Mesin nan Berpikir

Mesin nan Berpikir

Memahami fungsi salah satunya ialah memahami fungsionalisme. Karena memahami suatu fungsi, Anda akan melibatkan perihal operasional, tentang bagaimana sesuatu ditempatkan, berjalan dalam suatu kemestian. Baik secara alamiah, maupun secara evaporasi cultural . Fungsi pada akhirnya merupakan hal nan terhitungi, dalam artian fisik pun terhitungi itu berikut apa nan lantas mendapat eksekusi moral dari sekelompok manusia.

Sesuatu dinyatakan berfungsi pada akhirnya dapat melalui peran kesepakatan dan pemahaman logis manusia, namun juga dapat tidak, dalam artian ada batas eksklusif nan manusia belum meraba sesuatu nan dinamakan sebagai ‘the truth out there’. Belum memahami cetak biru terbesarnya suatu fungsi tertentu.

Bahkan, dapat dipercaya kebanyakan manusia nan menutur bahwa fungsi bukanlah / tak berfungsi dibatasi oleh fenomena sensoris dan persepsi mereka nan bermasalah. Misalkan, buat melihat fungsi suatu mikroba, sebelumnya manusia ‘memanjangkan’ sensor penglihatan mereka dengan penggunaan mikroskop. Dan buat memahami fungsi air, manusia membuat percobaan dengan uap. Begitulah seterusnya.

Fungsionalisme merupakan teori pikiran dalam filsafat kontemporer, sebagian besar dikembangkan sebagai alternatif buat teori bukti diri pikiran dan behaviorisme. Ide intinya ialah bahwa kondisi mental (keyakinan, keinginan, menjadi sakit, dll) dibentuk sendiri oleh peran fungsi mereka. Yang, dihubungkan secara kausal buat keadaan mental lainnya, semacam input sensorik, konduite dan output.

Fungsionalisme ialah taraf teoretis antara aplikasi fisik dan output perilaku. Oleh sebab itu, berbeda dari pendahulunya dualisme Cartesian (advokasi zat mental dan fisik independen) dan Skinnerian nan menitikberatkan pada behaviorisme dan fisikalisme (menyatakan hanya zat fisiklah nan bergerak) sebab hanya peduli dengan fungsi efektif otak, melalui organisasi atau 'program perangkat lunak' nya.

Karena keadaan mental nan diidentifikasi oleh peran fungsional, fungsi dikatakan dapat direalisasikan pada beberapa tingkat, dengan kata lain, fungsi bisa diwujudkan dalam berbagai sistem, bahkan mungkin komputer, selama sang sistem melakukan fungsi nan sesuai. Sementara komputer ialah perangkat fisik dengan substrat elektronik nan melakukan perhitungan pada input buat memberikan output, sehingga otak ialah perangkat fisik dengan substrat saraf nan melakukan perhitungan pada input nan menghasilkan konduite fungsional.

Fungsionalisme juga dipahami sebagai doktrin bahwa apa nan membuat sesuatu pikiran, misalkan keinginan, rasa sakit (atau jenis lain dari kondisi mental) tak tergantung pada konstitusi internal, tetapi hanya pada fungsinya, atau perannya, dalam sistem kognitif. Lebih tepatnya, teori fungsionalis mengambil bukti diri dari keadaan mental nan akan ditentukan oleh interaksi kausal buat rangsangan sensorik, serta keadaan mental, dan konduite lainnya.



Fungsi - Kondisi Tubuh Berfungsi dan Menyuarakannya

Membantu pemahaman di atas, kita akan sarikan sebentuk contoh dari pemahaman fungsi dalam fungsionalisme, Anda mungkin mencirikan nyeri sebagai kondisi tetap nan cenderung disebabkan oleh cedera tubuh, buat menghasilkan keyakinan semacam itu di buatlah semacam proyeksi bahwa ada sesuatu nan salah dengan tubuh Anda, sehingga Anda berupaya juga memiliki keinginan buat keluar dari keadaan nyeri itu.

Nyeri tersebut menghasilkan kecemasan, dan dampak dari proses ketidaknyaman itu tak ada keinginan kuat nan saling bertentangan, dalam arti Anda akan memberitahukan bahwa ada nyeri di tubuh Anda, menyebabkan Anda meringis atau merintih. Satu fungsi pada fungsi lainnya. Satu fungsi tentang rasa sakit nan butuh penyembuhan, di teruskan oleh ringisan nan membutuhkan pertolongan buat mentreat rasa sakit. Dan menyembuhkan luka, dalam pemahaman ringisan, rintihan, ternyata bagian dari pemahaman sosial mengenai bagaimana manusia memperlakukan orang sakit. Begitupun nan terjadi pada substrat nan lain :

Terenga-engah : Memperlihatkan rasa capai.

Bersorak : Memperlihatkan kerja keras nan telah dilalui.

Menangis : Memperlihatkan luka hati.

Menurut teori ini, semua makhluk dan hanya dengan kondisi tetap internal nan memenuhi kondisi ini, atau bermain peran-peran ini, mampu menjadi kesakitan dalam artian fungsi dan fungsionalitas. Dan demikian pula, otak dapat membuat seseorang merasakan sakit bila dipaksa buat merasakannya, sebab otak akan mampu menghadirkan semacam kelenjar kesakitan bila manusia mendorongnya demikian. Misalkan, ada beberapa jenis khas kegiatan saraf nan memenuhi kondisi ini.

Jika demikian, maka menurut teori fungsionalis, manusia bisa merasakan sakit hanya dengan menjalani stimulasi serat semacam itu. Namun teori ini memungkinkan, sebab makhluk tercipta dengan varian dan konstitusi fisik nan sangat berbeda dan sangat memungkinkan buat memiliki mental nan macam di atas. Bagi nan memahami fungsi sering katakan, bahwa nyeri bisa diwujudkan dengan berbagai jenis keadaan fisik pada berbagai jenis makhluk, atau secara ganda direalisasikan.



Dengan Fungsinya Manusia Menipu

Dengan demikian meskipun fungsionalisme secara resmi memandang netral antara materialisme dan dualisme pensifatan syaraf di atas nan menghasilkan fungsi dan pemahaman berlawanan. Pandangan ini semakin dianggap sangat menarik bagi filsuf materialis, sebab para filsuf materialis banyak nan percaya, bahwa itu logis dan sangat mungkin bahwa setiap kondisi tetap mampu memainkan peran nan bersangkutan terhadap fisik dari kondisi tetap seseorang.

Jika demikian, maka fungsionalisme bisa berdiri sebagai alternatif nan materialistis kepada tesis tentang Bukti diri Psycho-Fisik, tesis nan juga menyatakan bahwa setiap jenis kondisi mental identik dengan kondisi tetap saraf jenis tertentu.

Tesis ini pernah dianggap teori materialistis tentang penguasaan pikiran, mensyaratkan bahwa tak ada makhluk dengan otak alamiah selain hewan bernama manusia bisa berbagi perasaan, keyakinan, dan keinginan, tak peduli seberapa mirip konduite mahluk tersebut nan sepadan dengan organisasi internal buat sifat hewani itu sendiri.

Kecuali sebagaimana tesis di atas tentang sisi deceive manusia tentang fungsi tubuh juga dapat dilakukan hewan selain manusia. Namun apakah Anda telah menemukan nan demikian? Anda tak pernah melihat anjing pretensi sakit, mereka hanya malas. Anjing tak berpolitik pada manusia, manusia dapat berpolitik pada anjing. Begitulah Anda memahami kehadiran suatu fungsi.



Mesin nan Berpikir

Dalam sebuah makalah seminar, Turing (1950) mengusulkan suatu pertanyaan unik, "Bisakah mesin berpikir?" Bisa digantikan juga dengan oleh pertanyaan ini, “apakah secara teoristis dapat dimungkinakan bahwa mesin computer dengan kondisi digital terbatas mampu menyediakan dalam besaran tertentu, meja intruksi, atau program nan menyediakan respon pada pertanyaan nan pula mampu membodohi sang penanya, sebagaimana manusia melakukannya? Namun, dengan adanya pertanyaan Turing itu, pertanyaannya berubah saat ini, yakni mengenai fungsi mesin itu sendiri, dan fungsi manusia itu sendiri.

Apakah secara teoritis dimungkinkan bagi mesin komputasi digital dengan kondisi terbatas (dalam pengusaan non self reliance sebagaimana nan dipahami oleh manusia sebagai ‘berfungsi’ dan ‘tidak rusak’) mampu melewati test dan pertanyaan dari Turing di atas.

Mesin nan bicara, dalam fungsi menggantikan manusia. Mesin nan bergerak dalam fungsi menggantikan manusia. Sejauh Anda berpikir tentang keadaan mesin, maka sejauh itu pula Anda berpikir pula bahwa mesin semata-mata merupakan pengganti. Komplemen. Bentuk nan sangat tak murni dari kondisi luar biasa, atau bagian dari rekreasi manusia pada bentuk inventory, di mana manusia memeras fungsinya, menggantikan otot dan otak nan pegal dan malas.

Namun, berpikir bahwa ada mesin nan secara skematik mampu menggantikan manusia dan kemanusiaan. Anda hanya memahaminya lewat film. Atau komik dari Osamu Tezuka misalnya: Pluto. “Mesin nan berperasaan.” Dapat melakukan “Penipuan” Bila benar-benar ada. Anda dapat memastikannya sebagai mesin rusak. Karena telah menyalahi fungsinya. Fungsi sebenarnya, sebagai komplemen.