Fungsi Sekolah Tergantikan oleh Forum Bimbingan Belajar?

Fungsi Sekolah Tergantikan oleh Forum Bimbingan Belajar?

Kenapa harus forum bimbingan belajar diversuskan dengan sekolah? Bukankah les atau tambahan pelajaran di luar sekolah nan umumnya dilakukan oleh lembaga bimbingan belajar ini mendukung prestasi siswa di sekolah?

Kata sekolah sendiri berasal dari bahasa Latin, yaitu skhole, scola, scolae atau skhola yang artinya ialah 'waktu luang' atau 'waktu senggang'. Hal tersebut mengacu pada awal mula terbentuknya sekolah, yaitu buat mengisi waktu luang anak-anak, nan utamanya ialah bermain, dengan kegiatan belajar.

Dalam perkembangannya, sekolah menjadi hal penting, bahkan primer bagi sebagian besar anak-anak dan remaja di dunia, tidak terkecuali di Indonesia. Peranan sekolah nan begitu besar dalam membentuk karakter manusia memiliki sisi lain nan sekarang menonjol, yaitu sebagai penentu masa depan siswa. Peranan orang tua pada anak tergantikan oleh guru pada saat siswa di sekolah. Siswa harus menurut kepada guru seperti mereka menurut kepada orang tua.

Lalu, apa jadinya jika guru tak memberikan instruksi nan jelas tentang pembelajaran nan berlangsung, khususnya di ruang-ruang kelas sekolah? Siswa akan kebingungan, apalagi jika mereka mendapatkan baku nan dinilai cukup tinggi, mulai kriteria ketuntasan buat kompetensi dasar pada tiap-tiap mata pelajaran nan ditentukan sendiri oleh sekolah (umumnya 75%) hingga nilai minimal buat UN (Ujian Nasional.

Siswa nan kebingungan ini seolah-olah mendapatkan angin segar dengan hadirnya berbagai forum bimbingan belajar. Bagaimana tidak? Hampir di setiap kota besar terdapat forum bimbel terkenal nan menjanjikan hasil maksimal buat konsumennya nan notabene siswa sekolah formal.

Selain menjamurnya forum bimbingan belajar, tak sedikit mahasiswa nan menempuh pendidikan calon guru atau fresh graduate -nya nan menyambi jadi guru privat dari rumah ke rumah layaknya sales door to door buat memenuhi kebutuhan siswa—kebutuhan buat belajar.

Kalau siswa ditanya buat apa mereka belajar begitu keras, banyak di antara mereka nan menjawab agar tak kalah saing dengan teman-temannya di sekolah (padahal sistem ranking sudah dihapus oleh mayoritas sekolah di Indonesia), ingin lulus UN (Ujian Nasional) atau ingin lolos tes ini-itu buat melanjutkan ke jenjang nan lebih tinggi.

Coba perhatikan lima atau sepuluh tahun lalu. Pukul 13.00, siswa Sekolah Menengah Pertama atau Sekolah Menengah Atas sudah memasang muka ceria, siap pulang atau buat beberapa siswa nan aktif, bertahan di sekolah sebab mengikuti berbagai ekstrakurikuler. Bagi nan lebih santai, mereka berhenti di tepi jalan, kantin, dan kafe buat sekadar nongkrong. Hanya segelintir dari mereka nan masih melanjutkan belajar ke forum bimbingan belajar.

Namun, sekarang, terutama di kota-kota besar, pemandangan nan berbeda niscaya terlihat. Beberapa dari siswa tersebut berbondong-bondong pergi ke forum bimbingan belajar terdekat. Kalaupun ada nan langsung pulang, hal itu tak menjamin kalau di rumah mereka dapat langsung beristirahat. Sudah ada guru les privat nan menunggu.



Mengapa Harus Belajar di Forum Bimbingan Belajar?

Sekolah dengan segala fasilitas pendukungnya, termasuk guru-guru senior dan bisa diasumsikan tangguh (karena sudah melalui berbagai tes kelayakan profesi dan gelar nan mendukung), seharusnya bisa memuaskan rasa keinginbelajaran siswa. Namun, mengapa mereka harus mengeluarkan tenaga dan biaya nan tambahan, bahkan tidak sporadis lebih besar daripada biaya sekolah, buat les di forum bimbingan belajar ?

Faktor primer ialah persaingan. Persaingan bukan lagi dalam kancah perebutan gelar kampiun kelas. Tidak ada lagi podium nan disediakan sebab sistem ranking (umumnya) sudah dihapuskan. Hal itu ternyata menyebabkan persaingan makin sengit. Diam-diam, sekolah menyimpan urutan nilai siswanya nan nantinya top sekian dari daftar tersebut akan diprioritaskan namanya buat dikirim ke sekolah lanjutan atau universitas-universitas unggulan. "Jalur undangan" istilah kerennya.

Tak heran siswa berupaya setengah wafat buat mengatrol nilainya, antara lain dengan les di sana-sini, ikut bimbel (bimbingan belajar) klasikal maupun privat, dengan guru nan stand by di loka forum bimbingan belajar atau nan bersedia datang ke rumah siswa.

Jika siswa tak bisa masuk ke sekolah lanjutan atau universitas melalui ajang pencarian talenta atau jalur undangan, artinya mereka harus rela mengeluarkan uang lebih buat bimbingan belajar spesifik persiapan SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri).

Seluruh forum bimbingan belajar seantero Indonesia berlomba-lomba menawarkan metode unggulannya. Semua mengklaim bahwa mereka bisa mengajarkan siswa buat lolos SNMPTN alias jadi mahasiswa perguruan tinggi negeri. Bahkan, ada nan tak tanggung-tanggung bersedia mengembalikan biaya les nan telah dikeluarkan siswa hingga seratus persen jika siswa nan mengikuti les di loka mereka tak lolos SNMPTN.

Kehebohan tak hanya sampai di situ. Siswa nan sudah mendapatkan tambahan di forum bimbingan belajar nan umumnya melakukan pedagogi secara klasikal tak sporadis pula masih minta menambah belajar dengan cara menyewa jasa guru les privat nan bersedia datang ke rumah siswa.

Beda lagi jika siswa kelas sembilan SMP atau dua belas SMA ditanya alasan mereka mau mengikuti pelajaran tambahan di forum bimbingan belajar. Jawaban kompak akan Anda dengar—takut tak lulus UN. Bukan ingin nilai tinggi buat UN, tetapi hanya agar lulus. Hal ini sering dikemukakan bahkan oleh siswa dari sekolah ternama atau terbaik di kotanya.

Standar nilai minimal kelulusan nan cuma 5,5 dengan bobot 40 dibanding 60, yakni 40% dari akumulasi rata-rata nilai ujian sekolah dan 60% dari nilai UN ternyata masih menjadi momok buat siswa di Indonesia.



Fungsi Sekolah Tergantikan oleh Forum Bimbingan Belajar?

Lalu, apa sebenarnya fungsi sekolah sekarang? Sebagai loka menuntut ilmu? Jika ada di pelosok negeri, kemungkinan fungsi tersebut masih dipegang penuh oleh sekolah. Namun, jika kita beranjak ke loka nan sedikit saja maju atau berkembang, ternyata fungsi sekolah tak ikut berkembang. Sekolah menjadi semacam ajang mencari gengsi. Orang tua berlomba-lomba mendaftarkan anaknya di sekolah unggulan dengan biaya selangit bukan agar anaknya bisa belajar lebih baik.

Semakin mahal dan bagus mutu sekolah (dilihat dari nilai akreditasinya) tak selalu menjamin bahwa pembelajaran nan berlangsung di dalamnya semakin baik. Hal tersebut bisa dilihat dari kondisi di mana forum bimbingan belajar biasanya disesaki oleh siswa dari sekolah-sekolah unggulan.

Sekolah unggulan menyediakan huma nan kompetitif buat mencari nilai dan prestasi, tetapi nyatanya tak memfasilitasi pembelajaran dengan layak. Guru cenderung mengajar dengan gaya konvensional, ogah ribet dengan strategi-strategi pembelajaran terkini dengan alasan, "Saya ngajar model jungkir-balik pun bayarannya tetap."

Sementara, siswa nan dituntut buat mendapatkan semua nan lebih, oleh guru maupun orang tua, mulai mencari alternatif pembelajaran nan nyaman, interaktif, dan membuat mereka lebih mengerti tentang konsep-konsep nan harus mereka pelajari di sekolah. Forum bimbingan belajar menangkap gelagat itu dan mengemasnya menjadi bisnis nan apik.

Bagaimanapun, seharusnya fungsi sekolah tak bisa digantikan begitu saja oleh forum bimbingan belajar. Siswa seharusnya merasa lebih nyaman belajar di sekolah daripada di gedung forum bimbingan belajar. Guru-guru di sekolah menjadi orang tua kedua, loka siswa mengadu dan menganut. Yang terpenting, siswa seharusnya mempelajari banyak konsep di sekolah, terfasilitasi kebutuhan belajarnya cukup dengan sekolah.

Lembaga bimbingan belajar seharusnya hadir sebagai forum nan menyediakan tambahan pelajaran buat siswa nan benar-benar membutuhkan atau buat siswa berkebutuhan khusus. Lembaga bimbingan belajar juga dapat berkonsentrasi buat memberikan tambahan ilmu nan memang tak dipelajari siswa di sekolah, seperti kemampuan bahasa asing atau keterampilan praktis tertentu.