Terjadinya Patofisiologi Kulit

Terjadinya Patofisiologi Kulit

Tahukah Anda apa itu patofisiologi kulit ? Kulit sebagai pelindung buat jaringan-jaringan bagian dalam tubuh sebab bersifat elastis dan lentur. Fungsi utamanya sebagai alat ekskresi, indera peraba, loka pembuatan vitamin D dengan donasi cahaya matahari, buat mengatur suhu tubuh dan loka penimbunan lemak.

Tapi, apa jadinya kalau fungsi kulit tersebut tak bekerja secara normal? Rona merah-merah, bersisik, mengelupas. Penderita merasakan gatal-gatal pada bagian nan terserang dll. Ada kemungkinan, orang tersebut menderita patofisiologi kulit dampak infeksi mikroorganisme.

Mikroorganisme dapat menyebarkan toksin ke jaringan epidermis sehingga terbentuk ruam-ruam kemerahan. Proses nan berkembang selanjutnya dapat terjadi penyakit sistemik berupa imunologik. Aktifnya sistem imun dengan fungsi spesifik nan bekerja di jaringan kulit.

Pada dasarnya, jaringan tubuh manusia memiliki banyak cara buat membuat sistem pertahanan secara alami. Benturan nan mengenai kulit akan diredam dengan sifat elastis dan lentur jaringan epidermis terluar. Lapisan epidermis, stratum korneum, keratinosit, dan lapisan basal akan menahan mikroorganisme dan patogen lainnya masuk ke dalam jaringan. Saat keluar ekskresi, berbagai macam substrat akan mengatur pH di permukaaan epidermis pada taraf keasaman nan tak disukai oleh mikroorganisme .

Walaupun jaringan tubuh sudah memiliki sistem pertahanan nan canggih, tetap saja mikroorganisme bisa masuk ke dalam jaringan dengan berbagai cara. Kelainan fisiologis jaringan menandakan adanya infeksi dari mikrorganisme walaupun tak semuanya didahului dengan infeksi dari mikroorganisme.

Hal ini bisa dicermati dari penyakit eksantema nan sering menyerang anak-anak. Kemunculan ruam-ruam merah pada kulit akan diikuti dengan penurunan demam dengan cepat. Penyebabnya ialah herpes virus manusia tipe 6 (HHV 6). Patofisiologi ini biasanya menyerang anak-anak nan masih berusia kurang dari tiga tahun.

Perlu diperhatikan bagi kita semua, lapisan dermis bersama kolagen , elastin akan memberi konservasi pada saraf, pembuluh darah kapiler. Lapisan subkutis berperan sebagai isolator panas dan persediaan kalori. Pada anak batita nan kekurangan kolagen mudah terjadi edema (penimbunan cairan di dalam jaringan).

Untuk lebih mengenal lebih baik apa itu patofisiologi pada kulit, ada baiknya diketahui dulu apa itu kulit beserta bagian-bagiannya. Jaringan kulit tersusun atas tiga lapisan yakni: lapisan epidermis, dermis dan subkutis. Epidermis merupakan lapisan terluar, tebalnya sekitar 75-150 milimikro. Lapisan epidermis di telapak tangan dan kaki memiliki ketebalan nan lebih. Lapisan epidermis tersusun atas lapisan malpighi, stratum korneum, desmosom, melanosit dll.

Dermis memiliki ketebalan antara 1-4 mm. Reaksi metabolit banyak terdapat di lapisan dermis ini, banyak mengandung kolagen, elastin, sel saraf, pembuluh darah dan jaringan limfatik. Dijumpai pula beberapa kelenjar seperti ekrin, apokrin, sebascus, dan folikel rambut. Lapisan subkutis berada di bawah lapisan dermis. Lapisan ini tersusun atas jaringan ikat dan lemak.



Terjadinya Patofisiologi Kulit

Terjadinya patofisiologi pada kulit dapat disebabkan oleh infeksi. Terdapat tiga tipe kelainan kulit nan disebabkan infeksi seperti: mikroorganisme patogen nan masuk melalui sistem peredaran darah. Mikroorganisme ini mengakibatkan infeksi sekunder pada kulit. Persebaran toksin nan dihasilkan oleh mikroorganisme patogen. Penyakit sistemik nan disebabkan oleh proses imun (imunologik) berkembang di luar sistem.

Mikroorganisme patogen masuk ke dalam sistem peredaran darah menuju pada lapisan epidermis, dermis, endotel kapiler dermis. Di sini terjadi respon imun terhadap mikroorganisme tersebut. Kulit akan membuat reaksi pertahanan dengan prosedur antibakteri tanpa sine qua non pembentukan antigen. Secara alamiah, kulit dan permukaan epitel memiliki sistem innate protective nan akan menahan organisme patogen masuk. Substrat asam lemak bersifat toksik pada mikroorganisme sehingga dapat menghancurkannya.

Sel-sel kulit nan rusak akan langsung merespons dengan prosedur imunologik, apakah ada agen asing nan dapat membahayakan tubuh. Proses imunologik ini nan akan mengeluarkan organisme patogen melalui lapisan epidermis dan dermis. Sistem imun bekerja berkat kerja sel langerhans, dendrosit, endotel, dan keratinosit. Saat mikroorganisme patogen dapat masuk ke dalam jaringan kulit, sel-sel tersebut membuat respons imun. Dengan demikian, mikroorganisme bisa dirusak dan dieliminasi oleh antigen.

Infeksi nan disebabkan oleh virus menyebar lewat sistem peredaran darah. Infeksi ini menyebabkan kelainan kulit tanpa ada respon dari sistem imun. Contoh, penyakit morbili, rubella , dan gonococcemia . Asam laktat bisa langsung membunuh organisme patogen.



Penyebab

Patofisiologi pada kulit dapat disebabkan oleh toksin khusus nan dihasilkan oleh mikroorganisme patogen. Kulit terinfeksi oleh mikroorganisme pada satu loka saja. Tapi, mikroorganisme tersebut menghasilkan toksin nan bisa menyebar lewat peredaran darah.

Contoh penyakit ini yaitu demam scarlet nan disebabkan oleh bakteri streptokokus. Bakteri ini berupa kokus gram-positif nan bisa hayati dalam lingkungan anaerob. Bakteri ini membuat infeksi toksigenik dan piogenik.
Mikroorganisme patogen dari bakteri stafilokokus berupa kokus Gram-positif, mudah berkembang di lingkungan tanpa ada oksigen.

Mekanisme pertahanan dari jaringan kulit akan reaksi sel darah putih nan membentuk fagositosis buat merusak bakteri. Sayangnya bakteri ini menghasilkan exfoliative toxin nan dapat menyebabkan nekrolisis epidermis dan esotoksin nan menyebabkan toxic shock syndrome . Jenis-jenis bakteri penyebab toksin seperti ini antara lain: Staphylococcus aureus, S. epidermis . Bakteri ini masuk flora renik.

Patofisiologi pada kulit nan terjadi secara sistemik. Kelainan kulit ini berkaitan dengan imunologik. Contoh penyakit ini eritima nodosum dan eritima multiforme . Antigen nan terikat pada sel. Antigen ini nantinya diperankan oleh sel Langherhans , makrofag, dan dendrosit dermis. Sel-sel tersebut menghasilkan antigen dalam bentuk fragmen antigen terhadap limfosit spesifik.

Normalnya, limfosit memakai jalur dermis sebagai sirkulasinya. Limfosit ini tak masuk ke dalam pembuluh darah. Limfosit membentuk sel inflamasi perivaskular. Limfosit ini memiliki program buat bekerja sama dengan antigen nan pernah kontak dengan kulit.

Peredaran imfosit dari kulit menuju kelenjar limfe dan sebaliknya disebut homing . Limfosit homing nan tak berinflamasi akan mencari antigen. Jika ada antigen, limfosit akan memerintahkan sel endotel gepeng buat memanggil limfosit lainnya. Terjadilah reaksi inflamasi. Jika limfosit khusus ini berreaksi dengan antigen, respon imun akan terjadi. Limfosit-limfosit lain akan berproduksi dan akan melawan antigen.

Respon imun seperti ini bisa terjadi pada lapisan epidermis. Sel T mencapai lapisan epidermis lewat dermis. Supaya sel T dapat masuk, sel ini harus melalui membram basalis dan keratinosit. Adanya donasi substansi IL-8, sel T dapat masuk ke dalam epidermis. Limfosit nan sudah berada di lapisan epidermis akan aktif berkat kerja sel Langherhans . Respon imun semakin kuat dan mengeliminasi antigen, serta penghancuran sel-sel nan terinfeksi.



Kelainan Kulit

Kelainan kulit tak hanya disebabkan oleh jebolnya epidermis sebagai pertahanan pertamanya. Kelainan kulit nan terjadi pada lapisan dermis juga bukan sebab hanya semata-mata reaksi imunologik. Semua kelainan nan terjadi sebagai dampak proses menyeluruh dampak aktifnya berbagai sel pada sistem imun. Sel aktif antara lain sel Langherhans, keratinosit, sel T, sel endotel dan makrofag.

Sel efektor ialah limfosit sebagai sel penghancur, sel mast dan fagosit. Substrat nan mampu meloloskan limfosit antara lain IL-1, IL-2, IL-3, hasil produk sel mast, limfokin, sitokin, keratinosit. Sel-sel tersebut itulah nan mengakibatkan terjadinya inflamasi (kelaianan) pada kulit.

Itulah informasi seputar patofisiologi kulit. Semoga bermanfaat!