Rasa Suka, Idealisme, Fanatisme, dan Komunitas

Rasa Suka, Idealisme, Fanatisme, dan Komunitas

Aku suka , kamu suka, sudah jangan bilang siapa-siapa. Familiar dengan kalimat tersebut? Mungkin Anda pernah mendengar kalimat ini berkali-kali dinyanyikan dan diperdengarkan melalui radio-radio ataupun pertunjukan musik di stasiun-stasiun televisi nasional. Ya benar! Kalimat tersebut merupakan cuplikan lirik lagu nan pernah dinyanyikan oleh Pingkan Mambo, salah seorang penyanyi nasional nan memulai debutnya dengan duo Ratu bersama Maia Estianty.

Mungkin aku tak perlu menjelaskan lebih jauh mengenai cuplikan lirik lagu ini kepada Anda. Siapa nan tahu, jangan-jangan Anda justru ialah seseorang nan suka dengan lagu ini. Bagaimana tanggapan Anda? Mungkin, ya! Jika jawabannya ya, tidak usah ragu. Saya pun sepakat bahwa lagu ini memang memiliki daya tarik nan tak biasa.

Lirik-lirik nan keletah dengan nada nan ceria dinyanyikan secara apik oleh Pingkan Mambo dengan suaranya nan khas. Harmonisasi antara lirik, nada, dan ciri si penyanyi, plus style berpakaian nan tak biasa (pada saat itu) menjadi kemasan nan memang layak disukai, easy listening sekaligus eye catching . Sebuah tontonan, sekaligus hiburan nan menarik dari pendatang baru di tengah-tengah kemonotonan genre.



Timbulnya Rasa Suka

Betul, rasa suka seseorang akan suatu hal disebabkan oleh suatu pemicu nan berfungsi seperti magnet ketertarikan nan mampu menyerap segala perhatian dan minat seseorang terhadap objek-objek nan dipilihnya. Baik itu terhadap benda, jenis musik, aliran film, makanan, minuman, bahkan terhadap sesama manusia.

Rasa suka tak muncul begitu saja, ada proses rangsangan dari otak atas objek-objek nan menggugah rasa suka seseorang. Ada pepatah nan menyatakan,"Rasa suka itu berawal dari mata turun ke hati". Pernyataan itu ada benarnya, namun memang melewati satu fase, yakni proses kimiawi dalam susunan otak nan membuat rangsangan buat memiliki rasa suka terhadap suatu objek.

Pernah mendengar istilah chemical mistry ? Ya, selain rangsangan psikologis, rangsangan kimia juga memang memiliki andil dalam pemilihan objek rasa suka ini.

Rangsangan nan muncul sebagai kerja otak terhadap ketertarikan seseorang pada objek-objek nan disukai tak bersifat universal. Oleh sebab itu, rasa suka nan muncul pun akan berbeda. Objek nan menurut seseorang menarik belum tentu menarik juga bagi orang lain. Begitupun sebaliknya. Jika ada kesamaan buat suka terhadap objek nan berbeda, ada pula orang-orang nan memiliki rasa suka terhadap objek nan sama.

Saya kira hal itu disebabkan sebab sepersekian juta stimulan nan dihasilkan oleh kerja otak pada sepersekian juta manusia nan berbeda akan menemukan kecenderungan hasil proses. Mari kita coba logika ini melalui hitungan matematis.

Jika kerja otak dari seribu responden diobservasi secara bersamaan buat tujuan tertentu, mungkin akan ditemukan beberapa kecenderungan hasil reaksi kimia. Setidaknya, satu dari sepuluh orang memiliki kemungkinan hasil nan serupa.

Bukan rekayasa, jika hal itu memang terjadi. Ini sebab pada dasarnya kerja otak setiap manusia sama. Yang membedakan adalah bagaimana para individu tersebut menghasilkan pemikiran dari perpaduan antara kebudayaan, ideologi, idealisme, hingga pengalaman hidupnya. Nah, terkadang kecenderungan unsur-unsur di luar kerja kimia otak ini juga turut mempengaruhi objek rasa suka seseorang, sehingga juga muncul kesamaan.



Pompa Kepribadian dari Rasa Suka

Pernahkah Anda memiliki pengalaman menyukai suatu objek nan menarik? Niscaya pernah. Karena pada hakikatnya, manusia memang memiliki kesamaan buat mengagumi objek lain di luar dirinya. Stimulus nan membangkitkan minat dan ketertarikan tersebut akan muncul dari pengalaman-pengalaman hayati serta pola pikir nan dihasilkan oleh masing-masing individu.

Anda mungkin menyukai suatu objek. Misalnya, aliran musik dan penyanyi-penyanyinya sebab Anda terlanjur menggabungkan diri pada kelompok pencinta aliran musik tersebut.

Atau mungkin Anda menyukainya sebab turun-temurun dari orang tua Anda. Jadi, musik tersebut merupakan kenang-kenangan pada masa pengenalan awal di keluarga. Atau pula Anda memang menyukai musik tersebut murni dari hati, kemudian menjadi salah satu faktor nan memberikan influence atau pengaruh dalam komunitas dan pengenalan di keluarga.

Di luar kemungkinan-kemungkinan tersebut, niscaya pula Anda sadar, bahwa global di mana kita tinggal menyuguhkan hal-hal menarik nan memang tidak dapat kita pungkiri keberadaannya. Bahkan, hal-hal nan kita benci pun menyembunyikan potensi itu. Misalnya, diam-diam kita mungkin pernah menyanyikan lagu nan penyanyinya kita hina.

Mengapa? Karena selain menyimpan hal-hal nan disukai sebagai kenangan, otak manusia pun mempunyai kapasitas buat membekukan pengalaman nan dianggap jelek oleh seseorang. Itulah nan menyebabkan terkadang orang secara tak sengaja mengungkit hal nan tak ia sukai (termasuk menyanyikan lagu dari penyanyi nan tidak disukai). Bahkan dalam kasus tertentu, memori jelek tersebut bisa menggeliat menjadi sebuah mimpi buruk.

Disadari atau tidak, objek-objek nan menjadi ketertarikan dalam pandangan Anda akan bisa membangkitkan jati diri nan mungkin terpendam. Kepribadian Anda akan dapat keluar dari kepompongnya jika Anda berfokus buat meraih pencapaian dengan tujuan objek-objek nan menjadi tujuan minat Anda. Bahkan dengan berfokus pada tujuan tersebut, siapa tahu ada sisi lain dari diri Anda nan akan muncul.

Jika seseorang memilih objek eksklusif sebagai sumber ketertarikan, maka akan ada semacam jaringan pengikat antara Anda dengan objek pilihan Anda tersebut. Semakin besar rasa nan dimiliki seseorang buat mengagumi suatu objek, semakin dalam pulalah ia tenggelam ke dalam karakter objek itu sendiri.

Seseorang nan telah mencapai taraf fanatisme atau keterikatan nan khas pada objek tersebut, tidak akan segan buat melakukan cara-cara nan menurutnya pas. Dengan tujuan buat meraih pencapaian akan hal nan menjadi keinginannya selama ini.

Ketertarikan Anda terhadap suatu objek juga bekerja seperti mesin pembentukkan aktualisasi diri diri. Rasa dan hasrat nan mendorong kesukaan kita terhadap suatu objek biasanya didesak oleh ekspresi-ekspresi nan telah kita miliki. Sehingga himpunan-himpunannya akan membentuk kepribadian kita. Di sini kita bisa melihat, ada ikatan kuat di antara minat, ketertarikan, objek, serta kepribadian dalam diri individu.

Terjadi interaksi sederhana (yang sebetulnya cukup rumit) antara ketiga hal tersebut. Ketertarikan akan suatu objek dipengaruhi kepribadian, karakteristik, dan pola pikir nan telah kita miliki. Namun, objek nan lalu kita pilih buat memenuhi kebutuhan ekspresif itu pun sebaliknya akan mempengaruhi garis kepribadian, karakteristik, dan pola pikir menjadi sesuatu nan lebih kompleks.



Rasa Suka, Idealisme, Fanatisme, dan Komunitas

Idealisme, fanatisisme, dan komunitas. Ketiga istilah tersebut merupakan perkembangan kebutuhan manusia mengenai objek-objek nan disukai dan sekaligus menjadi ketertarikan dirinya. Ketiga hal tersebut akan muncul jika seseorang telah menemukan bahwa jati dirinya ada di dalam objek nan ia pilih sebagai bendanya.

Fanatisisme dan idealisme lahir seiring dengan pendalaman nan dilakukan seseorang dalam memperkaya pengetahuannya tentang objek-objek nan dipilih. Termasuk sejarah, perkembangan, dan nan terpenting eksistensinya di masa kini. Kemudian, komunitas lahir sebagai desakan sesama pemilih objek buat menjalin komunikasi. Dari sekedar mengadakan diskusi, hingga acara-acara besar nan akan mempersatukan orang-orang dengan ketertarikan nan sama tersebut.

Hal ini bisa kita lihat dalam kenyataan ketika seseorang menyukai aliran musik tertentu, reggae misalnya. Pemilihan musik reggae yang dilakukan oleh fans -nya diakui berasal dari dorongan minat pribadi nan dimunculkan dari kepribadian, karakteristik, kebutuhan berekspresi, dan pola pikir mereka. Namun, semakin mereka memperdalam pengetahuan tentang musik reggae ini, mereka pun akan semakin larut dalam idealisme reggae yang pertama kali diusung oleh Bob Marley.

Mr. Marley ialah seorang tokoh musik reggae yang juga seorang aktivis. Dalam aksinya, seringkali ia suarakan hati rakyat selantang-lantangnya melalui lagu nan ia ciptakan. Ia pun mengumpulkan kelompoknya sendiri, nan kemudian kerap melangsungkan aksi protes dengan cara nan damai.

Banyak orang nan fanatik terhadap aliran musik reggae pun akhirnya bergabung dalam idealisme nan digagas oleh Mr. Marley ini. Selain itu, tak sporadis pula di antara mereka nan sudah familiar dengan cara hayati kaum masyarakat reggae .

Meskipun nampaknya musik reggae bukan menjadi mainstream di negara kita, namun keberadaannya tak bisa dimentahkan. Generasi-generasi muda nan masih menggelora jiwa pergolakannya, banyak nan mengambil alih musik reggae ini. Bukan saja sebagai musik nan dipilih buat disukai, namun juga sebagai urat nadi dalam hidupnya. Menjadikan musik ini sebagai panutan dan jalan buat menyuarakan bentuk protesnya.

Reggae merupakan aliran musik nan berada di jalur 'keras', namun tema kedamaian nan selalu diusung justru menghadirkan penggemar nan jumlahnya tak sedikit. Kesan kontradiktif aliran musik ini menjadi daya tarik nan luar biasa bagi para fans yang kemudian membuat komunitas-komunitas reggae . Yang kemudian melahirkan musisi serta aktivis-aktivis baru di jalur reggae .

Dari klarifikasi tersebut, seharusnya bisa Anda simpulkan bahwa sudah merupakan suatu kebenaran jika ada keterkaitan antara rasa suka, kepribadian, karakteristik, kebutuhan berekspresi, dan pola pikir. Dan hal ini tak hanya berkembang di atas permukaan saja. Pendalaman terhadap objek-objek terpilih akan menghadirkan juga perkembangan nan luar biasa pada pribadi-pribadi penyukanya, hingga ke arah fanatisme.

Dan fanatisme bukan sekadar rasa suka seseorang terhadap suatu hal nan menurutnya menarik. Fanatisme lebih kepada pemahaman nan mendalam, hingga menimbulkan keyakinan dalam diri setiap orang nan memiliki kecintaan nan sangat tinggi terhadap objek ketertarikan pribadinya masing-masing.