Teori Belajar Kognitif

Teori Belajar Kognitif

Begitu banyak teori belajar kognitif nan bisa guru pelajari buat diberikan kepada siswa. Sebab teori ini tidak luput dari masalah pendidikan. Kata pendidikan didefinisikan oleh Driyakara sebagai upaya memanusiakan manusia dan buat menuju manusia nan manusia tersebut manusia butuh belajar.

Belajar dalam artian bergerak dalam proses menjadi manusia. Teori belajar sangat diperlukan dalam kegiatan guru dilapangan. Hal ini dikarena buat membantu guru bagaimana bisa memahami bagaimana siswa belajar, bagaimana guru harus merancang dan merencanakan proses pembelajarannya, mengelola kelas, melakukan penilaian dan menciptakan kelas nan efektif.

Banyak teori belajar nan bisa digunakan para guru buat berbagai keperluan belajar. George R. Knight dalam bukunya tentang filsafat pendidikan mengatakan bahwasanya belajar memang merupakan sebuah konsep nan sulit dirumuskan.

Banyak sekali nan membuat pernyataan tentang hakikat dari belajar dan buat tujuan ini, menurut George R. Knight, belajar kiranya bisa dirumuskan sebagai proses nan menghasilkan kemampuan menampilkan tingkah laku 'manusiawi' nan baru. Baru di loka ini bisa diartikan sebagai perkembangan nan relevan dari peserta didik itu sendiri.

Selanjutnya bisa dirumuskan secara sekilas bahwa belajar ialah proses nan tak bisa dibatasi oleh konteks kelembagaan. Masih menurut George, seseorang mungkin saja belajar secara berdikari (autodidak) atau dengan donasi orang lain.

Dari sini bisa dilihat bahwa belajar merupakan proses hayati sepanjang hayat dimana kita terusmenerus menambah pengalaman dan pengetahuan baru dan bisa berlangsung kapan pun dan dimana pun.



Konsep Dasar Belajar

Menurut Sugihartono .dkk belajar merupakan proses perubahan tingkah laku sebagai hasil hubungan individu dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya (2007; 74). Terkait dengan definisi belajar bisa kita bandingkan dengan George R. Knight nan merumuskan belajar sebagai proses nan menghasilkan kemampuan dalam tingkah laku 'manusiawi' nan baru dan relevan terhadap kehidupannya.

Ada sebuah garis besar dari dua definisi, yaitu mengenai bagaimana belajar ialah proses manusia mendapatkan pengetahuan nan membuat manusia itu 'baru' setiap saat. Baru di loka ini bisa diartikan manusia tersebut mempunyai pengetahuan baru nan kemudian bermanfaat buat dirinya dan orang lain, buat kebaikan bersama.

Belajar kemudian tidak hanya sampai disitu, masih ada beberapa karakteristik belajar nan perlu diketahui. Tidak semua tingkah laku bisa dikatakan sebagai aktivitas belajar. Tingkah laku nan memiliki proses belajar, menurut Sugihartono .dkk, memiliki ciri-ciri konduite sebagai berikut:

  1. Perubahan tingkah laku terjadi secara sadar, yaitu nan menandakan proses belajar ialah proses nan diikuti secara sadar.

Peserta didik sekurang-kurangnya merasakan suatu perubahan dalam dirinya, misalnya menyadari bahwa ia bertambah tahu tentang banyak hal. Oleh sebab itu, perubahan tingkah laku nan terjadi sebab mabuk atau dalam keadaan tak sadar tak termasuk dalam pengertian belajar.

  1. Perubahan bersifat konstan dan fungsional, perubahan di loka ini muncul sebagai hasil belajar nan terjadi dalam diri seseorang berkesinambungan dan tak statis.

Perubahan nan terjadi ialah tahapan-tahapan pencerahan nan menjadi pelengkap buat melaju ke termin selanjutnya. Semisal, peserta didik belajar membaca, maka ia akan mengalami perubahan diri dari tak bisa membaca menjadi dapat membaca.

Kebiasaan ini kemudian bisa dimanfaatkan buat membaca buku-buku nan akan menambah pengetahuan peserta didik tentang banyak hal.

  1. Perubahan bersifat positif dan aktif, perubahan bersifat positif maksudnya apabila konduite senantiasa bertambah dan tertuju buat memperoleh sesuatu nan lebih baik dari sebelumnya.

Sedangkan perubahan secara aktif berarti perubahan tak terjadi dengan sendirinya, melainkan sebab usaha individu itu sendiri. Karena itu perubahan tingkah laku sebab proses ematagan nan terjadi dengan sendirinya sebab dorongan dari dalam tak termasuk perubahan dalam pengertian belajar.

  1. Perubahan bersifat permanen dikatakan seperti sebuah kecakapan peserta didik nan tak aka hilang begitu saja. Contohnya, peserta didik dapat menggunakan sepeda. Kemampuan itu akan terus ada dan bahkan akan makin berkembang jika terus dipergunakan atau dilatih.
  1. Perubahan bertujuan atau terarah, perubahan di loka ini terkait dengan perubahan tingkah laku nan mensyaratkan adanya tujuan nan akan dicapai dari dari proses belajar peserta didik itu sendiri.

Misalnya, seorang peserta didik belajar membaca, tujuan ia belajar membaca ialah buat kemudian bisa membaca buku nan lebih banyak atau buat keperluan lain, mengenai keperluan nan mungkin bisa dicapai dengan belajar membaca.

Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku, perubahan ini kemudian terkait dengan hasil perubahan nan berbanding lurus dengan perubahan dalam sikap, keterampilan, pengetahuan dan sebagainya.

Dalam perubahan-perubahan nan disebut diatas, tentunya akan berjalan ketika guru mulai mengajar dengan teori belajar dilapangan. Teori belajar dalam hal ini didefinisikan sebagai seperangkat pernyataan generik nan digunakan buat menjelaskan fenomena mengenai belajar nan mana sangat bermanfaat juga bagi guru.

Terkait dengan teori belajar, kembali memunculkan pertanyaan bagaimana posisi pendidikan dan otodidak baik secara implementasinya. Menurut George pendidikan kiranya bisa dilihat sebagai suatu rangkaian belajar. Dalam proses belajar ini tidak lepas pula dari landasan filosofis pendidikan itu sendiri-sendiri. Banyak sekali teori belajar nan ada.

Namun, dalam artikel ini akan dikhususkan pada pembahasan teori belajar kognitif sebab teori ini merupakan salah satu teori belajar nan menekankan pada mental peserta didik dan kognitif juga merupakan satu dari tiga bagian nan ada pada peserta didik seperti afektif dan psikomotorik.



Teori Belajar Kognitif

Teori belajar kognitif ialah teori belajar yang, menurut Sugihartono .dkk, menekankan pada arti krusial proses internal mental manusia. Melihat tingkah laku manusia nan terlihat tidak mampu diukur dan diterangkan tanpa melibatkan proses mental manusia.

Semua bentuk konduite termasuk belajar selalu didasarkan pada kognisi, yaitu tindakan mengenal atau memikirkan situasi dimana tingkah laku itu terjadi. Menurut hal ini proses belajar akan berjalan dengan baik apabila materi pelajaran nan baru beradaptasi atau berkesinambungan dengan tepat dan harmonis dengan struktur pengetahuan nan telah dimiliki oleh peserta didik. Konklusi sementara bahwa ilmu pengetahuan dikonstruksi dalam diri seseorang melalui pengalaman-pengalaman nan berkesinambungan dengan lingkungan.

Proses ini berjalan secara bersamaan, tak sepotong-sepotong atau pun terpisah, melalui proses nan mengalir , menyambung-nyambung dan menyeluruh. Misalnya: Ketika seorang peserta didik membaca satu bacaan, maka nan dibacanya bukanlah huruf-huruf melainkan kata, kalimat, atau paragraf nan semuanya seolah menjadi satu, mengalir dan menyerbu secara total (Sugihartono .dkk, 2007: 105).

Terkait dengan penyerbuan secara total bisa dikatakan sebagai petanda-petanda nan bermunculan dan membentuk satu pengertian generik dari petanda-petanda nan banyak sebelumnya. Terkait dengan teori belajar kognitif, kasus di atas bisa kita kaitkan dengan bagaimana maraknya penggalakkan pendidikan karakter dalam pendidikan nasional.

Pendidikan karakter seharusnya dibangun secara bertahap pada peserta didik. Melalui pengalaman-pengalaman nan berasal dari iklim sekolah peserta didik kemudian membangun mindset baru setelah lulus dari sekolahnya.

Persoalan ini akan dapat dinilai dari bagaimana kemudian output dari pengalaman-pengalaman nan dibangun oleh sekolah itu dan memaknai pengalaman tersebut bukan secara partikular, tetapi secara holistik peserta didik dapat mengetahui mana sikap nan baik dan tak baik.

Setiap peserta didik telah mempunyai pengalaman dan pengetahuan di dalam dirinya. Ada konstruksi gagasan-gagasan nan telah dikonsensus oleh diri peserta didik sebagai objek penerima pengetahuan dari sekitar sekaligus sebagai subjek nan mengolah pengetahuan nan ada dalam diri peserta didik itu sendiri. Pengalaman dan pengetahuan ini tertata dalam bentuk struktur kognitif.

Perkembangan teori belajar kognitif terjadi semenjak lahirnya teori Gestalt. Teori Gestalt mempuyai konsep krusial nan berupa insight yaitu pengamatan atau pemahaman mendadak terhadap hubungan-hubungan antar bagian di dalam suatu situasi permasalahan.

Insight ini sering dihubungkan dengan pernyataan aha (Sugihartono .dkk, 2007; 105). Teori Gestalt ini ditemukan oleh Max Wertheimer (1880- 1943) nan meneliti tentang pengamatan dan pemecahan masalah nan sebelumnya belum dibatasi pada teori belajar kognitif awal.

Esensi dari teori psikologi Gestalt sebagai perkembangan dari teori belajar kognitif ialah bahwa pikiran (mind) ialah usaha-usaha buat menginterprestasikan sensasi dan pengalaman-pengalaman nan masuk sebagai holistik nan terorganisir berdasarkan sifat-sifat tertentu, dan bukan sebagai kumpulan unit data terpisah-pisah.

Artinya melalui teori belajar kognitif, sensasi atau informasi dengan melihat strukturnya secara menyeluruh kemudian menyusunnya kembali dalam struktur nan lebih sederhana sehingga mudah dipahami.

Sumber: Sugihartono .dkk. 2007. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press.