Gravure Idol

Gravure Idol

Picture seniman atau foto seniman senantiasa banyak diburu oleh para penggemarnya. Mereka nan emngidolakan salah seorang seniman akan rela melakukan apa saja buat mendapatkan picture seniman idolanya. Meski tak semuanya berkelas, namu foto-foto seniman ini memiliki nilai nan luar biasa di mata para vans.

Sebenarnya ada beberapa cara buat memghasilkan picture seniman tyang bernilai seni tinggi, berkelas, dan tak terkesan amatira. Lantas, seperti apa sebenarnya picture seniman nan berkelas itu? Bagaimana cara menciptakannya? dan Apakah Indonesia memiliki koleksi picture seniman nan bernilai seni? Simak pembahasan berikut.



Picture Seniman Berkelas

Seperti apa sebenarnya picture seniman nan berkelas dan bernilai seni tinggi itu? Anda dapat menangkap jawabannya melalui uraian berikut.

Abbey Road, 8 Agustus 1969 tidak ada nan istimewa di London. Bilamana mungkin ada seremoni di luar Inggris, yakni di Bom atomnya kota Hiroshima oleh Kolonel Tibbet dan kawan-kawan, 24 tahun sebelumnya.

Tapi empat anak muda asal Liverpool, dan seorang fotografer bernama Iain Mc Millan, dengan asyik bercengkerama di zebra cross jalan Abbey NW8, kota Westminster.

Satu gambar di abadikan. George tampak stylish , John terlihat angkuh, Paul lupa pakai sepatu, Ringo seperti hendak ke pemakaman. Foto kecil, tak meledak-ledak, bukan foto artistik, bocah amatir pun dapat ambil seenaknya. Orang menyebrang jalan, bukan obyek menarik.

Tapi nan menyebrang jalan itu the Beatles. Yang kita bicarakan itu ialah ikon dari musik pop sepanjang zaman. Foto kecil nan lantas dijadikan sampul album The Beatles, Abbey Road. Album dengan rating paripurna dari majalah Rolling Stone, walau keluar setelah album Yellow Submarine nan merupakan the best of best Beatles, orang akan lebih mengenal fotonya nan memang ikonik.

Picture seniman dalam ruang karya seni sebagai benda komplemen, akan menghadirkan langit baru, menggantikan langit nan lama. Oleh karenanya, seniman kacangan tak akan pernah tampil bagus dalam Foto.



Photo Shoot, Antara Aktualisasi diri dan Impudent

Bagi seniman Indonesia, sempat pada era 80-an, tampil dalam foto terlalu riang gembira, atau sebaliknya terlalu serius. Kumpul foto sambil tertawa, aktualisasi diri dingin sedingin batako dalam kulkas pada potrait , kadangkala meniru gaya para seniman asing, serba kalang kabut tak nyambung.

Tidak ada foto cover nan masih dapat diingat sampai sekarang, kecuali mungkin album pop Sunda Kalangkang. Dalam foto cover tersebut paras Nining Meida begitu natural dengan rambut tebal bergelombang gaya 80-an. Walau tergolong ke dalam jenis album etnis, namun album itu sudah terjual sejuta keping lebih.

Pada masa itu orang dapat terbelalak tak percaya mendengar ada album nan terjual sejuta keping. Tanpi nyatanya memang ada. Faktor foto cover album Kalangkang juga sangat berpengaruh selain materi lagu tentunya.

Hal nan sama terjadi pada era 90-an, gaya band Dewa 19 dalam album Pandawa Lima nan dibesut Johar Prayudi dan Ari Asona. Foto itu hampir jadi foto ikon pop di Indonesia, apakah sebab Ari Lasso bawa keris? Andra ada di front, dan Ahmad Dani paling pinggir juga paling belakang.

Beranjak ke era millenium, era ketika revolusi digital imaging merajalela. Foto tak lagi punya nilai jual nan lebih. Para seniman semakin merusaknya dengan berupaya tampil paling gaya. Menurutnya itu demi ekspresi!!

Kebalikannya, gaya para seniman di depan kamera lebih kelihatan narsistik dan impudent! Gaya mereka berubah-ubah, tidak ada karakter nan dapat dipegang seterusnya.



Gravure Idol

Beranjak ke foto eksploitasi. Di Jepang dikenal istilah Gravure Idol. Sebenarnya itu spesifik sesi foto bagi para gadis-gadis cantik, dan pria macho nan setengah telanjang. Namun, Norma itu ditularkan oleh para seniman nan bikin sesi gila semacam itu.

Pernah Madona mengeluarkan buku fotografinya berjudul Sex. Isinya tentu saja bukan resep masakan, tapi adu molek antara Madona dengan mahluk bumi lain nan ditakdirkan telanjang bulat.

Di Indonesia, pernah ada kehebohan hadirnya foto-foto hot mantan Ibu Negara, Dewi Soekarno dalam buku foto Madame de Syuga, belum hilang dari ingatan juga kasus Tiara Lestari nan tampil hot di majalah Playboy Spanyol.

Fenomena ini bukanlah sebuah perusakkan nilai foto nan dilakukan oleh para foto model "murah". Mereka nan dengan leluasa mengobral bentuk tubuh dibanding nilai seni dari foto itu sendiri tak memiliki niatan merusak gambaran fotografi, meski kesan nan dirasakan kadang seperti itu.

Kenyataan seperti ini memang sangat mengusik bagi para fotografer profesional nan rindu akan kualitas picture seniman nan berkelas. Namun senyatanya nan terjadi, karya-kaya artis foto nan atah adol ini justru lebih digilai masyarakat saat ini.

Ya, sebagian besar masyarakat tak lagi mengharapkan nilai seni dari sebuah foto. Selama foto-foto nan dihasilkan dapat mengundang birahi, bagi mereka ini sudah memberikan semacam nilai, meski entah nilai apa nan dimaksudnya.

Foto-foto dengan para model nan kerap mempertontonkan bagian-bagian auratnya kini semakin banyak diminati. Tak perduli siapa nan ada dalam foto tersebut, selama berbodi cihuy, niscaya akan dicari, bahkan kalo perlu akan dibeli.

Para model itu memiliki misi, yakni ngin terkenal, tapi dengan jalan pintas. Untuk menjalankan misinya itu, para model tadi membiarkan kamera nan bicara. Seperti itulah kiranya posisi Gravure idol dalam global fotografi. Namun, gravure sebenarnya tak harus buka-bukaan. Ada pula gravure buat foto-foto produk dan gaya nan tak sarkas, bahkan lebih berkela.

Beberapa nama Gravure telah menjadi seniman beneran, dan berakting lebih bagus, dibandingkan seniman nan malang melintang di global teater. Contoh jelas Yana Zein,Neno Warisman, Dian Nitami, Nirina Zubir, dll. Global barat di kenal nama Rabbeca Romijn, Mila Jovovich, atau Giselle Bundchen.

Dengan ramah di hadapan kamera lebih dahulu, maka aura kebintangan artisnya dapat dinegosisasikan. Itulah laba hadir di kamera lebih dahulu dibandingkan dengan proses casting. Bukankah sekarang abadnya televisi, di mana akting tidak harus berpanjang-panjang?



Picture Seniman dalam Mode Rona Hitam Putih

Picture seniman nan dibuat dalam mode rona hitam putih terlihat antik dan jadul. Namun, pemilihan mode foto seperti itu nyatanya akan meningkatkan kualitas hasil jepretan. Ya, foto-foto hitam putih akan terlihat lebih berkelas dan bernilai seni. Setidaknya ada beberapa tips nan dapat Anda coba ketika memutuskan buat membuat picture seniman berkualitas meski dalam mode hitam putih.

  1. Potretlah seniman dengan menggunakan mode warna. Kemudian ubah dengan software edit photo mejadi hitam putih, cara ini diyakini akan menghasilkan kualitas foto nan lebih baik dibanding foto nan diambil menggunakan hmode hitam putih sedari awal.
  2. Aturlah settingan ISO pada kamera Anda hingga pada level terendah. Dengan begitu, pada saat pengolahan, noise (bintik-bintik kecil berwarna putih) pada foto hitam putih Anda dapat diminimalkan.
  3. Buatlah picture seniman pada saat cuaca sedang mendung. Pada cuaca seperti ini paradoksal rona akan rendah. Rendahnya paradoksal rona merupakan saat terbaik buat membuat foto hitam putih.

Selain ketiga tips tadi, Anda pun dapat melakukan beberapa cara lagi, seperti mengekploitasi tekstur, pola dan daris pada foto, lalu usahakan buat menggunakan sidelighting ketika hendak membuat foto hitam putih.

Nah, itulah ulasan mengenai picture artis dan segala serba-serbinya. Semoga pembahasan nan singkat mengenai picture seniman ini dapat bermanfaat buat pembaca.