Pejabatku Tidak Takut Azab atau Lupa Azab?

Pejabatku Tidak Takut Azab atau Lupa Azab?

Takut itu manusiawi, banyak jenisnya dan berbeda kadarnya. Apabila dilihat dari segi jenis dan ragamnya ada nan takut miskin, takut bangkrut, takut gagal, takut turun jabatan, takut gak ada teman, takut dikucilkan, dan takut lain-lainnya. Namun, apabila dilihat dari segi kadarnya ada nan takut sedikit, ada pula nan takut banyak. Ya, begitulah klarifikasi sederhananya.

Rasa takut sudah menjadi bagian dari diri manusia dan ironisnya di Bumi Pertiwi ini rasa takut nan sedang tren ialah takut turun jabatan. Exactly! Kenyataan nan sangat kental sekali terjadi di Indonesia ialah takut turun jabatan, mengalahkan rasa takut akan kematian nan jmerupakan harga wafat nan niscaya berlaku kepada setiap nan bernyawa.



Rasa Takut Hanya Kepada Allah

Sebagai seorang muslim sudah seharusnya rasa takut kepada Sang Khalik berada pada urutan teratas di dalam urutan rasa takut di dalam hidup. Bayangkan jika rasa takut kepada Allah sudah tak ada sama sekali di dalam diri manusia, sungguh celakalah ia sebab akan menjadi manusia paling jemawa di muka bumi ini.

Segala tindakannya akan jauh dari hati nurani dan tak akan ada lagi rasa belas kasihan dalam menzalimi orang lain.Itulah fakta nan terjadi di negeri ini.Rasa takut kepada Allah sudah luntur dari hati para pejabat.

Mengapa demikian? Dengan pencerahan penuh tanpa ada rasa malu mereka menyaksikan dengan mata kepala sendiri dampak dari perbuatannya bahwa telah banyak rakyat nan terzalimi sebab penyelewengan kekuasaan demi memupuk harta kekayaan buat kepentingan pribadi hingga tujuh generasi. Naudzubillah mindzalik!

Perlu kita ketahui bahwa rasa takut kepada Allah itu pada dasarnya terbagi menjadi dua, yaitu sebagai berikut.

  1. Rasa takut akan Kuasa Allah sebab meyakini kehebatan Allah atas segala sesuatu, yaitu sebagai Maharaja di Langit dan di Bumi dan semua nan ada di dalamnya.
  1. Rasa takut akan azab Allah sebab meyakini adanya surga-neraka dan kehidupan akhirat, yaitu saat di mana manusia akan diadili dan diminta pertanggungjawaban akan semua perbuatan nan pernah dilakukan selama hayati di dunia.


Di dalam Alquran banyak ditemukan firman Allah nan menekankan kepada umat manusia bahwa nan harus ditakuti di global ini hanyalah Allah saja. Ada beberapa firman Allah swt. dalam alquran menyebutkan rasa takut, antara lain sebagai berikut.

“Maka janganlah kamu takut akan mereka, dan takutlah pada-Ku, jika kamu orang-orang nan beriman.” (QS. Ali Imran [3]: 175)

“Maka Allah itu lebih patut kamu takuti, jika kamu orang-orang nan beriman” (QS. At-Taubah [9]: 13)

“Maka janganlah kamu takut kepada manusia, dan takutlah pada-Ku dan janganlah kamu membeli ayat-ayat-Ku dengan harga nan sedikit” (QS. Al-Ma'idah [5]: 44)

Rasullah Muhammad saw. menekankan kepada manusia di dalam sabda beliau mengenai pentingnya menanamkan rasa takut kepada Allah, yaitu sebagai berikut.

“Demi Tuhan nan jiwaku berada di tangan-Nya, sekiranya kamu mengetahui apa nan saya ketahui, tentulah kamu akan banyak menangis dan sedikit ketawa (HR. Al-Bukhari).

“Barangsiapa nan memuaskan hati orang nan berkuasa dengan memurkakan Tuhannya, maka keluarlah ia dari agama Allah.” (HR. Al-Hakim).

Jika ternyata masih saja ada orang nan lupa diri dan tenggelam dalam keangkuhan setelah mengetahui firman Allah dan sabda Rasulullah menyangkut pentingnya rasa takut kepada Sang Khalik maka sungguh celakalah ia.Sekali lagi, celakalah ia! Sungguh sudah sangat dekat murka Allah kepadanya dan sesungguhnya azab Allah sangatlah keras dan pedih.



Pejabatku Tidak Takut Azab atau Lupa Azab?

Tahta atau jabatan merupakan salah satu wujud estetika global nan menjadi rebutan banyak orang dan membuat manusia gila karenanya, bahkan tidak sporadis saling membunuh pun mereka lakukan demi mendapatkan kekuasaan atas nama tahta.

Luar biasa, bukan? Sungguh teramat menakutkan! Hanya sebab sebuah tahta mereka rela membunuh saudara sendiri. Hanya sebab sebuah kursi jabatan di pemerintahan mereka rela menghalalkan segala cara buat menyikut, menyebarkan aib dan menginjak-injak harga diri saingan demi mengikuti hawa nafsu dan obsesi buta buat meraihnya.

Persaingan dalam merebutkan kursi jabatan di pemerintahan sudah bukan menjadi misteri lagi di Bumi Pertiwi ini. Bagi seorang muslim nan beriman dan bertaqwa, jika ia mendapat kepercayaan buat mengemban sebuah jabatan nan menyangkut kepentingan orang banyak (rakyat), maka ia akan memposisikan kepercayaan (tugas) tersebut sebagai amanat nan harus ditunaikan dengan penuh tanggungjawab dan kejujuran.

Ia tak akan menjadikan jabatan sebagai bentuk pendongkrak status sosial di dalam masyarakat. Namun, ironisnya nan terjadi di negeri ini justru sebaliknya. Jabatan menjadi lambang kekuatan status sosial, seolah jabatan menjadi alat penopang buat menaikkan prestise di masyarakat sehingga membuat mereka lupa kalau hal tersebut malah menginjak-injak moral mereka di mata rakyat.

Dengarlah rintihan rakyat kecil nan senantiasa meratap dalam doa mereka memohon keadilan kepada Allah swt. Ya Robbi, semoga azab bagi mereka para pejabat nan menzalimi rakyat kecil sebab aksi korupsi dan penyelewengan kekuasaan nan tak amanah.

“Dijadikan latif pada (pandangan) manusia kecintaan terhadap apa-apa nan diingini, yaitu wanita-wanita, anak-anak, harta nan banyak dari homogen emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak, dan sawah ladang; itulah kesenangan hayati di dunia, dan kepada Allah-lah loka kembali nan baik (syurga).” (Q.S. Ali Imran : 14)

Sungguh Maha Besar Allah nan telah menciptakan manusia dengan kesempurnaan penciptaan sebab manusia diberi akal dan pikiran agar bisa menjadi khalifah di muka bumi ini.

Allah pun menuliskan skenario terbaik di dalam kehidupan dunia, menghiasi global dengan estetika fana lewat pesona wanita, anak-anak, harta, dan tahta nan semata-mata hanya buat menguji keimanan hamba-hamba-Nya.

Allah pun mengingatkan kita akan hal ini seperti nan tertulis di dalam firman-Nya, “Sesungguhnya kami telah menciptakan segala sesuatu nan ada di bumi sebagi perhiasan bagi manusia, supaya kami menguji siapakan di antara mereka nan paling baik amalannya “ (Alquran surah Al-Kahfi:7).

Amanat nan tak ditunaikan dengan baik oleh para pejabat negeri sudah menjadi borok di dalam pemerintahan. Penyelewengan kekuasaan, korupsi, kepercayaan rakyat dikhianati, penipuan secara terang-terangan melalui janji-janji palsu dan kata-kata manis sudah bukan hal nan aneh lagi di Negeri ini.

Sudah tak ada sedikit pun rasa takut para pejabat negeri akan azab Allah nan menyangkut penyelewengan kekuasaan nan diembannya.Memang benar, tahta membuat orang buta dan lupa akan azab di akhirat sebab nan ada di dalam pikiran mereka hanyalah mengejar kesenangan global sehingga tak lagi ada ketakutan akan kematian.

Ya, mereka lupa akan wafat dan lupa azab Illahi. Mungkin di global mereka dapat lolos dan lepas dari sanksi atas segala bentuk penipuan, korupsi, penyelewengan jabatan, dan kebohongan nan dilakukan lewat jalan sogokan dan sistem main belakang sebab peradilan global tak lepas dari kelicikan dan jauh dari kejujuran.

Namun, kelak di akhirat mereka niscaya tak akan lulus dari sidang peradilan Allah Yang Mahaadil. Segala nan mereka perbuat akan terhisab paripurna oleh Allah Yang Mahateliti perhitungannya.

Rasulullah mengingatkan kita lewat sabdanya nan artinya, “tidak seorangpun nan diamanati Allah memimpin rakyatnya, kemudian ia wafat dalam keadaan masih menipu nan dipimpinnya, melainkan Allah mengharamkan baginya syurga.” (Bukhari & Muslim dari Abu Ya’la Ma’qil bin Yasir).

Manusia diciptakan oleh Allah dengan kelebihan akal buat berpikir dan diberi kewenangan sebagai khalifah di bumi ini sebagai jalan buat beribadah kepada-Nya. Allah memberikan hak dan kewajiban kepada manusia buat mengolah isi bumi dengan sebaik-baiknya, tetapi bukan berarti hal ini menenggelamkan diri dengan kesibukan global sehingga menjadikan kita lalai dalam menjalankan ibadah buat bekal di akhirat.

Tahta atau jabatan memang tampak begitu berkilau bagaikan permata latif nan ingin dimiliki oleh banyak orang, tapi sayangnya rapuhnya iman kepada Sang Khalik menjadikan tahta tersebut sebagai faktor pemicu redupnya rasa takut di dalam diri akan azab Allah apabila kekuasaan tak dijalankan dengan penuh tanggungjawab sehingga malah menyengsarakan rakyat kecil.

Nikmatnya sebuah kekuasaan malah membutakan mata hati, membuat lupa diri, lupa kepada sesama, bahkan sampai lupa kepada Tuhannya sehingga tak lagi ada rasa takut di dalam hati akan azab Allah sebab ia sendiri sudah lupa dengan kematian nan setiap saat dapat datang menjemput. Naudzubillah mindzalik!