLAH!!

Aku menunggu di balik pintu di atas sebuah bangku kayu.

***

Itulah salah satu contoh cerpen populer nan bisa Anda baca. Bahkan, Anda pun bisa membuat contoh cerpen nan jauh lebih bagus dari contoh cerpen ini.