Operasionalisasi Pegadaian Syariah nan Singkat dan Mudah

Operasionalisasi Pegadaian Syariah nan Singkat dan Mudah

Belum ada nan dapat dipahami mudah, ketika Perum Pegadaian mengeluarkan produk nan disebut dengan Pegadaian Syariah . Karena nan dimaksud dari Pegadaian Syariah sendiri membutuhkan perhatian nan lebih khusus.

Sebagaimana nan dapat dipahami, produk berbasis syariah punya ciri seperti, tak memungut kembang dengan alasan riba, lantas menetapkan uang hanya sebagai alat tukar dan bukan sebagai alat nan diperjualbelikan, selanjutnya ialah konduite bisnis ditekankan buat memperoleh imbalan pada jasa ataupun pada proses bagi hasil.

Pegadaian Syariah atau nan kemudian dikenal juga dengan istilah rihanah / rahn , dalam pelaksanannya lantas menjadikan metode Fee Based Income (FBI) disebut juga Mudharobah (bagi hasil) sebagai bagian dari operasional. Karena masing-masing nasabah dalam mempergunakan marhumbih mempunyai tujuan masing-masing nan berbeda, misalnya sekedar konsumsi, membayar SPP sekolah atau buat permodalan kerja dan sejenisnya.

Pada Pegadaian Syariah, mereka nan disebut penerima gadai disebut Mutahim, dan dari merekalah pihak penggadaian akan menyimpan Surat Bukti rihanah (gadai) nan disertakan dengan akad pinjam-meminjam atau juga Akad Gadai Syariah berikut pula Akad Sewa Loka nan disebut dengan istilah Ijarah.

Dalam akad gadai pada Pegadaian Syariah disebutkan bila dalam jangka waktu tertentu, proses akad tak diperpanjang maka si penggadai harus menyetujui beban jaminan (atau marhun) miliknya dilepas di lelang oleh pihak Pegadaian Syariah (diwakili dengan istilah murtahin) guna melunasi pinjaman.

Hal nan sama berlangsung dengan sedikit perbedaan, pada proses Akad Sewa Loka (ijarah) nan lebih merupakan kesepakatan antara si penggadai dengan si penerima gadai buat menyewa loka penyimpanan, adapun si penerima gadai akan mengenakan jasa simpan pada si penggadai (biasanya dengan biaya penyimpanan nan telah dijelaskan oleh sang penyimpan) dengan jangka waktu nan lantas kemudian di tentukan berdasarkan nilai si barang. Sehingga pernah pula penulis ditawarkan buat mengambil jumlah eksklusif uang pinjaman, dikarenakan nilai barang nan disimpan sedang tinggi dipasaran.



Pegadaian Syariah buat Petani

Namun jangan salah, Pegadaian Syariah pun berkaitan dengan rasa nyaman Anda berinvestasi di sawah dan ladang. Salah satu produk nan juga diluncurkan oleh Pegadaian Syariah diantaranya Program Kredit Tunda Jual Komoditas Pertanian nan pada saat ini lebih diingat masyarakat dengan sebutan Gadai Gabah.

Program Pegadaian Syariah ini diimplementasikan dengan pemikiran buat mengurangi kerugian petani dikarenakan disparitas harga jual gabah pada saat panen raya berlangsung.

Oleh sebab itulah, target primer program utamanya para petani agar dapat menjual kembali gabah nan dimilikinya sepadan dengan harga dasar nan ditetapkan oleh pemerintah.

Berbekal pengalaman sebelumnya, ketika panen raya, biasanya petani kerap menjadi pihak nan dirugikan oleh permainan harga. Nah, lantas niat keren diluncurkan oleh Pegadaian Syariah demi mencegah kerugian para petani pada saat musim panen dampak anjloknya harga gabah, Perum Pegadaian Syariah lantas meluncurkan gadai gabah.

Dengan donasi dari sistem ini, petani bisa menggadaikan gabahnya sekitaran musim panen, buat dapat ditebus dan lantas dijual kembali ketika harga gabah berangsur normal. Ini artinya, dengan adanya proses semacam ini, petani pun dapat tak menjual semua gabahnya jika pada saat musim panen di lapangan nan terjadi gabah dipasarkan dengan harga murah.

Petani bisa melakukan penyimpanan pada gudang milik agen dari Pegadaian Syariah nan menjadi kawan Pegadaian Syariah.

Sehingga pada prinsipnya petani hanya menggadaikan sebagian gabahnya pada saat musim panen ke Pegadaian Syariah dengan tebusan harga nan berlaku saat itu. Naun bila harga gabah membaik, petani bisa membeli kembali gabah nan dilepas dengan harga nan sama ketika petani menggadainya, pula ditambah dengan sewa kapital sebesar 3,5 persen per bulan.

Sebaliknya, jika selama batas waktu empat bulan nan juga menjadi masa tempo jatuh kredit, petani tak dapat menebusnya sebab serta-merta si gabah akan dilelang oleh pihak Pegadaian Syariah. Namun, kelebihan harga gabah akan dikembalikan kepada petani. Tambahan informasi, gabah nan dapat diterima sebagai barang agunan umumnya Gabah Kering Giling (GKG). Bila gabah petani ternyata bukan jenis gabah kering giling serta merta sang petani akan dikenakan proses penanganan (handling) dengan besaran Rp 10 per kg.



Lahirnya Pegadaian Syariah

Konsep Pegadaian Syariah dilahirkan dari kebutuhan akan keberadaan proses gadai nan lebih kompatible dengan nilai Islam, mengingat, warga negara Indonesia mayoritas Islam. Pegadaian Syariah dengan demikian terdapat secara melekat pada kantor-kantor Cabang Pegadaian Syariah/ Unit Layanan Gadai Syariah (ULGS) sebagai salah satu unit organisasi di bawah binaan Divisi Usaha Lain Perum Pegadaian. Karena merupakan wilayah otonom terbatas, ULGS menjadi unit bisnis berdikari nan secara struktural dipisah pengelolaannya dari pegadaian nan konvensional.

Pegadaian Syariah berdiri pada awalnya di Jakarta dengan nama Unit Layanan Gadai Syariah ( ULGS) dan bertempat di Perum Pegadaian cabang Dewi Sartika pada Januari 2003. Lantas menyusul kemudian ULGS di Surabaya, Makasar, Semarang, Surakarta, dan Yogyakarta hingga September 2003. Masih pada 2003, empat kantor cabang Perum Pegadaian di Aceh sontak diubah holistik menjadi Pegadaian Syariah.



Operasionalisasi Pegadaian Syariah nan Singkat dan Mudah

Sehingga aku pun dapat beringkat kata buat menjelaskan ini. Pengurusan gampang, 15 menit berurusan dengan kasir, proses cepat, dan tanda tangan, materai dari pihak pegadaian, dan klarifikasi singkat dari kasir tentang batas jatuh tempo, sangat cepat, dan uang pun dikeluarkan.

Walaupun ada kemiripannya, apabila dilihat dari dari aspek landasan syari; nan merupakan aspek spesifik teknik transaksi pada Pegadaian Syariah; dan pendanaan, pada Pegadaian Syariah terdapat pula karakteristik tersendiri nan pemahamannya filosofisnya berbeda dengan Pegadaian konvensional. Sebagaimana halnya intitusi lain nan berlabel syariah, landasan konsep Pegadaian Syariah juga mengacu dan bersumber dari Al Quran dan Hadist Nabi Saw, di antaranya:



Al-Quran Surat Al Baqarah : 283

Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tak secara tunai) sedang kamu tak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan nan dipegang (oleh nan berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian nan lain, maka hendaklah nan dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. Dan barangsiapa nan menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia ialah orang nan berdosa hatinya; dan Allah Maha Mengetahui apa nan kamu kerjakan

Hadist

Aisyah berkata bahwa Rasul bersabda : Rasulullah membeli makanan dari seorang yahudi dan meminjamkan kepadanya pakaian besi. (HR Bukhari dan Muslim)

Dari Abu Hurairah r.a. Nabi SAW bersabda : Tidak terlepas kepemilikan barang gadai dari pemilik nan menggadaikannya. Ia memperoleh kegunaan dan menanggung risikonya. HR Asy’Syafii, al Daraquthni dan Ibnu Majah

Nabi Bersabda: Tunggangan ( kendaraan) nan digadaikan boleh dinaiki dengan menanggung biayanya dan bintanag ternak nan digadaikan bisa diperah susunya dengan menanggung biayanya. Bagi nan menggunakan kendaraan dan memerah susu wajib menyediakan biaya perawatan dan pemeliharaan. (HR Jamaah, kecuali Muslim dan An Nasai)

Dari Abi Hurairah r.a. Rasulullah bersabda : Apabila ada ternak digadaikan, maka punggungnya boleh dinaiki ( oleh nan menerima gadai), sebab ia telah mengeluarkan biaya ( menjaga)nya. Apabila ternak itu digadaikan, maka air susunya nan deras boleh diminum (oleh orang nan menerima gadai) sebab ia telah mengeluarkan biaya (menjaga)nya. Kepada orang nan naik dan minum, maka ia harus mengeluarkan biaya (perawatan)nya. (HR Jemaah kecuali Muslim dan Nasai-Bukhari)

Di samping itu, para ulama sepakat membolehkan akad Rahn ( al-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adilatuhu, 1985,V:181)

Landasan nan lantas diperkuat oleh para ulama pemerintah dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional no 25/DSN-MUI/III/2002 tanggal 26 Juni 2002 nan isinya menjelaskan :”pinjaman dengan menggadaikan barang sebagai agunan utang dalam bentuk rahn diperbolehkan dengan ketentuan sebagai berikut :

A. Ketentuan Umum:

  1. Murtahin (penerima barang) mempunya hak buat menahan Marhun (barang) sampai semua utang rahin (yang menyerahkan barang) dilunasi.
  2. Marhun dan khasiatnya tetap menjadi milik Rahin. Pada prinsipnya marhun tak boleh dimanfaatkan oleh murtahin kecuali seizin Rahin, dengan tak mengurangi nilai marhun dan pemanfaatannya itu sekedar pengganti biaya pemeliharaan perawatannya.
  3. Pemeliharaan dan penyimpanan marhun pada dasarnya menjadi kewajiban rahin, namun bisa dilakukan juga oleh murtahin, sedangkan biaya dan pemeliharaan penyimpanan tetap menjadi kewajiban rahin.
  4. Besar biaya administrasi dan penyimpanan marhun tak boleh ditentukan berdasarkan jumlah pinjaman.
  5. Penjualan marhun
    1. Apabila jatuh tempo, murtahin harus memperingatkan rahin buat segera melunasi utangnya.
    2. Apabila rahin tetap tak melunasi utangnya, maka marhun dijual paksa/dieksekusi.
    3. Hasil Penjualan Marhun digunakan buat melunasi utang, biaya pemeliharaan dan penyimpanan nan belum dibayar serta biaya penjualan.
    4. Kelebihan hasil penjualan menjadi milik rahin dan kekurangannya menjadi kewajiban rahin.

B. Ketentuan Penutup

  1. Jika salah satu pihak tak bisa menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan diantara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbritase Syariah setelah tak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
  2. Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika di kemudian hari terdapat kekeliruan akan diubah dan disempurnakan sebagai mana mestinya.

Segala ketentuan di atas sebenarnya merupakan daya tolak, agar kita berbisnis merasa mantap dan konfiden tak ada permasalahan dibalik cara kita memperlakukan uang sebagai titipan Allah Swt. Namun tentu saja hal di atas tak dapat dimaknai ganda. Misalkan, Anda menggunakan produk syariah, atau Pegadaian Syariah, sebagai bagian sebagai alat buat mencuci uang bermasalah. Bukan itu, pemahamannya.