Pelestarian Hutan di Indonesia

Pelestarian Hutan di Indonesia

Hutan Sangeh ialah hutan nan memukau. Berjarak tidak jauh dari kota Denpasar (sekitar 25 km) arah utara, Anda akan menemukan hamparan hijau pepohonan begitu luas, nan mencapai 10 hektar. Di loka ini, ratusan monyet telah menanti. Mendengar "celoteh" mereka, tentunya akan menjadi pengalaman tidak terlupakan.



Monyet Sangeh di Hutan Sangeh

Ya, itulah keunikan nan dimiliki wisata alam Hutan Sangeh. Kawasan ini merupakan habitat monyet berwarna abu dan berekor panjang, bernama latin Macaca fascicularis . Saat ini, populasi monyet penghuni Hutan ini terhitung banyak, sekitar 700 ekor.

Layaknya perkampungan manusia, monyet-monyet ini juga memiliki tiga "kampung" nan masing-masing dipimpin oleh seekor monyet jantan. Kampung-kampung itu tersebar di bagian barat, tengah, dan timur kawasan hutan. Monyet jantan tersebut berlaku sebagai raja nan menguasai dan menjaga kawasan dari monyet lain nan bukan anggota kelompoknya.

Adapun buat mengetahui monyet jantan nan menjadi pemimpin (raja), dapat dilihat dari perilakunya nan paling agresif. Umumnya bertubuh besar dan biasanya dikelilingi oleh monyet-monyet betina.

Monyet di kawasan Hutan Sangeh dapat dibilang sudah terbiasa dengan kehadiran manusia. Karenanya, jika mengetahui ada manusia (wisatawan) nan memasuki hutan, monyet-monyet itu langsung mengerubunginya. Tapi jangan khawatir, walaupun tinggal di alam liar, monyet-monyet ini cenderung tak berbahaya. Mereka hanya mendekat jika ada dari pengunjung nan memberikan makanan. Hanya saja, buat keamanan, tetap jaga jeda kondusif dengan monyet-monyet tersebut.

Monyet Hutan Sangeh pun boleh dibilang punya konduite "santun". Mereka tak akan merampas makanan atau barang-barang bawaan dari pengunjung. Bahkan, keberadaan monyet-monyet ini oleh masyarakat sekitar diyakini sebagai penjelmaan prajurit putri dari Kerajaan Mengwi di waktu silam. Monyet Sangeh dianggap sebagai monyet suci, membawa berkah dan tidak boleh diganggu.

Tentu saja, kebenaran dari cerita turun-temurun itu tidak dapat dipastikan. Hanya saja, jika cerita tersebut dianggap sebagai bentuk kearifan lokal masyarakat setempat, ia telah memainkan peran nan tepat. Cerita itu membuat monyet-monyet Sangeh tetap lestari hingga kini.



Hutan Sangeh

Kata Sangeh diyakini berasal dari dua kata, "sang" berarti orang dan "ngeh" berarti lihat. Sehingga dapat diterjemahkan sebagai orang nan melihat. Nama ini diyakini masyarakat sekitar berkaitan dengan cerita mitos tentang Hutan Pala.

Konon, kayu-kayu Pala diceritakan seperti manusia, sedang dalam "perjalanan" dari Gunung Agung di Bali Timur menuju ke Bali Barat. Tapi, sebab ada orang nan melihat "perjalanan" mereka, akhirnya pohon-pohon tersebut berhenti di loka nan sekarang dikenal sebagai Sangeh.

Selain keberadaan monyet-monyet jinak, Hutan Sangeh mempunyai daya tarik bangunan kuno, yaitu pura (tempat peribadatan) bagi masyarakat Hindu. Tercatat ada beberapa pura di hutan ini, yaitu Pura Melanting, Pura Tirta, Pura Anyar, dan terbesar ialah Pura Bukit Sari.

Pura-pura ini merupakan peninggalan Kerajaan Mengwi pada abad ke-17 Masehi. Pura ini boleh dikunjungi oleh siapa pun, kecuali perempuan nan sedang haid atau mereka nan baru saja ditinggal wafat oleh keluarganya. Ini dimaksudkan agar kesakralan pura tetap terjaga.

Hutan Sangeh juga memiliki hutan sejenis yaitu hutan pala nan membentang sepanjang hutan. Jadi, ketika menjelajahi hutan ini, mayoritas pohon pala nan akan Anda temui. Pohon-pohon tersebut rata-rata sudah berumur ratusan tahun.

Tak sabar ingin segera melihat "celoteh" monyet di hamparan hutan pala nan maha luas? Segeralah berkemas menuju Hutan Sangeh . Hanya bermodalkan Rp.5.000,- sebagai tiket masuk, Anda sudah berada di dalam kesegaran hutan nan mempesona ini.



Pelestarian Hutan di Indonesia

Hutan merupakan kumpulan pohon-pohon dan hewan nan berada dalam suatu kawasan nan saling berinteraksi, mereka hayati di atas tanah nan hayati dalam keseimbangan. Hutan ini akan tetap lestari bila kita mau melestarikannya.

Namun, apabila tak dilestarikan, maka akan timbul kepunahan terhadap ekosistem hutan tersebut. Kepunahan atau kerusakan hutan ini salah satunya dapat disebabkan oleh penebangan hutan secara liar.

Zaman semakin berkembang, terutama di global industri teknologi. Populasi manusia pun semakin bertambah, sehingga kebutuhan sandang, pangan, dan papan bertambah pula.

Kebutuhan tersebut didapatkan dari sumber daya alam, seperti tumbuh-tumbuhan, hasil tambang, lahan, dan lain sebagainya. Akan tetapi, persediaan sumber daya alam tersebut semakin hari semakin menipis. Manusia terus mengambil sumber daya alam tersebut. Tentu saja, lama-lama akan berkurang apabila tak dikembangkan lagi.

Itulah, mengapa penebangan hutan di mana-mana sedang marak terjadi. Populasi manusia nan semakin meningkat menyebabkan lahan-lahan pertanian digunakan sebagai loka tinggal. Industri nan semakin banyak juga semakin mengurangi lahan-lahan pertanian.

Fenomena tersebut sudah berlangsung sejak dulu. Huma pertanian dan hutan-hutan semakin berkurang sebab dipakai buat loka tinggal dan buat pembangunan industri-industri.

Akibatnya, sumber daya alam semakin berkurang, terutama pepohonan. Daerah pegunungan saja sekarang sudah mulai diambil sumber daya alamnya. Pepohonannya di tebang dan tanahnya diambil sebagai bahan pembuatan bangunan-bangunan, sehingga banyak gunung nan sudah tak ada sebab hal tersebut.

Hewan-hewan nan mempunyai loka tinggal di hutan tersebut menjadi terusir dan tak mempunyai loka tinggal. Apabila hal tersebut terus terjadi, maka populasi hewan hutan akan punah, seperti monyet Sangeh ini. Jika tak dilestarikan, maka populasinya akan punah.

Program go green yang diusung beberapa tahun ini tak terlalu dipedulikan. Penanaman seribu pohon buat mengurangi global warming juga tak terlalu mendapatkan respon dari masyarakat.

Padahal program tersebut sangat bagus, tapi sebab tak didukung penuh oleh masyarakatnya dan fasilitasnya kurang, maka program tersebut hanya sebagai bahan perbincangan saja. Hanya ada slogan-slogan nan dipampang di depan umum.

Program tersebut digembor-gemborkan, tapi penebangan pohon pun semakin banyak. Penggundulan hutan dan gunung terus meningkat, sedangkan penanaman kembali pohonnya tak dilakukan.

Gunung nan gundul dibiarkan begitu saja, sehingga menjadi gersang dan tanahnya tandus dan global warming semakin meningkat. Pohon sebagai sumber nan bisa mengurangi global warming malah habis ditebang. Rumah-rumah kaca semakin banyak. Jadi, jangan heran jika keadaan bumi ini semakin hari semakin panas.

Daerah perkotaan nan sporadis di tanam pepohonan dan banyaknya rumah kaca, hawanya panas dan tak sejuk. Berbeda apabila di pedesaan nan keadaan alamnya masih banyak pepohonan dan rumah-rumah kaca masih jarang, hawanya itu sejuk dan segar.

Akan tetapi, di daerah pedesaan saja sekarang sudah mulai terasa sumpek. Populasi manusia nan semakin banyak dan ditambah pembangunan huma industri di daerah pedesaan, membuat hawa pedesaan mulai tercemar dan tak sejuk.

Jadi, di mana kita bisa menemukan loka nan sejuk dan nyaman? Apakah masih ada loka nan seperti itu di Indonesia? Kalaupun ada, itu hanya ada di beberapa loka saja.

Hutan nan kita miliki harus dilestarikan, sehingga anak cucu kita dapat menikmati hutan nan kita miliki. Kita tak boleh memanfaatkan hutan secara sembarangan. Kalau hutan nan kita miliki habis, maka akan terancam bencana, seperti nan sudah dijelaskan di atas. Agar hutan kita tetap lestari, maka kita harus melestarikannya. Usaha-usaha nan bisa kita lakukan, misalnya dengan cara sebagai berikut.

  1. Menanam kembali hutan nan gundul atau dikenal dengan istilah reboisasi. Daerah-daerah nan gundul atau mengalami kekeringan akan bisa kembali hijau bila dilakukan reboisasi, yaitu dengan menanam kembali daerah nan gersang dengan menanam tanaman nan sinkron dengan kondisi hutan.
  1. Tidak menebang hutan secara sembarangan. Kita harus melakukan penebangan sistem tebang pilih, yaitu pada saat akan menebang pohon kita harus melihat terlebih dahulu ukuran nan sinkron dan mengganti dengan tanaman nan baru.
  1. Mengurangi pemakaian bahan-bahan nan berasal dari pohon. Misalnya, penghematan pemakaian kertas dan tisu atau mendaur ulang kertas bekas menjadi barang nan bermanfaat.
  1. Melakukan gerakan penanaman seribu pohon dan merawatnya, sehingga pohon tersebut tumbuh besar dan bisa bermanfaat buat mengurangi global warming .
  1. Menjaga hutan dari penebang liar dengan menjadikan hutan-hutan sebagai hutan lindung.

Masih banyak lagi nan bisa kita lakukan buat mengurangi penebangan pohon. Dengan dimulai dari diri kita sendiri dan memberikan contoh kepada orang lain, sehingga secara tak langsung kita mengajak kepada orang lain buat bersikap peduli pada lingkungan.

Kalau bukan kita nan melestarikan sumber daya alam nan ada di negara ini, siapa lagi. Kita nan hayati di negara ini, nan melakukan dan merasakan akibatnya, yaitu kita sendiri. Untuk itu, marilah menjaga kelestarian negara kita ini bersama-sama. Ciptakan kembali negara Indonesia sebagai negara agraris dan terkenal dengan estetika alamnya.

Jagalah populasi hutan dan hewan nan ada didalamnya dengan menjaga kelestarian alam. Semoga informasi tentang hutan Sangeh dan pelestarian hutan di Indonesia ini bermanfaat bagi Anda.