Bahasa Pemberontakan Remaja

Bahasa Pemberontakan Remaja

Menurut kebanyakan orang, masa remaja ialah masa nan paling berkesan, paling indah, dan paling tak terlupakan. Tapi bagi sebagian orang nan lain, masa remaja ialah masa nan penuh kesulitan, di mana anak remaja memang akan menghadapi serangkaian masalah pada usia mereka.

Sudah cukup banyak ahli psikologi remaja nan sependapat bahwa usia remaja memang usia nan rawan masalah. Seperti nan kita tahu, hayati manusia niscaya memang selalu ada masalah, namun anak remaja tentu berbeda dengan orang dewasa nan dapat menghadapi masalah dengan lebih tenang.

Anak remaja cenderung labil, emosinya tak terkendali dan sangat mudah dipengaruhi. Hal inilah nan membuat anak remaja sulit menghadapi masalah. Malah tak jarang, dari satu masalah dapat timbul masalah lain hanya sebab sifat remaja nan memang belum mampu menghadapi masalah dengan benar. Lihat saja contoh ucapan mereka menanggapi makna do it yourself.

"Menurut gue do it yourself, dapat meningkatkan taraf kejahatan di berbagai loka soalnya Inem, Jujun, dan Juleha nggak bisa nafkah dong, sehingga mereka bisa menjadi PSK atau maling buat mendapatkan duit, kalau ketangkep dapat jadi temennya bang Napi deh."

Ungkapan jujur namun sangat kasar dari remaja remaja sebagaimana nan terkutip dalam suatu majalah remaja.



Karakter Remaja

Menurut beberapa pakar psikologi, banyak faktor nan membuat anak remaja kerap tertimpa masalah. Berikut ialah beberapa sifat remaja menurut ahli psikologi remaja.

  1. Anak remaja cenderung memiliki emosi labil. Emosi bukan berarti kemarahan semata, namun juga keinginan atau hasrat nan lain. Anak remaja sporadis dapat mengontrol itu semua.
    Misalnya saja ada remaja nan ingin sekali membeli video game, ia tak dapat menahan keinginan, akhirnya ia akan terus meminta pada orang tua. Bila orang tua tak mengabulkan, anak remaja tersebut dapat marah dan menimbulkan masalah lain.
  2. Anak remaja sangat mudah terpengaruh oleh hal apapun. Hal ini kerap menimbulkan masalah ketika mereka akhirnya terpengaruh oleh hal nan negatif.
  3. Sebagian besar anak remaja umumnya sering canggung, pemalu, dan cenderung kaku bila berada di lingkungan sosialisasi. Hal ini akan mempengaruhi pergaulan anak sehari-hari. Bila tak segera diatasi, ia akan kesulitan memiliki teman.
  4. Anak remaja biasanya suka membuat kelompok-kelompok dalam pergaulan (geng). Pengelompokan sosial ini sering menimbulkan pergesekan antar anak remaja hingga muncul perselisihan.
  5. Anak remaja cenderung memiliki jiwa pemberontak atau tak suka diatur. Ketika ia dilarang sedikit saja oleh orang tua atau guru, biasanya mereka sulit menerima. Kalaupun mereka diam atau tak membantah, biasanya mereka menyimpan sakit hati atau malah dendam.
  6. Anak remaja memiliki keingintahuan nan cukup tinggi, sehingga mereka akan mengeksplorasi apapun nan ada di dekat mereka. Hal nan ditakutkan ialah ketika mereka menemukan hal negatif, setelah itu mereka akan mengeksplornya dan akhirnya malah merusak kepribadian.
    Contohnya saja internet, anak remaja niscaya ingin tahu tentang seluk beluk internet. Bayangkan bila mereka menemukan web atau situs pornografi, hal ini tentu sangat buruk.

Itulah beberapa sifat remaja nan kadang membuat mereka sering terkena masalah. Lalu masalah apa saja nan kerap mendatangi mereka? Umumnya permasalahan remaja tak jauh dari masalah pergaulan dengan teman, cinta, atau bahkan keluarga.

Peran orang tualah nan sangat berdampak besar bagi perkembangan jiwa anak remaja. Orang tua harus selalu mendampingi, ketika mereka melakukan kesalahan pun jangan lantas dipersalahkan, sebab hal itu hanya akan membuat anak semakin terpuruk.

Anak remaja sangat membutuhkan bimbingan orang tua. Ketika mereka mengeluh akan suatu masalah, orang tua sebaiknya mendengarkan dan mencari penyebabnya, setelah itu mencari solusi bersama-sama. Sikap orang tua seperti itu biasanya akan dicontoh oleh si anak dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.



Bahasa Pemberontakan Remaja

Putu Wijaya dalam filmnya Zig-Zag (1990) bercerita tentang kisah kegalauan anak muda, pencarian identitas, dan keinginan-keinginan heroik buat diakui -setidaknya bagi orang tuanya. Yang menarik, pemenuhan diri buat berpijak berdikari oleh tokoh muda (diperankan oleh Jefry Woworuntu, Dian Nitami dan Tarida Gloria), melawan orang tua, (diperankan Zainal Abidin, Ida Kusumah, dan Ade Irawan), terkadang harus melewati termin kontradiksi nan satirik-dengan titik balik pencerahan bahwa kelak sang tokoh primer akan menjadi tua dan bertanggungjawab. Setiap zaman memiliki baku sendiri tentang kedewasaan. Semuanya demi pengakuan.

Pengakuan? Saat ini dipenghujung abad 21 siapa nan membutuhkan pengakuan kaum tua? Semuanya beban seperti dalam lagu nan di dendangkan oleh rapper Iwa K.

===

bebas-lepas-kutinggalkan saja semua beban di hatiku, melayang kumelayang jauh, melayang dan melayang nan memberikan makna buat hayati tak perlulah pengakuan dan tanggung-jawab itu,

seperti anak-kecil nan lari bertelanjang bebas, keluarkan tawa-tawa renyah dan tersenyum puas , sebab anak-anak akan abadi dengan permainan anak-anak nan lepas dari tanggungjawab sebesar pengakuan orang dewasa.

===

Pengakuan ialah kultus bagi remaja garing dan nggak gaul, pengakuan harus diawali dari komunitas remaja sendiri dan bukan dari orang dewasa. Dave Laing mengandaikannya dengan mengambil contoh anti mayor label komunitas punk sebagai perlawanan terhadap kultur nan mapan, nan memang menjadi bagian dari cara remaka mengekspresikan diri.

"Punk voices, to start which, seem to want to refuse the perfection of the 'amplified voice'. In many instansces the homogenity of the singing voices is replaced by a mixture of speech, recitative, chanting of wordless cries and muttering.."

Mbeling, nyeleneh dan kurang ajar, menjadi bagian dari labeling komunitas anak muda utamanya -punk rock. Mereka membentuk ruang tersendiri, logika dan bahasa khas di antara mereka. Peer Group -kesebayaan remaja, memasuki ruang sangat ekslusif nan sepadan dengan nasionalisme. Pemberontakan kecil, pengorganisasian sosial nan lentur, buat melawan mainstream kultur rigid masyarakat. Subkultur begitu cultural studies, melabelinya.

Berkembang dari rekanan pertemanan, karakteristik berpikir pendek penuh pertentangan, dan coba-coba, mendasari sikap dan konduite unik di kalangan remaja. Kembali, Steinberg menyiratkan, bahwa hal semacam itu tak dapat diluputkan oleh kebanyakan ilmuwan. Ini abad ketika manusia banyak dihubungkan oleh kabel, dan humanisme sendiri diperjualbelikan melaluinya.

Anak-anak tumbuh tanpa tuntunan, orang tua mengakhiri hidupnya dengan banyak tuntutan hidup, lagipula, kewajaran dalam masyarakat semakin menipis batas toleransinya.

"How has the significance of the peer group chance over the past century? What implications do you think this has for adolescent development?"

Ditambah lagi dengan pertanyaan Dexter Dunphy, psikolog dari South Wales University Australia, dalam Peer Group Socialisation:

"If adolescent subculture provides a transitional status in which adolescent are socialed from childhood to adulthood, we may ask ourselves, What are the major sosializing functions performed at this stage and how is adolescent subculturue organised to performe this functions?"

Keyakinan sementara menyiratkan, buat menjawab pertanyaan Steinberg di atas perlu diperhatikan berbagai nilai nisbi nan remaja peroleh dari semenjak tumbuhnya proses kognisi. Sementara hal semacam itu dapat diperoleh dimana saja, dengan berbagai macam menu pilihan, semudah download dan upload nan menentukan anak remaja buat bersikap.