Negara Jepang - Restorasi Tanpa Henti

Negara Jepang - Restorasi Tanpa Henti

Yang kita sebut sebagai negara Jepang saat ini ialah Jepang setelah restorasi Meiji. Jepang setelah menemukan diri mereka berdiri menghapus kekuasaan feodal para baron, nan menguasai tentara, menjadi negara nan melakukan unifikasi kekuasaan di bawah Kaisarnya semata.

Oleh sebab itulah, negara Jepang menjadi semacam siklus bagi keberlangsungan era kekuasaan di Jepang, dan tak menafikan sama sekali jalinannya dengan sejarah nan lampau. Sebagaimana sejarah di Indonesia, kita akan selalu bicara sebagian besar tentang orang Melayu dan kerajaannya.

Maka di Jepang sana, akan selalu dibicarakan tentang orang Jepang dengan kekuasaan perbedaan para Shogun. Yang merupakan Daimyo atau para tuan tanah, nan memiliki pasukan sendiri.

Berbeda misalnya dengan Prancis. Mereka dikenal sebagai Prancis, bukan sebagai orang Gaul dahulu. Suku bangsanya tercerabut dari akar. Bahkan, ada pendapat bahwa bangsa Prancis hanya lahir dari Friesland. Friesland, Ile de France, Navarre, Lorraine, Burgundy, Aqueitanne, Franconia, Normandia, Brittany, Anjou, Toulose ialah beberapa Propinsi dari Prancis nan memiliki akar sejarah tersendiri.

Dengan berbagai bangsa, seperti Franks, Briton, Burgundy, dan Gaul. Dari abad 10-15, kekusaan Prancis hanyalah sebagian kecil provinsi. Navarre dikuasai Basque kini oleh Kerajaan Spanyol, Aqueitane dan Brittany oleh Inggris, Lorraine dan Franconia oleh orang-orang Teuton. Burgundy oleh Duke of Burgundy sendiri.

Siapa sajakah rakyat Prancis? Pada akhirnya ialah orang nan berbahasa Prancis dan ber-KTP Perancis dan bukan bangsa Prancis. Dan itu berbeda dengan kebanyakan negara di Asia. Penjajah tak pernah sukses mengusir nan dijajah. Mereka hanya mampu berkoloni.

Hal sederhana semacam ini menjadikan negara-negara nan terbentuk di Asia memiliki karakter lebih murni terhadap sejarahnya. Jepang, Cina, Indonesia, dan India ialah di antara ras nan tak memiliki karakter kreol ( hybrid ) terhadap pembentukan negara. Walaupun berkonstitusi, akan selalu ada muatan lokal nan dapat diangkat dan menjadikannya sebagai negara nan khas.



Negara Jepang - Sang Monyet Perubah Negeri

Negara Jepang sejati, pada awalnya berdiri dan sukses menjadi bangsa nan memiliki daulat atas tanah dan lautan di tangan seorang ‘monyet’ nan bernama Hideyoshi Toyotomi. Si Monyet ialah panggilan khas duli tuan besarnya, Daimyo Oda Nobunaga. Yang mempercayakan Toyotomi tugas vital politik pemerintahan dibandingkan mempercayai jenderal kanan miliknya, Katsuie Shibata.

Di masa itu, Jepang ialah another day of war hell. Hari lainnya nan akan dilalui dengan perang dan konflik tanpa henti, nan telah berlangsung selama ribuan tahun. Perang sesama Jepang tampaknya akan berakhir dengan kehadiran Hideyoshi. Orang itu bagaikan seorang nan menguasai kantung Doraemon. Mampu menyediakan pintu ke mana saja bagi tentara Jepang di bawah pimpinannya.

Dia sukses menguasai seluruh negeri, menyatukannya kembali dan memindahkan energi perang ke luar negeri. Ya, Toyotomi lah nan pertama kali memikirkan Jepang sebagai suatu negara adikuasa. Negara Jepang nan memiliki hak atas tanah dan laut. Dan dia pulalah nan mengawali keberanian orang Jepang buat menjajah bangsa lain.

Hal nan setara dengan apa nan dilakukan oleh Kaisar Chin, menaklukan para pesaing, mempersatukan negeri, dan menganeksasi banyak wilayah. Atau Jengis Khan, nan mempersatukan suku liar padang pasir, membuatkan mereka negara, dan menguasai separuh dunia. Sayang, Toyotomi belum berhasil. Percobaannya merebut Korea, atau Manchuria gagal. Akan tetapi, si Monyet itu telah sukses merubah mentalitas orang Jepang.

Toyotomi mangkat, kekuasan Shogun kosong. Maka dua kekuatan mencoba peruntungan. Mitsunari Ishida vs Ieyasu Tokugawa, keduanya mitra dekat dari Toyotomi. Mitra seperjuangan, juga pewaris kekuasaan, akankah Jepang kembali terpecah?



Negara Jepang - Pejudi nan Doyan Mundur

Periode negara Jepang kedua setelah unifikasi ialah Edoisasi, atau dalam bahasa modernnya, Tokyonisasi. Siapa dahulu orang nan kenal Edo atau Tokyo? Wilayah terkucil dari peradaban dan dikuasai oleh keluarga Hojo nan sporadis berlibatan dengan konflik. Ditambah fakta bahwa ini ialah daerah terakhir nan harus ditaklukan oleh Toyotomi sebelum dia menguasai Jepang.

Namun, beda pikirannya dengan pikiran Ieyasu Tokugawa. Si pinter keminter, si doyan mundur, bahkan sebagian sejarawan melihat sisi ‘kepengecutan’ Tokugawa ini sebagai berkah. “Dia berkuasa sebab sering mundur” ujar sebagian sejarawan. Perwatakan Tokugawa sendiri unik. Orangnya pencemas, baginya lebih baik 1% peluang lebih menguntungkan buat recehan nan diperjuangkan dibandingkankan 100 kali lipat laba nan diperoleh dengan mengorbankan 1%.

Dia bukan tipe semacam all out leader . Berbeda dengan para Shogun medioker. Tokugawa lebih praktis, pragmtis, dan modern. Menjadikan Tokyo sebagai basis ialah bagian dari jalan pikirannya nan ingin praktis. Dengan berkuasa di Edo, dia menjauh dari segala hiruk-pikuk kekuasaan di Kyoto, termasuk tak mau ambil bagian dalam perang dengan Korea. Edo atau Kanto begitu terkucil di Pasifik. Tanahnya subur, dan tanah fertile itu sesuatu banget .

Perjudian ialah nama tengah dari Ieyasu. Dengan prinsip itu, dia sukses mengalahkan Ishida Mitsunari di perang Sekigahara nan terkenal. Dan pada akhirnya, mengklaim negeri Jepang peninggalan Toyotomi buat dirinya sendiri. Kekuasaannya berlangsung lama. Hingga akhirnya, kaum restorasi Meiji sukses menggulingkan kekuasaannya pada abad 19.

Keturunannya, tak ambil bagian dalam pemerintahan baru, tak ada deal no dea l sebagaimana umumnya tradisi pergantian kekuasaan. Keshogunan telah dilenyapkan. Dan Yoshibobu Tokugawa, sebagai penguasa terakhir, hayati di rumah pensiun. Keturunanya hanya menjadi keluarga ternama biasa, tak punya kuasa lagi di negara Jepang modern nan tengah tumbuh.



Negara Jepang - Restorasi Tanpa Henti

Ada istilah bagus nan menggambarkan negara Jepang, ialah orang tua nan menjadikan dirinya muda. Sejarahnya rumit alot dan penuh perbedaan makna kematangan. Namun setiap peralihan sejarah, selalu menimbulkan lembaran baru nan berdarah-darah, khasnya anak muda. Dan memang, konsep tak berdiam di tempat. Di Jepang, filosofinya selalu mengalir.

Ini menggambarkan jelas dalam restorasi Meiji sendiri. Ketika para shogun dihabisi kekuasaannya, tapi tak menimbulkan dendam. Peralihan kekuasaan di kembalikan kepada Kaisar sebagai simbol negara. Jepang lalu mengenal konstitusi. Jepang menjadi muda kembali. Pemerintahan Kaisar Mitsuhito Meiji sendiri tergolong apik. 45 tahun berkuasa. Jepang dibandingkan negara Asia lainnya menjadi apapun nan dapat Anda bayangkan sebagai Ferrari adu balap dengan Becak.

Segala sesuatunya berubah. Tradisi boleh tak dihilangkan, tapi gaya hayati harus di -refresh . Orang berkimono tapi merakit mesin. Wanita mulai berdandan ala barat, tapi dengan sanggul khas Jepang. Modernisme nan juga dibacakan keras-keras sebagai adaptasi kepada kebudayaan Barat, tak pernah menghilangkan tradisi kelampauan. Tubuhnya muda, tapi di balik tubuh muda ada tradisi tua.

Pun kekuasaan militer warisan Hideyoshi. Jepang sukses menaklukan Manchuria. Jepang sukses menguasai Kanton. Jepang sukses mengalahkan Russia di kandangnya. Jepang sukses membokong Amerika Perkumpulan di Pearl Harbour, dan sukses membuat repot negara itu selama 4 tahun perang. Dan negara Jepanglah nan pertama kalinya (mudah-mudahan buat terakhir kalinya di global ini) ‘mencicipi’ bom atom sebagai kado epilog perang global kedua.

Setelah trauma perang dan trauma bom nan menghabisi 400 ribu orang dalam sekejap itu usai. Jepang kembali kepada rumus restorasi nan diupayakan Meiji. Syukurlah, para saksi mata Meiji masih tersisa. Penataan Jepang lewat prinsip “Berapa banyak guru nan masih hidup,” mengembalikan negara Jepang ke posisi kembali terhormat, setelah jadi pesakitan kalah perang. Ekpansi gaya Toyotomi berubah. Dari ekpansi tentara menjadi ekpansi produk, TV, motor, mobil, kulkas, dan budaya.

Siapa nan mampu menandingi negara Jepang ini dengan semangat nan selalu mudanya? Siapa? Indonesia? Ya bisa, asalkan dapat menghasilkan orang sehebat Hideyoshi, Tokugawa, dan Kaisar Meiji. Pada setiap periode kepemimpinan nan luwes.