Menjaga Kelestarian Flora

Menjaga Kelestarian Flora

Keberadaan taman nasional dewasa ini menjadi sangat penting. Mengingat, semakin lama keberadaan hutan sebagai paru-paru global semakin berkurang. Sementara kemajuan industri terus menerus memproduksi karbon dioksida dan gas-gas beracun lainnya nan bisa berakibat fatal bagi kesehatan mahluk hayati dan keselamatan alam.

Taman nasional tak hanya berfungsi sebagai cagar alam buat tujuan wisata dan pengembangan ilmu pengetahuan. Namun lebih dari itu, juga berfungsi sebagai tameng bagi keselamatan alam dari kerusakan dan pencemaran. Taman nasional memegang fungsi hutan secara umum. Mengingat, keberadaan hutan dari tahun ke tahun terus berkurang.



Penampung Karbondioksida (CO2)

Taman nasional menjalankan fungsi hutan sebagai paru-paru dunia. Merupakan penampung karbondioksida nan diproduksi oleh aktivitas kehidupan manusia diabad modern ini. Pohon-pohon besar dan tumbuhan liar nan memiliki trilyunan stomata setiap hari menyerap gas berbahaya tersebut, kemudian mengolahnya melalui proses respirasi menjadi oksigen (O2) nan memiliki kegunaan besar bagi kehidupan manusia.



Habitat Hewan Liar

Fungsi primer taman nasional sebagai cagar alam ialah buat melindungi satwa liar dari kepunahan. Sebagai loka nan nyaman bagi hewan liar buat hidup. Konservasi ekstra diberikan melalui petugas nan memiliki SK dan keterampilan nan mumpuni. Taman nasional juga menjadi loka rehabilitasi dan konservasi bagi hewan liar nan menggangu pemukiman penduduk.



Menjaga Kelestarian Flora

Sebagaimana hewan, flora atau tumbuh-tumbuhan juga dapat terancam punah. Perusakan hutan seringkali memberikan akibat kehilangan nan tak sedikit terhadap kekayaan alam. Tiidak hanya hewan liar nan kehilangan habitatnya, tapi alam secara holistik juga kehilangan banyak hal.

Ribuan spesies flora, fauna lenyap tidak berbekas. Kesuburan tanah dan mikro fauna nan ada didalamnya juga akan lenyap. Taman nasional berfungsi buat menjaga agar tumbuhan-tumbuhan tetap lestari, tak punah dampak penebangan, perambahan dan pembakara hutan setiap tahun.



Modulator arus hidrologi

Taman nasional ialah miniatur hutan nan berfungsi sebagai modulator arus hidrologi. Air merupakan komponen krusial di alam, namun keberadaannya nan tak seimbang sering kali menimbulkan permasalahan bagi kehidupan manusia. Oleh sebab itu hutan, berperan krusial buat mengatur ekuilibrium tersebut.

Curah hujan nan tinggi seringkali menghadiahkan air berlimpah. Jika tak diserap oleh akar tanaman nan banyak terdapat di taman nasional atau hutan, pasti kehadirannya akan menimbulkan masalah bagi manusia. Seperti banjir atau tanah longsor.

Dengan adanya triliunan akar pohon dan tanaman, air nan berlimpah tersebut diserap dengan cepat, kemudian sebagian dimanfaatkan oleh tanaman dan sebagian lagi di tahan dalam tanah. Keberadaan pohon dan tanaman lainnya juga memungkinkan air terserap secara maksimal dalam tanah, tak mengalir dipermukaan nan menyebabkan humus dan unsur hara terkikis dan hanyut bersama air.

Air nan tersimpan dalam pori-pori tanah dan akar ini nantinya akan menjadi cadangan persediaan air pada musim kemarau. Air akan dialirkan kembali melalui sungai dan anak sungai nan berhulu di sana. Sehingga taman nasional berfungsi mengatur ketersediaan air dan peredarannya dialam.



Pelestarian Tanah

Di taman nasional, ekosistem berfungsi secara seimbang. Rantai makanan berjalan sebagaimana mestinya. Keberadaan flora dan fauna secara alami membantu pelestarian tanah agar tetap fertile dan baik buat pertumbuhan tanaman.

Sehingga secara ringkas bisa dijelaskan bahwa keberadaan hutan dalam hal ini taman nasional baik secara langsung ataupun secara tak langsung krusial bagi ekuilibrium ekosistem. Hutan berpengaruh langsung terhadapat ketersediaan udara, serta pelestarian air, tanah dan mahluk hayati nan ada di sekitarnya.

Selain itu taman nasional juga memiliki fungsi spesifik nan sangat penting, yaitu sebagai kawasan perlindungan dan konservasi bagi flora dan fauna nan terancam punah.



Wisata Alam Taman Nasional Gunung Halimun-Salak

Taman nasional merupakan tanah nan dilindungi, biasanya oleh pemerintah pusat, dari perkembangan manusia dan polusi. Daerah ini merupakan kawasan nan dilindungi ( protected area ) oleh World Conservation Union Kategori II. Taman nasional terbesar di global ialah Northeast Greenland National Park, nan didirikan sejak tahun 1974.

Indonesia pun punya banyak taman nasional. Salah satunya Taman Nasional Gunung Halimun-Salak (TNGHS). Taman Nasional Gunung Halimun-Salak sungguh layak dijadikan pilihan sebagai lokasi buat melakukan wisata alam. Beberapa tumbuhan nan mendominasi hutan di TNGHS, antara lain rasamala (Altingia excelsa), jamuju (Dacrycarpus imbricatus), dan puspa (Schima wallichii).

Di hutan ini dapat ditemui sekitar 156 jenis anggrek. Beberapa di antaranya merupakan jenis langka. Sebut saja jenis Bulbophylum binnendykii, B. angustifolium, Cymbidium ensifolium, dan Dendrobium macrophyllum.

Sebelum adanya ekspansi wilayah, tercatat lebih dari 500 spesies tumbuhan hayati di kawasan perlindungan ini. Dari jumlah tersebut, tergolong ke dalam 266 genera dan 93 suku.

TNGHS juga merupakan habitat dari beberapa satwa mamalia, seperti owa (Hylobates moloch), kancil (Tragulus javanicus), surili (Presbytis comata comata), lutung budeng (Trachypithecus auratus auratus), kijang (Muntiacus muntjak), macan tutul (Panthera pardus melas), dan anjing hutan (Cuon alpinus javanicus).

TNGHS berada di Kabupaten Sukabumi dan Bogor, Jawa Barat serta Kabupaten Lebak, Banten ini, terdapat kurang lebih 204 jenis burung. Sebanyak 90 jenis, di antaranya merupakan burung nan menetap serta 35 lainnya jenis endemik di Jawa, termasuk burung elang jawa (Spizaetus bartelsi).

Selain itu, ada dua jenis burung nan terancam punah, yakni burung cica matahari (Crocias albonotatus) dan burung poksai kuda (Garrulax rufifrons). Burung elang jawa nan identik dengan lambang negara Indonesia (burung garuda), cukup banyak dijumpai di sini.

Karena itu, tidak heran jika BirdLife, organisasi internasional pelestari burung menetapkan wilayah ini sebagai daerah burung krusial (IBA, important bird areas). Untuk area Gunung Salak diberi kode nomor ID075 dan ID076 buat Gunung Halimun.

Wilayah-wilayah ini fokus buat menyelamatkan jenis-jenis elang jawa (Spizaetus bartelsi), luntur jawa (Apalharpactes reinwardtii), ciung-mungkal jawa (Cochoa azurea), celepuk jawa (Otus angelinae), dan gelatik jawa (Padda oryzivora).



Objek Wisata Alam di Taman Nasional Gunung Halimun-Salak

Ada berbagai objek wisata nan dapat Anda kunjungi di loka ini, seperti Curug Cimantaja, Curug Piit, Curug Cipamulaan, Curug Cihanyawar, Curug Citangkolo, jelajah hutan, pengamatan tumbuhan dan satwa, Sungai Citarik, arung jeram, berkemah, atraksi canopy trail, Candi Cibedug, candi tua berukuran kecil dari zaman megalitik, Penjelajahan dan pendakian gunung, dan perkebunan teh Nirmala.

Di kawasan TNGHS dan sekitarnya juga bermukim beberapa kelompok masyarakat adat. Antara lain masyarakat adat Kasepuhan Banten Kidul dan masyarakat Baduy. Masyarakat adat memiliki pola kehidupan sangat unik. Mereka memiliki kearifan lokal nan khas dalam mengelola kawasan hutan selama puluhan tahun.

Selain itu, mereka juga rutin menggelar atraksi budaya upacara Seren Tahun setiap bulan Juli. Upacara tersebut diselenggarakan di Kasepuhan Banten Kidul dengan pagelaran kesenian tradisional.
Kesenian nan sudah langka, seperti debus, musik angklung besar, dan kesenian khas Sunda lainnya mampu menyedot para wisatawan baik lokal maupun mancanegara.



Sejarah Taman Nasional Gunung Halimun-Salak

Pada 1924, wilayah Gunung Halimun ditetapkan menjadi hutan lindung dengan luas 39.941 hektar. Kemudian, status hutan lindung diubah menjadi Cagar Alam Gunung Halimun pada 1935.

Status cagar alam bertahan hingga 1992. Sebab, berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 282/Kpts-II/1992 tanggal 28 Februari 1992, kawasan ini ditetapkan menjadi Taman Nasional Gunung Halimun dengan luas 40.000 hektar.

Selama lima tahun, sejak ditetapkan sebagai kawasan perlindungan alam, pengelolaannya "dititipkan" kepada Taman Nasional Gunung Gede–Pangrango, sebab wilayahnya berdekatan. Baru pada 23 Maret 1997, kawasan perlindungan ini memiliki unit pengelolaan tersendiri dengan didirikannya Balai Taman Nasional Gunung Halimun.

Pada 2003, terjadi pengembangan cakupan wilayah. Berdasarkan SK Menteri Kehutanan No.175/Kpts-II/2003, kawasan hutan Balai Taman Nasional Gunung Halimun ditambah dengan kawasan hutan-hutan Gunung Salak, Gunung Endut, dan beberapa bidang hutan lain di sekelilingnya.

Sebelumnya, kawasan ini merupakan kawasan hutan di bawah pengelolaan Perum Perhutani dengan status hutan lindung. Kebijakan penyatuan pengelolaan tersebut, berlandaskan adanya kekhawatiran atas masa depan hutan-hutan nan terus mengalami tekanan kegiatan masyarakat dan pembangunan di sekitarnya.

Selain itu, mengharapkan peran serta berbagai pihak buat aktif menyelamatkan fungsi dan kekayaan ekologi wilayah ini.
Karena itu, namanya berganti menjadi Balai Taman Nasional Gunung Halimun–Salak dengan luas 113.357 hektar.



Taman Nasional Gunung Halimun-Salak — Kawasan Berbukit dan Bergunung-gunung

Kawasan perlindungan ini masuk ke dalam wilayah tiga kabupaten, yakni Kabupaten Bogor dan Sukabumi di Jawa Barat, dan Kabupaten Lebak di Provinsi Banten. kawasan ini merupakan potret tipe ekosistem hutan-hujan dataran rendah.

Seluruh hutan TNGHS berada di dataran pegunungan. Wilayahnya berbukit-bukit dan bergunung-gunung. Ketinggiannya berada antara 500–2.211 m dpl.

Deretan gunung nan mengitari kawasan ini, antara lain, Gunung Halimun Utara (1.929 meter), Gunung Ciawitali (1.530 meter), Gunung Kencana (1.831 meter), Gunung Botol (1.850 meter), Gunung Sanggabuana (1.920 meter).

Kemudian, Gunung Kendeng Selatan (1.680 meter), Gunung Halimun Selatan (1.758 meter), Gunung Endut (timur) (1.471 meter), Gunung Sumbul (1.926 meter), dan Gunung Salak (puncak 1 dengan ketinggian 2.211 meter, dan puncak 2 setinggi 2.180 meter).

Penamaan Gunung Halimun tidak terlepas dari kondisi alam di sini. Jajaran puncak gunung-gunung di wilayah kawasan perlindungan Gunung Halimun-Salak sering diselimuti kabut. Kabut dalam bahasa Sunda disebut halimun. Karenanya, dinamai Gunung Halimun.



Taman Nasional Gunung Halimun-Salak — Daerah Basah

Wilayah TNGHS merupakan daerah tangkapan air. Ada lebih dari 115 sungai dan anak sungai nan berhulu di kawasan ini. Tiga sungai besar mengalir ke utara, ke arah Bahari Jawa, yakni Sungai Cikaniki dan Cidurian (yang bergabung dalam DAS Ci Sadane), serta Ciberang, bagian dari DAS Ciujung.

Di samping itu, ada 9 daerah genre sungai krusial nan mengalir ke Samudera Hindia di selatan, termasuk di antaranya Sungai Cimandiri (Citarik, Cicatih), Citepus, Cimaja, dan Cisolok. Sungai-sungai ini mengalir melintasi wilayah Bogor, Tangerang, Palabuhanratu, Rangkasbitung, dan Bayah.

Keberadaan beberapa sungai dan air terjun ini menambah latif panorama. Kawasan perlindungan ini pun menjadi sumber mata air. Apalagi, genre air sungainya tak pernah kering sepanjang tahun. Semua itu merupakan konservasi fungsi hidrologis di Kabupaten Bogor, Sukabumi, dan Lebak.

Kawasan perlindungan Gunung Halimun–Salak memang merupakan daerah nan basah. Curah hujan tahunannya berkisar antara 4.000 hingga 6.000 milimeter. Mengalami bulan kering kurang dari tiga bulan, di antara Mei hingga September.

Bila Anda tertarik buat menikmati wisata alam ini, silakan berkunjung dan jangan lupa ajak keluarga. Untuk mengambil rute ke lokasi, tinggal menyesuaikan dengan lokasi Anda berada.

Anda dapat masuk ke Taman Nasional Gunung Halimun–Salak melalui Sukabumi-Parungkuda-Kabandungan, Bogor-Cisangku, atau Rangkasbitung-Bayah-Ciparay. Untuk kantor pusatnya sendiri berada di Parungkuda, Kabandungan, Sukabumi 43157, Jawa Barat. Selamat berkunjung, dan jangan lupa tetap menjaga lingkungan kita.