Go Green

Go Green

Eropa ditutup salju. Di Inggris, pertandingan big match MU lawan Arsenal gagal dihelat. Warga Eropa lain terganggu aktivitasnya. Cuaca ekstrem ini bukan saja terjadi di Eropa, melainkan di belahan global lain. Iklim dunia memang tidak menentu. Konduite manusia nan mengejar profit, tak mengindahkan manusia dan planet.

Sifat manusia sebagai homo economicus membuat insting pendayagunaan alam jadi beringas. Namun, manusia abai terhadap pencegahan. Siapa menabur angin akan menuai badai. Pemanasan dunia ( global warming ) menjadi akibat serius di setiap negara.



Inconvenient Truth

Potret dahsyat akibat pemanasan dunia terekam dalam film Inconvenient Truth . Karya dokumenter besutan Al Gore tersebut menohok banyak pihak. Pemanasan Dunia nan dianggap palsu, ternyata asli.

Film tersebut menggambarkan jelas perubahan bumi. Salju di gunung mulai menipis. Hutan telah menggundul. Namun paradoksal di belahan bumi lain air sulit didapat. Kebenaran ( truth ) ini memaksa banyak pihak buat do something . Konferensi iklim dunia jamak dihelat. Perjanjian lingkungan hayati diteken.

Iklim dunia membuat masyarakat global ketar-ketir. Alam nan sedang marah dapat melahap siapa saja. Kejadian alam seperti tsunami, banjir, hujan, dan sebagainya tidak kepas dari imbas pemanasan global. Kini, pemanasan dunia menjadi peringatan dunia ( global warning ). Peringatan ini ditujukan bagi konduite manusia nan tidak ramah lingkungan. Alam dapat marah. Merespon ulah manusia nan bandel pada lingkungan.



Go Green

Kini kampanye go green menggema di mana-mana. Apa pun berlabel ramah lingkungan. Go green seolah kata mujarab nan ampuh. Namun, tindakan mikro demikian tak akan berefek signifikan jika secara makro kita keteteran. Konduite buang sampah pada tempatnya, mengurangi pemakaian plastik, dan sebagainya, tak akan berdampak signifikan jika pendayagunaan alam terus dilakukan. Limbah industri tidak dikurangi dan polusi kendaraan kian meninggi.

Konferensi internasional jamak ditemui. Namun negara-negara belum mempunyai titik temu. Semua berpulang pada kepentingan nasional ( national interest ). Negara Brasil dan Indonesia nan disebut paru-paru global memegang peranan penting. Namun kuncinya terletak pada negara besar macam AS, China, German, dan seterusya.

Mekanisme kompensasi karbon nan diusung dapat tergelincir menuju transaksi berbasis materi semata. Penyelamatan lingkungan tak dapat ditakar oleh sekian juta dolar.

Efek dahsyat iklim dunia kian di depan mata. Kita mesti bergandengan tangan. Perlu common interest (kepentingan bersama) agar mengikat komitmen kita mencegah laju nan dahsyat ini. Negara bangsa tak cukup dengan membaur, tapi harus melebur kepentingan nasional agar dapat dirumuskan sebagai platform global dalam aksi massal ini.