Tata Kota dan Daerah Resapan

Tata Kota dan Daerah Resapan

Selalu sine qua non ukuran sebagai pembanding jika menyebutkan kata-kata sempit, lebar, ringan, atau berat mengenai tata kota. Kota nan menjadi sempit dapat jadi sangat nisbi jika hanya menyebutkan sempit saja tanpa ada pembandingnya. Sempit juga dapat diartikan dalam banyak definisi. Dapat jadi sempit ukuran atau sempit kesempatan atau sempit cara berpikir.

Tata kota berarti menata sebuah kota dengan berbagai aspek nan harus diperhatikannya. Batasi saja dalam ukuran, maka ukuran itu berarti luas. Nah benarkah tata kota nan menyempit itu berarti luasnya nan berkurang hingga akhirnya menyempit? Luas juga dapat diinterpretasi ke ukuran semula atau keadaan awalnya lalu terjadi perubahan hingga akhirnya menjadi sempit.

Dimensi sebuah kota dan tata kota itu beragam, ambil saja pengelolaan lingkungan. Pengelolaan lingkungan membatasi ke ruang terbuka. Ruang terbuka termasuk di dalamnya ialah taman kota, hutan kota, dan wilayah lain nan dapat diakses semua warga. Taman kota saat ini berbeda dengan taman kota 10 tahun nan lalu. Luasnya, segarnya, pagarnya, dan pepohonannya.

Begitu juga trotoar, bandingkan trotoar sekarang dengan trotoar 10 tahun nan lalu. Ukurannya berubah drastis. Peruntukkannya pun berubah. Memang tak disengaja oleh pemerintah daerah, tetapi sebab desakan kebutuhan, trotoar berubah menjadi loka nan bernilai ekonomi. Tata kota menyangkut juga penataan trotoar sebagai jalur pedestrian atau jalur pejalan kaki.

Saya tak hendak menyalahkan siapa pun, aku hanya ingin menyampaikan sebuah fenomena bahwa telah terjadi perubahan dalam kehidupan ini. Kehidupan nan berdinamika dan terus menerus menuntut kita berpikir.

Berpikir ialah potensi manusia nan besar. Berpikir saja bagaimana menyikapi menyempitnya sebuah kota. Logikanya begini, ukuran kota tetap saja dari zaman dahulu tak berubah, sementara manusia terus bertambah. Bertambah manusia berarti bertambah kebutuhan, baik itu kebutuhan ruang atau kebutuhan waktu.

Ruang berhubungan dengan huma buat mencari kehidupan, dan waktu berhubungan dengan kecepatan persaingan. Siapa nan cepat dia nan akan bertahan dalam persaingan berdinamika.

Bertambah manusia bertambah pula fasilitas pendukung. Jalan nan tetap, namun kendaraan bertambah seiring bertambahnya manusia nan membutuhkan kecepatan mobilisasi. Jalan menjadi terasa sempit, macet nan aduhai, dan polusi nan fantastis. Bertambah manusia juga berarti bertambah loka tinggal, maka sedikit demi sedikit huma perkotaan nan semula lenggang menjadi berkurang sebab perumahan.



Masalah Tata Kota

Masalah perkotaan sangat komplek, di antaranya urbanisasi, lingkungan, dan sosial. Berbagai masalah perkotaan ini timbul misalnya dampak perencanaan tata ruang kota nan tak jelas, serta inkonsistensi dalam menegakkan kebijakan dan melaksanakan perencanaan pembangunan.

Dampak dari planning tata ruang dan tata kota di wilayah perkotaan nan tak diikuti ialah kesemrawutan kawasan mengakibatkan berkembangnya kawasan kumuh nan berdampak kepada gangguan terhadap sistem transportasi, sulitnya mengatasi akibat lingkungan nan berimplifikasi kepada kesehatan, serta sulitnya mengatasi kebakaran bila terjadi kebakaran.

Perencanaan tata kota jelas dibutuhkan buat menanggapi adanya keterkaitan antarkomponen kota, baik itu fisik, sosial ekonomi, maupun sosial budaya. Akibat sosial budaya, misalnya, muncul dari pembangunan fisik nan menciptakan ruang hubungan bagi masyarakat. Semakin sedikit ruang publik nan disediakan buat masyarakat menyebabkan kohesi sosial nan rendah.

Kompleksitas muncul sebab komunitas di kota tak hanya menyangkut satu dua kelompok, melainkan sejumlah kelompok dengan kepentingannya nan beragam. Apabila seluruh interaksi sosial tersebut sederhana, seluruh kepentingan akan dengan mudah menemukan titik kesepakatan.

Isu-isu perencanaan tata kota melibatkan sejumlah kelompok dengan kepentingan nan berbeda dan keputusan tak bisa diambil secara mudah tanpa mempertimbangkan ekuilibrium antarberbagai kepentingan tersebut. Kebutuhan infrastruktur masyarakat perkotaan memengaruhi pelayanan buat seluruh warga kota dengan menginvestasikan sejumlah uang nan diperoleh dari sumber-sumber pendapatan dari masyarakat.



Tata Kota dan Daerah Resapan

Air ialah masalah nan menjadi tantangan di masa-masa nan akan datang. Bala sebab air nan sering bertolak belakang seperti kekeringan dan banjir sering melanda beberapa kota di Indonesia. Jika ini tak disikapi dari sekarang, maka bala lebih besar sebab air siap menyergap warga kota khususnya. Untuk itu, dibutuhkan sebuah perencanaan tata kota yang juga harus menyangkut masalah air dan daerah resapan air.

Nah... Salah satu masalah perkotaan nan berhubungan dengan masalah air ialah berkurangnya daerah resapan, ketika daerah resapan berkurang maka bala banjir melanda kota-kota besar di Indonesia. Sebut saja DKI Jakarta, daerah nan selalu menjadi langganan banjir. Ibu kota negara ini beberapa kali terkena akibat lingkungan nan semakin parah.

Wilayah Jakarta memang dialiri oleh beberapa sungai besar seperti Sungai Ciliwung nan berhulu di Bogor. Ketika musim hujan tiba, Sungai Ciliwung meluap sebab debit air nan ditampung melebihi kapasitas normal. Pemerintah Kota Jakarta tak tinggal diam, pemerintah menganggarkan dana ratusan juta buat mengantisipasi banjir namun banjir tidak juga pergi.

Dalam aturan dana buat mengantisipasi banjir, pemerintah Jakarta membangun kanal. Akan tetapi, pembangunan kanal tersebut terhambat dan belum selesai dikerjakan.

Banjir Jakarta ini bertambah parah sebab Norma masyarakat membuang sampah sembarangan ke genre sungai. Beberapa pakar mengatakan bahwa banjir di beberapa daerah disebabkan sebab salah kaprahnya tata kota.

Jika melihat lebih jauh, air hujan nan jatuh pada hutan hujan tropis akan membutuhkan waktu nan cukup lama buat kembali ke lautan. Pada hutan hujan tropis, air nan jatuh membutuhkan waktu buat menyentuh dan meresap ke dalam tanah. Pasalnya air nan jatuh akan ada nan tertahan di daun, batang, dan humus-humus nan menutupi tanah. Air nan masuk ke dalam pori-pori tanah ada nan tersimpan, ada pula nan mengalir pada sungai bawah tanah.

Air nan tak masuk ke dalam tanah akan mengalir ke sungai, masuk ke danau, dan ada juga nan menguap. Dengan keadaan seperti ini, air hujan akan membutuhkan waktu nan lama buat masuk ke dalam sungai nan pada akhirnya terakumulasi di bahari dan mengalami siklus nan terus-menerus.

Dalam hal ini, perencanaan tata kota sangatlah perlu memperhatikan perlindungan daerah resapan dengan melindungi dari pembangunan nan tak terkendali. Di samping itu juga berusaha mengajak semua pihak nan terkait buat bekerja sama dalam menjaga daerah kawasan resapan air ini. Perencanaan tata kota nan baik akan melibatkan semua unsur nan terkait di dalamnya. Keterlibatan masyarakat ini disebut juga sebagai partisipasi dalam mewujudkan tata kota nan baik.

Menurut Eko Budihardjo, ahli Arsitektur dari Universitas Diponegoro, dalam perencanaan tata kota dan lingkungan, masyarakat acapkali dilihat sekadar sebagai konsumen nan pasif. Mereka diberi loka buat beraktivitas kehidupan, bekerja, berekreasi, belanja, dan bermukim, tetapi kurang diberi peluang buat ikut dalam proses penentuan kebijakan dan perencanaannya.

Padahal sebagai makhluk nan berakal dan berbudaya, manusia membutuhkan rasa dan supervisi terhadap habitat atau lingkungannya. Rasa tersebut merupakan faktor fundamental dalam menumbuhkan rasa memiliki buat kemudian mempertahankan atau melestarikan.

Keterlibatan masyarakat baik dalam perencanaan ataupun pasca pembangunan, memungkinkan sedikit akibat lingkungan dampak pembangunan. Partisipasi masyarakat ini salah satunya dapat dituangkan dalam bentuk pengelolaan bersama dalam konteks perencanaan tata kota dari masyarakat, oleh masyarakat dan buat masyarakat.

Jika masyarakat dilibatkan dalam pengelolaan tata kota nan baik, harapannya semua dapat menjaga keutuhan kota dan keberlanjutan lingkungan kota. Dengan demikian, keberadaan sebuah kota tak menyempit atau bahkan mungkin hilang sedikit demi sedikit.

Karena dijaga bersama-sama, kota nan baik akan memberikan timbal balik kehidupan nan baik pula misalnya dalam bentuk daya dukung lingkungan nan semakin membaik bagi warganya. Jika daya dukung semakin membaik, maka dapat dipastikan proses perencanaan tata kota dan pelaksanaannya berjalan dengan baik.