Film Indonesia Jadul - Film-film Dono, Kasino, dan Indro

Film Indonesia Jadul - Film-film Dono, Kasino, dan Indro

Industri film Indonesia, termasuk film Indonesia jadul, memang belum sedahsyat Hollywood, terutama dalam hal teknis. Teknologi nan mendukung sebuah film berjalan dengan fantastis belum dimiliki oleh Indonesia. Tapi, di balik itu, perfilman Indonesia tetap pantas mendapat acungan jempol. Sineas muda Indonesia semakin kreatif dalam mengembangkan jalan sebuah cerita. Lalu, bagaimana dengan film Indonesia jadul? Apakah sekreatif saat ini?

Pertanyaan tersebut tentu saja wajar. Tanpa bermaksud buat membandingkan, tetapi faktanya industri perfilman Indonesia terus berkembang. Tentu saja ada disparitas nan mencolok antara kedua periode tersebut, mulai dari teknik pengambilan gambar, jalan cerita, dan nan niscaya para pemainnya.

Di antara banyaknya film Indonesia jadul, Anda niscaya setuju jika film-film nan dibintangi trio pelawak, Dono, Kasino, dan Indro nan disingkat DKI menduduki peringkat nan tak dapat digeser oleh film apa pun. Keberadaan mereka sebagai bagian dari perfilman Indonesia tak dapat ditampik, dihilangkan atau sama sekali tak dianggap.

Membicarakan film-film Indonesia masa lalu, rasanya akan lebih menarik jika sejarah masuknya industri film ke negeri ini juga ikut dibicarakan. Ini akan menjadi sebuah citra nan cukup menarik mengingat segala sesuatunya niscaya memiliki sejarah.



Film Indonesia Jadul - Sejarah Perfilman Indonesia

Hadirnya para pelaku industri hiburan Indonesia, termasuk ketiga pelawak nan pernah jaya di Indonesia, tak luput pengaruhnya dari keberadaan film buat nan pertama kalinya di Indonesia. Jika pada awal abad 19, tak ada bioskop nan dibangun di Indonesia, film Indonesia tak akan pernah ada.

Masuknya film ke Indonesia tak lepas dari pengaruh negara Belanda nan pada saat itu berkuasa atas Indonesia. Pada 5 Desember 1900, di Tanah Abang Jakarta, berdiri sebuah bioskop nan pertama di Indonesia. Saat itu, film nan ditampilkan tentu saja tak seperti saat ini. Film masih berbentuk film bisu. Hanya gerakan-gerakan dari para pemainnya, tanpa ada suara nan terdengar.

Saat itu, negara Indonesia masih belum ada. Kawasan nusantara ini masih berstatus Hindia Belanda, yakni sebuah kawasan nan berada di bawah kekuasaan Kerajaan Belanda. Film nan mendapat hak buat diputar di bioskop pun secara otomatis ialah film karya orang Belanda. Saat itu, film nan ditayangkan berjudul Loetoeng Kasaroeng . Sang pengarah adegan ialah G. Kruger dan L. Heuveldorp.

Meskipun merupakan karya dari pengarah adegan Belanda, proses pembuatannya dilakukan di Indonesia. Aktor nan bermain juga ialah aktor local. Film ini pun ditayangkan pada 31 Desember 1926 di Bandung, tepatnya di teater Elite and Majestic.

Perkembangan pun terjadi hingga akhirnya pada 1931, film nan beredar di Indonesia tak lagi film bisu. Masih dalam termin percobaan, film produksi The Teng Cun berjudul Bunga Roos dari Tjikembang pun beredar. Sayang, hasilnya tak bagus.

Beberapa tahun berlalu, akhirnya ada sebuah film nan mendapat sambutan cukup baik dari seluruh lapisan masyarakat Indonesia. Film itu berjudul Terang Boelan . Film ini benar-benar menjadi tonggak keberhasilan film dalam negeri. Terang Boelan disutradarai oleh Albert Balink dan jalan ceritanya ditulis oleh Saeroen.

Perkembangan film di Indonesia berlanjut pada masa penjajahan Jepang. Saat itu, film nan diputar di bioskop-bioskop Indonesia ialah karya dari para produsen film Jepang. Produsen film dalam negeri menemui masa surut. Saat itu, film nan diputar antara lain Pulo Inten, Bunga Kamboja, dan 1001 Malam . Film-film ini diputar ada periode 1942 hingga 1949.

Pertengahan abad 19, tepatnya 1950, industri perfilman Indonesia kembali bangkit. Ditandai dengan diproduksinya film Darah & Doa nan disutradarai oleh Usmar Ismail. Dari sekian banyaknya film nan sudah tayang, film ini dianggap sebagai film pertama di Indonesia nan bertemakan pribumi.

Beberapa tahun kemudian, industri perfilman Indonesia benar-benar mengalami masa sulit. Banyak pemboikotan dilakukan terhadap bioskop-bioskop di Indonesia. Jumlah bioskop nan beroperasi pun semakin sedikit. Ini terjadi pada periode 1962 hingga 1965.

Industri perfilman Indonesia mulai kembali menemukan momentumnya pada 1970 hingga 1991. Pada rentang waktu puluhan tahun tersebut, perfilman Indonesia kembali menampakkan wujudnya. Semakin menjadi sebuah bisnis nan menggiurkan ketika pada 1987, Studio 21 didirikan.

Apa nan terjadi di tahun-tahun itu menjadi tolok ukur keberhasilan industry film. Tahun 1991 dianggap sebagai kebangkitan film-film produksi dalam negeri. Mulai banyak film-film karya sineas Indonesia nan mendapatkan loka di hati masyarakat. Hal tersebut terus berlanjut hingga kini meskipun memang dalam perjalanannya, global akting ini tak selalu berjalan mulus.

Di antara perjalanan industri perfilman Indonesia tersebut, film-film nan dibintangi oleh Dono, Kasino, dan Indro juga ikut serta meramaikan pilihan film nan ada. Aliran film di Indonesia menjadi lebih bervariasi. Tidak melulu kisah percintaan remaja atau kisah percintaan lainnya.



Film Indonesia Jadul - Film-film Dono, Kasino, dan Indro

Film Indonesia jadul atau sebutan buat film-film indonesia nan diproduksi zaman dulu memberikan kesan tersendiri ketika kita menontonnya saat ini. Lucu, norak, dan lain sebagainya niscaya melintas di benak. Tetapi, bagaimana pun mereka ialah orang-orang hebat. Bagaimana tidak, di zaman nan belum begitu canggih, mereka sudah dapat menciptakan sebuah tontonan nan cukup menarik.

Dono, Kasino, dan Indro memiliki nama nan cukup bersinar. Mereka ialah legenda global komedi Indonesia. Tingkah konyolnya dalam setiap film sukses mengocok perut. Hal itu pula lah nan mengantarkan mereka ke jenjang karier puncak. Berikut ini beberapa film berhasil Warkop DKI nan pastinya sudah Anda kenal.



1. Mana Tahaaan...

Familiar dengan judul film ini? Pastinya. Apalagi jika Anda ialah benar-benar pengagum sosok pelawak ini. Film Warkop DKI dengan judul nan cukup nyeleneh ini mulai diproduksi pada 1979. Sutradaranya ialah Nawi Ismail. Selain trio pelawak “gila”, pemain lain dalam film ini ialah Elvy Sukaesih, Eddy Gombloh, Rahaya Effendi, Kusno Sudjarwadi, dan Mustafa.

Dalam film ini, Dono berperan sebagai Slamet dan Indro berperan sebagai Paidjo. Mereka ialah mahasiswa orisinil Jawa nan berkuliah di Jakarta dan kost di Jakarta. Rumah kost tersebut memiliki asisten rumah tangga nan cantik dan seksi, diperankan oleh Elvy Sukaesih.

Film ini bercerita tentang perjuangan ketiga pelawak dalam mendapatkan hati milik Elvy Sukaesih. Trik-trik jail nan dimiliki oleh masing-masing membuat film ini sangat lucu. Akhirnya, diketahui bahwa sang asisten rumah tangga tersebut tengah mengandung nan ternyata ialah hasil perbuatan dari sang majikan pria sendiri. Film ini sudah cukup sering diputar di televisi-televisi swasta.



2. Gengsi Dong

Selang satu tahun, film selanjutnya pun diproduksi. Masih disutradari oleh Nawi Ismail, ketiga mitra ini kembali beradu akting. Film ini masih bercerita tentang kehidupan tiga mahasiswa nan diperankan oleh Dono, Kasino, dan Indro. Masing-masing memerankan Slamet, Paijo, dan Sanwani.

Dalam film ini, giliran Camelia Malik nan beradu akting dengan mereka. Berperan sebagai anak dosen nan diperebutkan oleh ketiga mahasiswa kocak ini, Camelia Malik nan berperan sebagai Rita sukses membuat cerita semakin menarik. Sayang, masing-masing dari mereka merasa gengsi buat menyatakan cinta pada Rita, hingga akhirnya Rita pun dijodohkan.



3. Malu-malu Mau

Film ini diproduksi pada 1988. Bukan lagi bekerja sama dengan penyanyi dangdut seperti rekannya terdahulu, kali ini DKI beradu acting dengan Nurul Arifin. Sutradaranya ialah Naryono Prayitno. Cerita dari film ini masih berkutat antara kejadian lucu nan menimpa mereka. Dari Indro nan ditipu Kasino soal ada penghuni kostan nan jatuh hatinya padanya, kemudian Kasino nan harus berhadapan dengan pegawai bank, hingga Dono nan memiliki pacar berkulit putih nan juga lucu.



4. Godain Kita Dong

Film Indonesia jadul dari pelawak-pelawak ini selanjutnya berjudul Godain Kita Dong . Film ini disutradarai oleh Agusti Tanjung dan diproduksi pada 1989. Film ini bercerita tentang Dono nan baru pulang dari luar negeri dan membawa pacar bulenya ke Indonesia. Padahal di Indonesia ia sudah dijodohkan. Kekocakan tetap mewarnai jalannya cerita milik mereka bertiga ini.

Selain film-film Indonesia jadul tersebut, DKI sudah banyak melahirkan film-film lain. Tercatat lebih dari 30 judul film nan telah dibintangi. Semuanya rata-rata meraih berhasil di masyarakat. Meskipun saat ini Dono dan Kasino sudah tiada, nama Warkop DKI tetap dikenang oleh penikmat global komedi maupun pelakunya.