Feminisme

Feminisme

Beberapa tahun belakang, marak isu tentang kesetaraan gender. Namun, bagaimana pengertian gender sesungguhnya? Sebenarnya, paham tersebut mirip dengan kata emansipasi wanita atau mungkin feminisme. Emansipasi wanita dicetuskan oleh R.A. Kartini, nan sesungguhnya dilatarbelakangi oleh ketidakadilan pendidikan terhadap kaum hawa, apalagi pada kaum non-ningrat.

Hal inilah menjadi dasar Kartini buat menyuarakan dan membuat tulisan tentang keadilan pendidikan, nan dituliskannya pada surat kabar dan mendapat tanggapan nan baik oleh penduduk, serta pemerintah indonesia. Tidak diketahui secara pasti, bagaimana kata emansipasi ini merebak ke berbagai bidang kehidupan, tentang pekerjaan, dan seluruh bidang. Dipicu hal tersebut, maka muncullah kesetaraan gender.



Pengertian Gender

Gender telah dialihbahasakan menjadi bahasa Indonesia nan sebenarnya berasal dari bahasa Inggris, gender . Di dalam kamus, tak bisa terbedakan antara gender dan sex (bukan porno), dengan artian di sini tak ada pembedaan arti antara gender dan jenis kelamin.

Pengertian nan terlampau sederhana tak bisa menjelaskan arti bagaimana gender bisa mencuat ke permukaan sebab pengertian nan dianggap sama antara gender dan jenis kelamin. Ketidakjelasan dan bermakna ganda ini berimplikasi pada ketidaksambungan antara kesenjangan sosial dan kesetaraan gender.

Pengertian gender nan bisa buat mudah ditangkap ialah gender is not sex , gender bukanlah jenis kelamin. Cukup berbeda antara jenis kelamin dengan gender sebab menyangkut tentang hal-hal nan melingkupi kedua kata tersebut.

Jenis kelamin berkaitan erat dengan sifat dan pembagian kelamin dari manusia nan dihubungkan dengan kajian biologis. Sifat-sifat ini cenderung dalam bentuk morfologi. Dikatakan seorang laki-laki sebab dia memproduksi sperma, memiliki jakun, dan alat reproduksi berupa dzakar. Sedangkan selain itu, tentunya ialah wanita, tanpa harus menyebutkan morfologi dari makhluk bernama wanita. Lalu apakah pengertian gender?

Gender sebenarnya pula berkaitan dengan sifat seseorang, bukan berdasar atas kajian sains biologi, tetapi pada peran sosialnya. Disparitas status dan peran sosial dalam kemasyarakatan nan dibentuk oleh budaya termasuk pula tanggung jawabnya sebagai seorang individu eksklusif ialah disparitas nan mengacu antara gender dan jenis kelamin.

Gender dalam pengertiannya sebenarnya lebih banyak didominasi oleh kebudayaan. Beberapa pendapat menyatakan bahwa peran sosial dalam gender dipengaruhi oleh budaya dan sosial kemasyarakatan. Peran nan diperuntukkan bagi masing-masing individu ialah berbeda sebab budaya nan inheren dari sebuah komunitas.

Ada pula memang nan menyebutkan bahwa peran sosial individu dalam gender sudah merupakan kodrat nan tidak bisa dipertentangkan lagi. Pengertian gender nan mudah ditangkap komparasinya dengan jenis kelamin mudahnya ialah bahwa jenis kelamin merupakan kodrat nan tidak bisa dipertukarkan dan gender sangat mungkin terjadi, serta kepemilikan sifat keduanya pun berbeda.

Jenis kelamin akan inheren selamanya dan berlaku secara universal, sedangkan gender tidak, bahkan dalam budaya nan berbeda, peran gender bisa berubah.



Kesenjangan Gender

Bagaimanakah munculnya sebuah kesenjangan gender? Pengertian gender telah bisa dipahami bahwa gender memiliki disparitas peran nan fundamental antara laki-laki dan perempuan dalam status kemasyarakatan. Budaya nan inheren dalam komunitas eksklusif menyebabkan peran berbeda antara individu, antar wilayah pula.

Sebagai contoh, budaya Jawa pada seorang wanita sebagai tugasnya, yaitu dapur-sumur-kasur, sedangkan sang suami menjadi tulang punggung nan harus mencari nafkah. Tidak perlu sang istri pergi dan mencari harta atas dasar adat tersebut.

Ini ialah contoh peran status dalam kemasyarakatan nan melahirkan kesenjangan gender. Kesenjangan gender terlahir atas beberapa karena nan mendasari, antara lain sebagai berikut.



1. Penomorduaan

Seperti contoh di atas, kebudayaan Jawa apalagi pada masa nan lampau, seorang wanita tak berhak melakukan pekerjaan nan sama, seperti nan dilakukan oleh seorang laki-laki. Mereka berkewajiban di rumah, mengurus pekerjaan rumah, dan selalu menurut pada perintah seorang laki-laki, baik itu suami maupun orang tua.

Pendidikan, pekerjaan dan status kemasyarakatan inheren ada wanita dengan ikatan nan dilazimi, seperti terpingit dengan tak bermaksud menindas. Hal seperti ini bisa menyebabkan kesenjangan nan terlihat jelas antara seorang laki-laki dan wanita.



2. Pelabelan (Citra)

Pelabelan di sini dimaksudkan ialah sebuah gambaran nan dianggap biasa. Mudahnya, label disematkan kepada masing-masing individu sebab sebuah kelaziman. Contohnya, seorang laki-laki selalu bersifat maskulin dan kuat, sehingga pantas bekerja apapun.

Kaum wanita dianggap lembut dan rapi, sehingga pantasnya hanya sebagai guru saja. Ada pula contoh kecil lain, misal seorang laki-laki nan memiliki sifat ramah dan mudah berteman dianggap mata keranjang, sedang wanita nan ramah dianggap sebagai gadis penggoda.



3. Marginalisasi/ Peminggiran/ Pembatasan

Pada umumnya, pengertian gender ini didasari atas pekerjaan. Wanita boleh bekerja hanya pada koridor eksklusif nan cukup berbeda dengan laki-laki. Pekerjaan nan mampu dikerjakan wanita, tersubtitusi dengan mesin-mesin nan diatur oleh laki-laki.

Namun, merebak pula hal ini pada bentuk lain seperti aktivitas pendidikan. Wanita dilarang bersekolah lanjut atau kuliah, toh suatu saat juga ikut suami dan tak bekerja, seperti itu contoh mudah dalam restriksi status peran seorang wanita nan bisa memicu adanya kesenjangan gender.



4. Kekerasan

Kekerasan dalam rumah tangga atau KDRT sering menjadi salah satu pemicu pula dalam kesenjangan gender. Para istri banyak melakukan aksi protes terhadap sikap otoriter para suami nan menggunakan sistem kekerasan dalam segala penyelesaian masalah tanpa melihat akibat nan ditimbulkan.

Hal tersebut sangat menjamur di kota-kota besar dikarenakan taraf emosi nan tinggi, serta sifat setiap individu nan merasa benar. Tidak berhenti di situ saja, kekerasan tak selalu dalam bentuk fisik nan dialami dalam sebuah rumah tangga, tapi pada bentuk psikologis juga.

Pemaksaan, ancaman, dan teror bisa masuk dalam kategori kekerasan nan menyangkut batin. Hal tersebut lebih luas lagi wilayahnya, tak saja pada lingkungan rumah, tapi sangat mungkin terjadi di tempat-tempat umum.



5. Beban ganda

Beban ganda ialah aktivitas nan memiliki porsi lebih besar dari suatu status peran dibanding peran lain (antar jenis kelamin). Contoh mudahnya ialah para wanita memiliki aktivitas nan lebih besar, ketika dia menjadi pencari nafkah. Karena selain mencari nafkah, pekerjaan rumah pun menjadi tanggung jawab nan harus dikerjakan.



Feminisme

Pengertian gender sebagai aktivitas disparitas peran bisa dipahami secara mudah, dalam taraf disparitas budaya setiap wilayah. Dampak disparitas peran tersebut, terkadang memicu adanya kesenjangan sosial gender nan telah dijelaskan di atas. Kesenjangan gender menjadi sebuah polemik nan berarti, ketika hal tersebut tiada jalan keluar dalam hal keadilan peran. Jadi, muncullah feminisme nan dilazimi oleh banyak orang.

Dalam kajian filsafat, feminisme dimasukkan dalam salah satu teori filsafat dan adapula nan memasukkan dalam sebuah ideologi. Feminisme lahir sebab timpangnya peran antar individu berjenis kelamin berbeda, disebabkan oleh faktor budaya.

Konsep ini menyatakan bahwa gender memiliki peran nan sama dalam setiap budaya, nan melingkupi atas perannya dalam kemasyarakatan, pendidikan, kebebasan berpendapat, pengambilan keputusan, pekerjaan, dan seluruh hal kehidupan lepas dari disparitas jenis kelamin.

Cita-cita pertama nan dicetuskan sebenarnya baik buat meningkatkan derajat wanita di mata komunitas sosial kemasyarakatan. Konsep ini akan melindungi wanita dari tindakan merendahkan oleh pihak lain dan pemberian hak nan sama, seperti halnya hak nan dimiliki laki-laki dalam status sosialnya.

Feminialis, para penganut paham ini, sadar bahwa gender memang sebuah peran sosial nan tak bisa dipersamakan secara total dan penuh sebab secara kodrat, tetap akan adanya disparitas status peran antara laki-laki dan wanita. Pemahaman tersebut melahirkan hal nan baik sebab wanita bisa lebih tertata dan bijak dalam memahami sebuah disparitas dan perdebatan.

Namun, pengertian gender nan dimaknai terlalu negatif oleh seorang penganut feminisme, tidak sporadis melahirkan perasaan tak terima nan berlebihan. Pekerjaan nan baiknya dikerjakan oleh laki-laki, menjadi dikerjakan oleh wanita tanpa pemikiran nan komprehensif. Tataran nan lebih jauh dan menakutkan ialah penindasan laki-laki oleh wanita sebab status sosial nan lebih tinggi.

Contoh mudah ialah seorang istri nan berpenghasilan lebih tinggi akan semena-mena terhadap suaminya nan hanya bekerja sebagai buruh, tidak sporadis merendahkan dan membandingkan dengan orang lain, maka lahirlah perceraian.

Pengertian gender haruslah dimaknai sebagai suatu nan bersifat lazim. Disparitas ini dengan sedikit regulasi nan baik akan melahirkan pemahaman dan konsep nan baik, sehingga peran status antar individu laki-laki dan wanita sama-sama bisa dihormati dan sama-sama pula mengerti perannya dalam sosial kemasyarakatan, tanpa adanya perendahan terhadap individu lain.