Dampak Buruk Invansi Ikan Red Devil

Dampak Buruk Invansi Ikan Red Devil

Pernahkah Anda mendengar kisah invansi Red Devil di Indonesia? Yang dimaksud Red Devil di sini bukan skuad setan merah dari Manchester United, Inggris, melainkan segerombolan ikan merah dari sungai Amazon, Brazil.

Invansi Red Devil ke perairan Indonesia terutama bendungan di Indonesia ternyata berdampak jelek terhadap ekosistem di dalamnya. Red Devil merupakan ikan nan memiliki corak rona nan menarik seperti merah menyala dan kuning, dengan postur tubuh nan pipih dengan bentuk kepala agak menonjol.

Ikan Red Devil menyerupai ikan hias laut. Di balik pesona ikan Red Devil rupanya dia menyimpan ancaman nan luar biasa bahaya. Seberapa bahaya dari ikan Red Devil ? Mari kita ulas satu persatu. Bagaimana terjadinya ledakan populasi ikan Red Devil ini sehingga menginvasi habitat ikan lokal. Sebelum membahas lebih lanjut, kita telisik karakter Red Devil terlebih dahulu.



Kerabat Red Devil

Red Devil merupakan ikan orisinil dari sungai Amazon, nama latinnya Amphilophus Labiatus , masuk dalam family Cichlidae . Red Devil masih ada pertalian darah dengan ikan Nila, perlu Anda ketahui bahwa ikan Nila itu bukanlah ikan orisinil dari Indonesia, melainkan didatangkan dari Mesir.

Ikan Nila tidak seganas ikan Red Devil nan bersifat militan dan karnivora. Ikan Red Devil pertama kali diperkenalkan di Indonesia sejak muncul demam ikan Lou Han di kalangan pecinta ikan hias air tawar.

Ikan Red Devil di impor langsung dari Malaysia. Awalnya sebelum Louhan nge- trend di sini, ikan Louhan sudah nge- trend di Malaysia lebih dahulu. Ikan Louhan atau Cenchu ini memiliki istilah latinnya Amphilophus trimaculatus , ikan Louhan merupakan ikan hasil dari persilangan dari berbagai jenis Louhan nan masih masuk kerabat cichlidae , termasuk juga ikan Red Devil turut menyumbang gen kepada ikan Louhan , yakni pada jidat Lou Han nan menonjol.

Deskripsi singkat ikan Lou Han merupakan ikan protesis manusia dengan cara mengawin silangkan ikan dari famili cichlidae , termasuk ikan Red Devil guna menemukan spesies baru nan memiliki nilai jual lebih dari sekadar ikan liar.



Proses Terjadinya Invansi Ikan Red Devil

Bermula dari ikan hias, ikan Red Devil menjadi bala ekologi. Pada akhir dasa warsa 90 an, global penggemar ikan hias diramaikan dengan ikan Louhan. Trend ikan Lou Han diperkenalkan oleh komunitas penggemar ikan Louhan dari Malaysia. Bahkan di peternak ikan Louhan Malaysia sukses menciptakan varian-varian baru ikan Louhan.

Red Devil turut hadir bersama ikan Louhan ,karena memang ada kemiripan antara Louhan dan ikan Red Devil . Karakter Red Devil nan militan dan responsive terhadap manusia menjadikan Red Devil sukses menarik perhatian penggemar ikan hias. Dan permintaan akan ikan Red Devil pun bertambah banyak, akhirnya peternak lokal pun mencoba mengawinkan Red Devil nya.

Rupanya Red Devil ialah ikan nan mudah berkembang biak, sekali bertelur Red Devil betina mampu mengeluarkan ribuan telurnya. Namun sayangnya, petani lokal tidak memiliki pengetahuan lengkap dengan bahayanya membudidayakan ikan asing tanpa tahu bahwa ikan ini akan menjadi ancaman bagi ekologi Indonesia.

Ikan Red Devil ibarat bom waktu nan siap meledak dengan akibat kerusakan masif. Bom itu pun akhirnya meledak, salah satu peristiwa itu terjadi di Waduk Sermo nan terletak di Kabupaten Kulon Progo.

Sejarah mencatat setelah waduk selesai dibangun pada 1994 dan kemudian diresmikan oleh Presiden Soeharto pada waktu itu. Lantas diadakan penyebaran bibit ikan Nila, disinilah awal malapetaka dimulai. Dalam proses penyebaran bibit ikan dari aneka jenis ikan, tanpa diketahui petugas perikanan ternyata ada ikan Red Devil nan ikut disebarkan.

Ikan Red Devil nan dapat beradaptasi dengan cepat dan bersifat hewan pemakan daging akhir memakan apa saja seperti, anak ikan, telur–telur ikan maupun ikan dewasa. Tak pelak populasi ikan lokal di waduk Sermo pun terdesak dan menyusut jumlahnya. Dan Red Devil berkembang biak menjadi bertambah banyak. Koloni Red Devil pun akhirnya menguasai perairan Waduk Sermo.



Dampak Buruk Invansi Ikan Red Devil

Masih di peristiwa invansi red devil di Waduk Sermo, Kulon Progo. Akibat nan diakibatkan invansi Red Devil bagi masyakat dan petani lokal sangat terasa. Yakni hilangnya ikan lokal seperti Lele, Wader, ikan Nila diperairan Waduk Sermo.

Penduduk setempat ketika menjala ikan di waduk kesulitan mencari ikan Mas dan Nila, hampir semua tangkapan ialah ikan Red Devil . Ironisnya ikan V sekarang ini tidak ada nilai jualnya. Kalau mau ditawarkan ke penjual ikan hias banyak ditolak sebab tidak laku. Ikan Red Devil juga tidak dapat dikonsumsi sebab dagingnya sedikit, lebih banyak durinya. Akhirnya ikan Red Devil nan sudah ditangkap, terpaksa dimusnahkan di pinggir waduk dengan cara dibakar.



Ancaman buat Ekosistem Perairan Indonesia selain dari Red Devil

Tak hanya ikan Red Devil saja nan telah menjajah habitat lokal, sebenarnya masih banyak hewan nan berbahaya bagi kelestarian ekosistem alam Indonesia. Hewan atau ikan-ikan asing kalau terlepas di sungai Indonesia akan menjadi ancaman nyata.

Berikut ini "profil" hewan peliharaan nan didatangkan dari luar negari dan berpotensi menginvansi ekosistem perairan Indonesia.



1. Ancaman selain dari Red Devil - Aligator Gal

Alligator Gal dengan nama latinnya Atractosteus Spatula , tergolong ikan predator atau ikan hewan pemakan daging air tawar. Orang Indonesia menyebutnya ikan buaya sebab bentuk moncongnya menyerupai moncong buaya atau alligator. Ikan jenis ini juga sama rakusnya dengan ikan Red Devil.

Habitat orisinil ikan buaya terdapat di perairan Amazon dan Amerika Latin terus menyebar ke Amerika Serikat. Ikan Alligator Gal merupakan ikan buas nan memakan mahluk apa saja nan ada disekelilingnya dari ikan, belut, kura sampai anak kelinci. Ikan alligator mampu memakan sebanyak 20 % dari total berat badannya. Jika dilihat berdasarkan hal ini, keganasan ikan Red Devil dapat jadi kalah telak.

Di pasar ikan hias di Indonesia, Alligator Gall merupakan komoditas nan diperdagangkan secara bebas tanpa ada supervisi dari Balai Perlindungan Alam. Tercatat beberapa kali ikan Alligator Gal tertangkap oleh penduduk di sejumlah daerah. Terbukti ikan berbahaya ini sukses lolos dan hayati di sungai-sungai Indonesia, seperti ikan Red Devi dan ini akan menjadi bala jika aligator bereproduksi menjadi banyak.



2. Ancaman selain dari Red Devil - Piranha

Selain Red Devil, inilah ikon penghuni sungai-sungai di Amazon, namanya ikan Piranha. Ikan Piranha merupakan ikan paling buas, terkenal sebagai ikan pembunuh nomer satu di Amazon. Kawanan ikan Piranha mampu memangsa hewan apa saja, termasuk manusia.

Mereka memakan dan memburu mangsanya secara bergerombol. Kawanan Piranha menggigiti tubuh mangsanya secara bersamaan, mencabik-cabik daging buruannya hingga nan tersisa hanya tulang belulangnya saja. Piranha mampu mencium darah hewan dari radrius 1 km. Keganasan ikan ini cukup paradoksal jika dibandingkan dengan Red Devil . "Bagusnya" ikan Piranha ini cukup mudah ditemui di pasaran.



3. Ancaman selain dari Red Devil - Keong Mas

Keong Mas dibawa dari benua Afrika sebagai hewan peliharaan. Awalnya keong Mas merupakan penghias akuarium, namun sayangnya pesona keong Mas berubah menjadi bala ekologi bagi pertanian di Indonesia. Sama seperti ikan Red Devil nan membahayakan ekosistem perairan di Indonesia.

Keong Mas merupakan hama bagi tanaman padi. Kawanan Keong Mas mampu memakan tanaman padi seluas satu hektar dalam hitungan hari. Populasinya tidak dapat dikendalikan, bahkan Keong Mas tahan terhadap insektisida. Keong Mas ialah mimpi jelek petani Indonesia. Sama seperti Red Devil bagi para nelayan Indonesia.



Red Devil dan Upaya Mencegah Bahaya Invansi Binatang Asing

Tak hanya ikan Red Devi l dan sebangsanya nan merusak eksositem alam Indonesia, masih banyak lagi hewan maupun tumbuhan nan sengaja di impor dari luar negeri tanpa melalui Balai Karantina Indonesia.