Eksprimen Thorndike dalam Teori Asosiasi

Eksprimen Thorndike dalam Teori Asosiasi

Asosiasi tak hanya digunakan buat serikat massa dengan satu visi dan misi. Dalam teori belajar juga ada asosiasi. Anda niscaya ingin tahu bagaimana teori belajar asosiasi? Artikel ini akan menjelaskannyanya secara sederhana dan singkat. Perlu dicatat, teori belajar asosiasi nan dikupas hanya teori belajar asosiasi ala Thorndike.

Asosiasi dalam disiplin ilmu teori belajar ialah penggabungan satu peristiwa dengan peristiwa nan lain. Dalam teori belajar asosiasi ala Thorndike ialah toeri belajar nan tercipta atas penggabungan antara stimulus dan respon. Tentu saja, teori belajar asosiasi ala Thorndike ini bersumber dari hasil eksprimennya.



Asosiasi - Profil Singkat Thorndike

Sebelum mengkaji lebih dalam mengenai teori asosiasi, ada baiknya mengenal ilmuwan nan mengusung teori asosiasi, yaitu Edward L. Thorndike. Ia lebih dikenal dengan nama Thorndike. Ia dilahirkan di Williamsburh, Massachusetts pada 1874.

Ia tidak hanya terkenal sebagai ahli teori belajar saja, tapi juga ahli dalam bidang psikologi pendidikan, konduite verbal, psikologi komparatif, uji kecerdasan, problem nature-muture, trasnfer training, dan pelaksanaan pengukuran kuantitatif buat problem sosiopsikologis.

Eksprimen pertama sekali dilakukannya dengan studi telepati mental pada anak-anak. Hasil eksprimennya menyatakan bahwa deteksi bawah sadar anak-anak terhadap suatu gerakan nan dilakukan oleh eksprimenter.

Thorndike pernah mengenyam pendidikan dua tahun di Harvad. Di sinilah ia berkenalan dengan James. Thorndike memang bahagia dengan hewan. Saat kuliah di Harvard, ia membawa dua ekor ayamnya. Bahkan hingga menjadi dosen di Harvard, ia masih bahagia memelihara ayam.

James nan membantu Thorndike dalam melakukan proses penetasan ayam nan dimilikinya. Pasalnya, pacar Thorndike melarangnya buat terus menetaskan telur ayam di kamar tidurnya. James nan datang menbantunya dengan mengizikan menetaskan telur ayam di ruang bawah tanah rumahnya. Meski isteri James jengkel, namun anak-anak James menyukainya.

Thorndike meninggal pada 1949. Dalam bibliografinya dicatat, sampai usainya 60 tahun, ia telah menghabiskan waktunya buat membaca dan mendalami buku atau jurnal sekitar 20 jam sehari. Buku nan dimilikinya berjumlah 507 buah buku.

Sejatinya, Thorndike mengenal asosiasi terhadap hewan sebelum dia terkenal sebagai ilmuan. Hal ini bisa dipahami dari kebiasaannya memelihara ayam dan kucing. Namun baru populer teori asosiasinya setelah menjadi ilmuan. Hasil risetnya tentang hewan dijadikannya sebagai disertasi dengan judul "Animal Intelligence: An Experimental Study of the Associative Process in Animals."

Disertasinya tersebut kemudian dikembangkannya hingga menjadi sebuah buku dengan judul "Animal Intelligence" nan diterbitkan pada tahun 1911. Yang dikupas di dalam buku tersebut hampir semua teori belajar. Tak luput di dalamnya pembahasan teori asosiasi nan bersumber dari penelitian nan dilakukannya terhadap hewan.



Stimulus dan Respon dalam Teori Asosiasi

Dalam teori belajar asosiasi ala Thorndike ada istilah stimulus dan respon. Maka terlebih primer dikaji terlebih dahulu, apa nan dimaksud dengan stimulus dan respon. Karena keduanya menjadi syarat primer terciptanya teori belajar asosiasi.

Stimulus dalam kajian teori belajar Thorndike dimaknai dengan segala hal nan merangsang terciptanya aktivitas belajar. Misalnya, pikiran, perasaan dan segala hal nan bisa ditangkap oleh panca indera. Sementara, repson ialah tanggapan nan dimunculkan peserta didik saat belajar. Tanggapan tersebut dapat berupa tindakan, perasaan atau bahkan pikiran.

Tepat. Teori belajar asosiasi ini sama dengan teori belajar selecting and connecting (pemilihan dan pengaitan). Makanya, dalam menyimpulkan teori belajar asosiasi, Thorndike berpendapat dengan tegas, bahwa semua konduite manusia nan dimunculkannya, baik pikiran dan tindakannya, tidak tuput dari stimulus dan respon.



Eksprimen Thorndike dalam Teori Asosiasi

Untuk membuktikan teori asosiasinya, Thorndike menggunakan eksprimen pada empat jenis hewan. Yaitu, kucing, anjing, monyet dan ayam. Semua eksprimen nan dilakukan Thorndike menggunakan kandang. Lalu, dimasukkanya hewan tersebut di dalam kandang.

Adapun bentuk kandang nan digunakan Thorndik buat penelitian teori asosiasinya adalah, kandang dengan galah nan diletakkan di tengahnya atau rantai nan tergantung dari atas. Jika hewan tersebut mendorong galah tersebut atau menarik rantainya maka ia dapat keluar.

Untuk lebih jelasnya, berikut ini citra penilitian Thorndike sehingga muncul teori asosiasi . Seekor kucing lapar ditaruh di dalam kandang, namun kandang tersebut dihubungan dengan rantai nan bila ditarik akan membuka pintu sehingga si kucing dapat mendapatkan makanan nan ada di depan kandang.

Pada awalnya, kucing akan mengeong, mencakar, melompat dan segala hal dilakukannya, namun gagal buat mendapatkan makanan tersebut. Akhirnya, entah bagaimana caranya akhirnya si kucing bisa menarik rantai sehingga terbuka kandang sehingga dapat menikmati makanan tersebut.

Dari sinilah lahir tiga hukum dalam teori belajar asosiasi. Yaitu hukum kesiapan, hukum latihan dan hukum efek. Hal ini tampak dari contoh di atas, ketika kucing tersebut dalam kondisi lapar. Jadi, makanan nan ada di depannya menjadi stimulus buat membuka kandangnya. Memang hukum kesiapan dan hukum latihan tidak begitu tampak dalam contoh tersebut. Namun pada dasarnya, kedua hukum tersebut ada.



3 Hukum dalam Toeri Asosiasi Thorndike

1. Hukum imbas (Law of Effect)

Hukum imbas ialah hukum nan menyatakan jika respon terjadi melahirkan imbas nan memuaskan, maka asosiasi stimulus-respon menjadi kian menguat. Demikian pula sebaliknya, jika imbas nan dilahirkan respon tak memuaskan, maka asosiasi stimulus-respon pun melemah.



2. Hukum kesiapan (Law of Readiness)

Hukum kesiapan ialah hukum nan menjelaskan hukum nan mendorong buat melakukan sesuatu atau tidak.



3. Hukum latihan (Law of Exercise)

Hukum latihan ialah hukum ini menjelaskan asosiasi stimulus-respon akan terus menguat bila sering dilatih. Bila sporadis dilatih maka nan terjadi kebalikannya. Yaitu, stimulus-respon akan berkurang.



Aplikasi Teori Asosiasi dalam Belajar

Jika diaplikasikan teori ini dalam pembelajaran, maka akan tampak sekali pengaruhnya. Misalnya, dengan adanya reward (ganjaran) dan punishment (hukuman) maka ini menjadi terciptanya asosiasi stimulus-respon. Siswa menjadi bersemangat bila tahu dengan sukses menjawab pertanyaan nan diajukan guru akan mendapat nilai nan memuaskan dan bila tak mampu memenjawab akan mendapat nilai nan sangat jelek.

Di dalam contoh tersebut, ketiga hukum nan terkandung dalam teori belajar asosiasi tercakup. Imbas dari adanya reward dan punishment membuat mereka belajar. Kesiapan mereka menerima soal nan diajukan guru juga berpengaruh terhadap reward dan punishment . Dan pengalaman mereka dari sebelumnya menjadi latihan bahwa reward dan punishment nan diberikan guru membuatnya semangat belajar.



Asosiasi - Sekilas Transfer Training Thorndik

Selain teori belajar asosiasi nan melahirkan ketiga hukum di atas, thorndike juga mempopulerkan konsep transfer belajar. Yaitu, konsep nan menggunakan pengetahuan nan sudah dimiliki buat menyelesaikan masalah baru. Karena di setiap masalah, terdapat unsur-unsur nan berdasarkan pengetahuan nan sudah dimilikinya. Jadi, dalam penyelesaian masalah, menjadi lebih mudah. Terlebih lagi jika sering dilakukan latihan

Asosiasi juga tampak terlihat bisa transfer training. Yaitu, dengan pengetahuan nan sudah dimiliki dihubungkan dalam penyelesaian masalah nan ada. Unsur-unsur pengetahuan nan ada saling berhubungan hingga menjadi suatu ikatan dan kemudian berubah menjadi kemampuan.

Misalnya, kemampuan siswa dalam operasi aritmatika nan diketahuinya dengan terus dilatih dalam mengerjakan soal-soal homogen akan menjadikannya kuat dalam ingatan siswa. Di sinilah transfer belajar terbina sebab siswa sering melakukan latihan.

Artinya, proses asosiasi dapat terbina dalam konsep transfer belajar jika sering dilakukan latihan. Latihan nan membuatnya menjadi kokoh dan mampu dengan mudah menyelesaikan jenis soal nan sama atau mirip dengannya.

Itulah kajian singkat mengenai teori belajar asosiasi ala Thorndike. Semoaga artikel ini dapat menjadi jembatan buat mengkaji lebih dalam mengenai teori belajar asosiasi. Yang krusial menjadi catatan, teori belajar asosiasi tidak luput dari adanya interaksi kerja stimulus-respon.