Jenis Bahan Bakar Botani Potensial

Jenis Bahan Bakar Botani Potensial

Bahan bakar botani diharapkan dapat memberikan jalan keluar bagi kebutuhan minyak dunia. Walau dibayangi dengan kebutuhan bahan botani buat konsumsi manusia, para pakar tetap berharap mampu menjadikan sumber bioenergi menjadi bahan bakar. Bioenergi ialah energi nan diperoleh, dibangkitkan atau berasal dari biomassa. Biomassa nan dimaksud di loka ini ialah bahan-bahan organik berumur nisbi muda dan berasal dari tumbuhan atau hewan; produk dan limbah industri budidaya (pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan dan perikanan). Dengan kata lain, bioenergi dapat juga disebut sebagai bahan bakar botani / hayati.



Mampukah Bahan Bakar Botani Menggantikan Bahan Bakar Fosil?

Sudah menjadi sesuatu nan masuk akal ketika perkembangan industri global membutuhkan energi penunjang nan super duper banyak. Energi penunjang primer itu ialah bahan bakar minyak nan berasal dari fosil. Namun, ternyata energi tidak tidak terbarukan ini suatu hari kelak akan habis. Sebelum bahan bakar minyak tersebut habis, harganya pun terus melambung. Melambungnya harga minyak ini memnag cukup memusingkan kepala. Berpangku tangan dan termenung meratapi apa nan telah dan sedang terjadi bukanlah sifat para pemimpin dan pengusaha bergerak maju nan tidak mau berhenti bereksplorasi dan berinovasi. Energi alternatif pun dicari melalui penelitian nan serius dengan biaya nan tak sedikit.

Sumber bahan bakar botani dari jenis tumbuhan apa pun, kalau dirasa ada kemungkinan diolah menjadi bioenergi, maka bahan tersbeut akan diteliti dengan seksama. Memang sudah ada beberapa kandidat tumbuhan nan diharapkan memberikan hasil, namun ternyata ada masalah lain nan menghadang. Kelaparan global menjadi salah satu hal nan harus dipikirkan.

Misalnya, jagung dan gandum. Jagung sempat dijadikan salah satu sumber pembuatan bahan bakar nabati. Apa nan terjadi ialah bahwa pasokan jagung ke negara-negara nan membutuhkan menajdi sangat berkurang. Hal ini membuat pengelolaan bahan pangan nan berasal dari jagung juga menjadi menurun. Kekhawatiran semakin tampak di paras orang-orang nan berada di negara-negara nan hanya berharap dari jagung impor.

Penggunaan minyak kelapa sawit juga menimbulkan masalah tersendiri. Indonesia, misalnya, menghadapi permasalahan huma dan pemanfaatan hutan nan membabi buta demi ekspansi huma kelapa sawit. Pembukaan huma ini selain menimbulkan akibat lingkungan nan tak sedikit juga memberikan permasalahan rebutan huma nan pelik. Pertumpahan darah sampai terjadi.

Walaupun akhirnya Indonesia menjadi salah satu penghasil minyak kelapa sawit terbesar di dunia. Akibat negatif nan dirasakan rakyat Indonesia cukup besar. Apalagi ternyata banyak dari perusahaan kelapa sawit itu bukan milik bangsa Indonesia. Semakin terpuruklah masyarakat nan hanya dapat melihat kejayaan orang lain nan ada di tanah mereka. Kecemburuan inilah nan memicu terjadinya pemberontakan dan perlawanan terhadap pembukaan huma baru buat kebun kelapa sawit.

Melihat permasalahan nan ada, bisakah bahan bakar botani itu menggantikan bahan bakar dari fosil? Belum lagi pengelolaan nan memakan waktu lama dengan cadangan produksi tumbuhan nan dijadikan bahan bakar botani nan tidak dapat diprediksi. Keadaan cuaca dan iklim nan mulai ekstrim juga menjadi hambatan tumbuh bunga bahan primer pembuatan bahan bakar botani tersebut. Sistem pertanian modern belum mampu menyaingi murahnya pengelolaan bahan bakar nan berasal dari fosil. Sepertinya perjalanan bahan bakar botani menggantikan bahan bakar fosil masih panjang dan membutuhkan lebih banyak kolaborasi dengan banyak pihak.



Bentuk Final Bahan Bakar Nabati

Harga minyak bumi nan melambung tinggi beberapa tahun nan lalu membuat pemerintah di seluruh global mulai mencari alternatif sumber bahan bakar baru. Batu bara dan gas bumi sempat jadi primadona, namun sebab pemakaiannya nan semakin meningkat, harga kedua jenis bahan bakar ini pun ikut naik. keduanya merupakan bahan bakar nan tidak terbarukan. Jadi, semakin hari akan semakin menjadi barang nan langka. Akhirnya, bioenergi mulai dilirik.

Dari berbagai penelitian, bioenergi memiliki tiga bentuk final (akhir), yaitu:

  1. bahan bakar hayati/nabati (BBN, biofuels );
  2. listrik biomassa ( biomass-based electricity );
  3. kalor dendrotermal (untuk pengeringan, dll).

Dari semua bentuk final bioenergi ini, cuma bahan bakar botani (BBN) nan nisbi langsung dapat dijadikan sebagai bahan bakar. Apa itu bahan bakar botani (BBN) atau biofuels ? BBN ialah bahan bakar nan diekstrak, diproses atau disintesis dari biomassa.

Sampai saat ini banyak penelitian dilakukan buat mencari dan menemukan sumber biomassa nan dapat dijadikan BBN nan murah dan efisien. Kata ‘murah’ dan kata ‘efisien’ bukanlah satu kata nan main-main. Bila BBN itu tak murah dan tak efisien, itu artinya bahwa biaya produksi akan meningkat. Klaau biaya produksi meningkat, harga makanan atau produk nan dihasilkan niscaya akan tinggi. Kalau harga produk makanan atau produk apa pun nan menggunakan BBN tinggi, maka produk itu akan dijauhi oleh masyarakat. Kalau masyarakat tidak mau menggunakannya, itu artinya percuma saja penggunaan BBN itu.

Kampanye tinggal retorika belaka tanpa memberikan hasil apa pun. Dana penelitian nan besar menjadi bagai tanpa bekas. Itulah sebabnya, berbagai cara digunakan dan dicari agar dapat mendapatkan metode pembuatan BBN nan tepat dan pas.



Jenis Bahan Bakar Botani Potensial

Berikut ialah beberapa jenis bahan bakar botani nan potensial:



a. Biodiesel

Biodiesel ialah bahan bakar mesin diesel nan berupa ester metil atau etil asam-asam lemak. Dibuat dari minyak-lemak botani atau hewani dengan proses transesterifikasi (ditambah proses pra-esterifikasi) dengan metanol/etanol (metanolisis atau etanolisis).



b. Bioetanol

Bioetanol ialah etanol (alkohol) nan terbuat dari sumber daya hayati. Etanol kering atau mutlak saling-larut dengan bensin pada segala perbandingan (tetapi tak dengan solar/diesel). Sehingga bioetanol bisa dijadikan sebagai komponen pencampur bensin berangka oktan tinggi ( High Octane Mogas Component , HOMC); Angka oktan rata-rata bioetanol sekitar 104; kalau bioetanol dicampur dengan bensin angka oktannya naik sampai 118. Padahal angka oktan bensin premium saja cuma 87.



c. Biokerosin dan Bioavtur

Biokerosin ialah bahan bakar (cair) asal tumbuhan nan memiliki viskositas dan ciri pembakaran mirip minyak tanah. Biokerosin ini dapat diolah-lanjut (ditingkatkan mutunya) menjadi bioavtur.



c. Biogas

Biogas ialah gas produk akhir pencernaan/ degradasi anaerobik bahan-bahan organik oleh bakteri-bakteri. Dalam kondisi anaerobik berarti berada dalam lingkungan bebas oksigen atau udara.

Komponen terbesar (penyusun utama) biogas ialah metana 54 – 80 % volume dan karbondioksida 20 – 45 % volume). Nilai kalor: 2 m kubik biogas (kondisi kamar) setara dengan 1 liter minyak bakar atau minyak tanah (35 – 37 MJ). Biogas baik buat bahan bakar lokal pengganti kerosin (minyak tanah) di rumah tangga. Penggunaan buat bahan bakar industri juga sangat mungkin (dari sisa/ sisa pemanenan hasil budidaya, limbah pengolahan industrial hasil panen, dll).



d. Biohidrogen

Biohidrogen dihasilkan oleh mikroba-mikroba fotosintetik maupun fermentatif: alga mikro & sianobakteria (biofotolisis air) dan bakteria fotosintetik & fermentatif (dari bahan organik) pada temperatur dan tekanan rendah.



e. Minyak Diesel, Bensin, Kerosin, dan Avtur Hijau

Green diesel, gasoline, kerosene & avtur dibuat di kilang minyak bumi konvensional dari bahan mentah campuran minyak bumi mentah dan minyak botani mentah.

Titik pencampuran minyak botani mentah dengan fraksi minyak bumi di dalam kilang bergantung pada jenis bahan bakar hijau ( green fuel ) nan hendak dibuat.

Selain nan sudah dibahas di atas, masih ada jenis BBN nan masih dalam termin penelitian dan pengembangan, yakni Bio-oil.



f. Bio-Oil

Bio-oil ialah cairan hitam kental produk pirolisis-cepat serbuk kayu atau bahan lignoselulosik lain pada 500–1300oC; berkadar oksigen mirip kayu. Memerlukan pengolahan dan pemulusan lanjut. Teknologi produksi, pengolahan dan pemulusan sedang dikembangkan (terutama oleh negara maju).

Semua berharap bahwa bahan bakar nabati nan poensial tersebut dapat menjadi solusi nan menjanjikan bagi masyarakat dunia.