C. Cara Kerja Sonar

C. Cara Kerja Sonar



A. Sejarah Perkembangan Teknologi Sonar

“Manusia telah melakukan perbagai percobaan buat bisa berkomunikasi dengan lumba-lumba…”. Itulah sepenggal kalimat nan pernah aku baca di sebuah buku ensiklopedia nan aku miliki di rumah. Memangnya kita sudah bisa menerjemahkan bahasa lumba-lumba? Ataukah lumba-lumbanya nan sudah sedemikian pintar, hingga mereka bisa mengerti bahasa manusia? Ah, setelah aku baca lebih jauh lagi, ternyata media komunikasi nan digunakan ialah dengan memanfaatkan teknologi sonar. Sonar?

Lumba-lumba dan beberapa spesies kelelawar, merupakan hewan nan menggunakan teknik mekanika sonar alamiah nan disebut dengan echo location. Teknik ini merupakan teknik nan dimiliki oleh hewan-hewan tertentu, dengan memancarkan gelombang suara khusus, buat kemudian menangkap kembali gelombang suara pantulan nan telah dipancarkan tersebut, dan akhirnya digunakan buat membantu hewan-hewan tersebut guna mencari makanan, menghindari rintangan, dan juga buat saling berkomunikasi dengan satu sama lain.

Itulah sebabnya mengapa lumba-lumba bisa saling berkomunikasi dengan kelompok lumba-lumba nan lain dalam jeda nan sangat jauh, dan mengapa kelelawar bisa terbang menyusuri gua nan gelap, habitat loka tinggal mereka.Rancangan paripurna dari Sang Maha Paripurna ini kemudian “dicontek” oleh manusia buat diaplikasikan ke dalam berbagai aspek kehidupannya.

Sejarah mencatat pengujicobaan Sonar (yang merupakan singkatan dari SOund Navigation And Ranging) sederhana nan pertama kalinya, telah dilakukan oleh Leonardo Da Vinci pada tahun 1490; dengan memasukan sebuah tabung ke dalam air, kemudian menempelkan telinga ke corong tabung buat mendengarkan dan mendeteksi kapal bahari nan datang.

Percobaan nan lebih modern lagi telah dilakukan oleh beberapa tokoh, nisbi cukup lama setelah percobaan “primitif” nan sudah lebih dulu dilakukan oleh Leonardo Da Vinci tadi. Mereka, secara berturut-turut, adalahDaniel Colloden – nan pada tahun 1822 menggunakan lonceng bawah air buat menghitung kecepatan suara di bawah air di Swiss, diikuti oleh Lewis Nixon – menemukan alat pendengar bertipe sonar pertama buat mendeteksi puncak gunung es pada tahun 1906, kemudian dalam perkembangan selanjutnya muncul nama Paul Langevin dan Constantin Chilowski – nan menemukan alat sonar pertama buat mendeteksi kapal selam pada tahun 1915.Perkembangan sonar nan terakhir ini dipicu oleh adanya ketegangan nan mencuat antar negara-negara pada masa-masa Perang Global I.

Ilmuwan nan bergerak di bidang kelautan, nan berasal dari Perancis, Inggris, dan Amerika Serikat, telah secara intensif melakukan eksperimen dan pengembangan seputar teknologi sonar di dalam bahari pada Perang Global I (1914 -1918). Pihak Inggris dan Amerika Perkumpulan (pihak sekutu) akhirnya sukses mengembangkan sistem sonar aktif hingga periode Perang Global II (1939 -1945).

Kedua pihak sekutu ini sangat merahasiakan teknologi sonar nan mereka miliki tersebut, nan di kemudian hari – Perang Global II – membuat pihak Jerman menjadi sangat terkejut akan kemampuan pendeteksian kapal selam dari pihak sekutu. Saat itu, teknologi sonar nan dimiliki oleh pihak sekutu tersebut bisa mendeteksi keberadaan kapal selam di dalam bahari hingga radius 1,5 km.

Namun teknologi sonar nan ada saat ini bisa mendeteksi keberadaan kapal selam di dalam bahari hingga radius 15 km.Kemudian pada tahun 1930-an, para insinyur di Amerika Perkumpulan mengembangkan sendiri teknologi pendeteksian suara di dalam air, dan inovasi krusial telah sukses didapatkan, diantaranya thermoclines, telah semakin menyempurnakan sistem sonar nan dimiliki oleh negara Amerika Perkumpulan nan pada akhirnya secara resmi menggunakan istilah SONAR sebagai sebutan buat sistem teknologi pendeteksian nan mereka kembangkan.



B. Pelaksanaan Teknologi Sonar Dalam Kehidupan Manusia Sehari-hari

Sonar bisa diaplikasikan kedalam berbagai unsur kehidupan manusia, terutama buat ruang lingkup di bidang kemiliteran, bidang ilmu pengetahuan, dan penggunaan-penggunaan lain nan bersifat komersial. Angkatan bahari telah menggunakan teknologi sonar buat mendeteksi keberadaan kapal laut, kapal selam, dan ranjau di dalam laut.

Helikopter bisa menurunkan unit sonar ke dalam bahari dengan menggunakan kabel buat fungsi pendeteksian nan hampir sama. Sedangkan pesawat udara bisa menjatuhkan unit sonar spesifik nan disebut sonobuoys, dimana kemudian alat tersebut bisa mengirimkan frekuwensi balik melalui gelombang radio, dan membantu pihak militer buat mendeteksi komposisi dan keberadaan musuh di suatu areal tertentu.

Para ilmuwan telah menggunakan sonar jenis spesifik buat memindai keadaan dasar bahari dan dasar danau, mereka kemudian menggunakan perangkat lunak komputer spesifik buat memperkirakan peta penampang dasar bahari dan/atau dasar danau dengan taraf akurasi nan sangat tinggi.

Beberapa tipe sonar telah membantu para ilmuwan buat memperkirakan jenis material nan membentuk kanvas area di dasar bahari dan/atau dasar danau, dan bahkan bisa memperkirakan apa nan berada di balik dasar bahari dan/atau dasar danau tersebut.

Kapal-kapal penangkap ikan juga telah memanfaatkan teknologi sonar buat mendeteksi keberadaan dan kedalaman kumpulan ikan pancingan, serta buat menentukan areal penangkapan ikan nan optimal.
Alat ultrasound juga merupakan salah satu hasil dari pengembangan teknologi sonar .

Dokter menggunakan alat ultrasound tersebut buat memindai dan mendiagnosa penyakit jantung, mengamati dan memeriksa proses perkembangan janin, dan mendeteksi anomali serta gangguan internal tubuh lainnya. Perusahaan kilang minyak pun bisa memanfaatkan teknologi sonar ini buat mendeteksi kemungkinan lokasi tambang minyak bumi buat proses pengeboran minyak bumi lepas pantai.

Ah, tak lupa kenyataan ilmu pengetahuan nan telah aku sampaikan di awal tulisan ini; penggunaan teknologi sonar nan memungkinkan manusia buat bisa berkomunikasi dengan hewan, khususnya dengan lumba-lumba.



C. Cara Kerja Sonar

Pembahasan detail mengenai sistem kerja sonar ini akan membutuhkan pemaparan nan cukup panjang, namun secara sederhana – tanpa mengurangi keakurasian dari prinsip dasar mekanisme operasionalnya – cara kerja sistem sonar ini cukup mudah buat dipahami oleh kita.
Pada dasarnya terdapat dua tipe sonar; aktif dan pasif.

Sonar aktif menggunakan transmitter, nan mengkonversi energi listrik menjadi energi suara, dan memancarkan gelombang suara tersebut. Transmitter ini, bila digunakan di dalam air, bisa menghasilkan gelombang suara berdenging nan kuat.

Gelombang suara ini merambat di dalam air hingga akhirnya menabrak sebuah objek, kemudian objek tersebut memantulkan gelombang suara tadi ke segala arah. Beberapa gelombang pantulan akan memantul kembali ke alat sonar dan ditangkap oleh sebuah alat receiver. Lalu receiver ini mengkonversikan energi suara pantulan tersebut kembali ke bentuk energi frekuwensi listrik, kemudian komputer akan menganalisa frekuwensi listrik ini buat menentukan lokasi dan jeda objek dari alat sonar.

Sonar akan memperhitungkan jeda objek dengan mengukur waktu nan dibutuhkan oleh gelombang suara buat memancar dari transmitter, memantul dari objek, dan diterima kembali oleh receiver. Metode perhitungan jeda ini disebut echo ranging. Untuk informasi tambahan; gelombang suara memiliki kecepatan tempuh 1,5 km/detik di dalam air.

Sedangkan tipe sonar pasif, hanya bisa menerima gelombang suara nan dipancarkan oleh sumber suara lain, dan tak bisa memancarkan gelombang suara. Tipe sonar ini bisa digunakan buat memperkirakan arah dari sebuah objek, namun tak bisa digunakan buat menentukan jeda lokasi objek tersebut.

Dalam penggunaan di bidang kemiliteran, sonar pasif memiliki kelebihan tersendiri, yaitu tak bisa dideteksi oleh sonar nan dimiliki oleh pihak lawan. Pada umumnya, semua kapal selam menggunakan sonar tipe ini, sedangkan hampir seluruh kapal bahari tempur nan berada di atas permukaan air menggunakan sonar aktif sebab jenis kapal ini mengeluarkan bunyi nan terlalu bising sehingga tak memungkinkan penggunaan tipe sonar pasif.

Semoga bermanfaat. Selamat berbincang dengan lumba-lumba... (EL)