Seni Budaya Cina

Seni Budaya Cina

Cina merupakan salah satu negara nan disorot oleh hampir seluruh negara di Asia, bahkan di Eropa dan benua lainnya di global sebab kemampuannya dalam bertahan hayati dalam kondisi apa pun serta di mana pun masyarakat etnik Cina berada.

Salah satu hal nan paling dikenal dari negara panda tersebut ialah kebudayaan serta filosofinya sehingga ada pepatah mengatakan carilah ilmu sampai ke negeri Cina, nan berarti bahwa masyarakat Cina senantiasa berusaha mendapatkan ilmu nan dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.

Beberapa hal nan dapat dipelajari dari kebudayaan Cina ialah bagaimana mereka dapat bertahan hayati di loka apapun, atau di manapun, bagaimana mereka dapat menjadi ikon buat suatu hukum perdagangan dalam sistem perekonomian dunia, dan banyak hal lain nan dapat dilihat dari kebudayaan Cinda dan problematikanya.

Problematika di sini tentu mengacu pada hal-hal nan secara logika sulit dihadapi oleh masyarakat Cina sehingga bukannya menjadi termarjinalkan secara budaya, melainkankan malah membuat kebudayaan negeri bambu tersebut semakin terkenal di mata dunia.



Budaya Kerja Keras Bangsa Cina

Kebudayaan Cina tentu tak dapat lepas dari segala aspek kehidupan lainnya, termasuk aspek perekonomian nan juga dikuasai oleh bangsa Cina. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya pengusaha besar berwarga negara Cina, atau setidaknya merupakan warga keturunan Cina.

Namun, hal tersebut tentu tak dapat muncul begitu saja. Dibutuhkan kerja keras dan usaha ekstra buat dapat mendirikan suatu perusahaan atau sebuah usaha nan memang diminati. Usaha tersebut dirilis sejak kecil, dan mendapatkan perhatian dan kerja keras supaya dapat menjadi sesuatu nan besar.

Negara nan terkenal dengan jumlah penduduknya nan membludak ini tak putus harapan sehingga sebagian masyarakatnya justru mendatangi negara lain buat dapat bertahan hidup. Bahkan tak sedikit dari mereka nan kemudian lebih berjaya di global ekonomi dibandingkan masyarakat pribumi sendiri.

Beberapa hal nan dapat diambil lagi dari kebudayaan Cina ialah bagaimana mereka berani mengambil keputusan terhadap sesuatu nan diyakini, serta siap menanggung segala risiko nan mungkin timbul dampak keputusan tersebut. Selain itu, mereka juga tak mengamini keserakahan mereka.

Dalam berwirausaha, keuntungan nan didapatkan tak banyak. Namun, dari nan sedikit itu, mereka dapat mendapatkan pelanggan nan banyak serta percaya terhadap pelayanan nan mereka berikan. Oleh karena itulah usaha mereka lebih cepat maju dibadningkan dengan masyarakat pribumi nan lebih mementingkan besarnya laba nan didapat.

Keterbukaan terhadap konsumen juga menjadikan pelanggan tak segan-segan buat berbincang-bincang dalam meminta donasi terhadap mereka. Hal ini tentu dapat menjadi salah satu pelajaran berharga bagi kita buat lebih profesional dalam melakukan usaha perdagangan.



Hasil Teknologi Bangsa Cina

Banyak teknologi nan tampaknya lebih dahulu muncul di Cina dibanding Eropa atau daerah lainnya. Di antara teknologi nan dimaksud ialah tembikar protesis Cina nan sangat halus, pembuatan teknologi kertas pada abad ke-2 nan kemudian mengembangkan jenis percetakan pada abad ke 9.

Setelahnya, lagi-lagi Cina mengeluarkan inovasi tentang magnet bagi pelayaran, itu terjadi pada abad ke-11. Magnet inilah nan mengawali cikal bakal ditemukannya kompas. Setelah itu, Cina menemukan mesiu pada abad ke-7 kemudian menerapkannya pada penggunaan senapan (terjadi pada abad ke-13), dan meriam besi (abad ke-14).

Walaupun demikian, kebudayaan Cina tak pernah menilai tinggi pekerjaan tangan, sehingga tak terjadi rendezvous gagasan antara cendikiawan dengan para insinyur Cina. Barangkali hal ini terkait sebab tak adanya dorongan kuat buat mencari kebutuhan ekonomi. Hal ini berbeda sekali dengan nan terjadi di Eropa dan Yunani.

Dengan kata lain, di Cina dorongan krusial nan digunakan buat mencari jalan terbaik buat memecahkan setiap persoalan tak ditemukan. Teknologi Cina tetap mengagumkan, tapi tak pernah berpadu buat melahirkan ilmu nan lebih modern. Oleh karena itu, inovasi mereka mandek, dan sayangnya harus dicuri oleh orang-orang dari Barat.

Hal itu terjadi sebab kondisi sosial setempat nan kurang membantu. Paradoksal sekali dengan budaya Eropa. Ketika masa Renaisans datang, mereka memanfaatkannya sebagai sebuah kebudayaan nan mengacu pada komersial. Cina dahulu ialah negara nan birokratis pedesaan.

Walaupun tak kuat, ilmu tetap muncul di Cina, dan bukan hanya nan bersifat spekulatif semata. Harus diingat, bahwa nan memainkan peranan krusial tetap penguasa. Karena di Cina ada pendapat atau panutan bahwa raja ialah pembimbing dari surga.



Seni Budaya Cina

Sama seperti aspek lainnya, seni budaya Cina juga mendominasi khasanah kebudayaan dunia. Mulai dari seni tari, seni musik, seni rupa, sampai seni lukis dimiliki oleh bangsa Cina.

Sebagai contoh, tarian Cina seperti tarian naga dan macan nan sering disbeut barongsai juga merupakan tarian nan dikenal oleh seluruh masyarakat di dunia. Bahkan tiap tahun baru Cina, seluruh masyarakat nan hayati berdampingan dengan warga atau keturunan Cina akan mendapatkan berkat berupa angpao (amplop merah berisi uang).

Kemudian seni musik di Cina juga membuat global musik di penjuru global menjadi lebih kaya lagi, terutama dengan musik etnik Cina nan menggunakan alat musik khas seperti kecapi dengan nada-nada musik Cina.

Lantas dalam bidang seni rupa dan seni lukis, masyarakat Cina juga terkenal akan kejernihan ide dan filosofi mereka nan menganggap bahwa segala bentuk seni merupakan representasi dari ungkapan hati dan pemikiran seseorang.



Dilematik Mohis dan Taois

Di samping kelebihan mengenai kebudayaan negeri bambu tersebut, ada juga problematika nan membuat negeri tersebut juga dikenal sebab nilai peperangannya sehingga ada seni perang nan terkenal berasal dari Cina.

Yang dimaksud dengan peperangan di sini bukan hanya perang fisik, tapi juga perang pemikiran. Baik perang antaretnik Cina maupun di luar etnik Cina. Hal inilah nan kemudian menjadi salah satu dilema nan sampai saat ini masih jadi bahan perbincangan para cendekiawan.

Di Cina terdapat kesenjangan antara para cendikiawan dengan para tukang dan pengamat. Hal ini menyebabkan ilmu di Cina tak berkembang sepesat di Eropa. Ironisnya lagi, dahulu ada dua kubu yaitu kubu Mohis dan Taois nan kelak dapat menjembatani pemikiran sebagai para penemu, namun sayang kubu itu terlanjur punah tergilas zaman.

Kaum mohis ialah pengikut Mo Ti. Selama periode berperang mereka masyhur sebagai juru damai dan berwatak satria. Mereka banyak menggumuli filsafat ilmu dan penghayatan pokok tentang bagaimana manusia bisa memperoleh pengetahuan nan niscaya mengenai alam.

Kaum mohis membuat percobaan dengan cermin datar maupun melengkung. Mereka juga membuat percobaan dengan katrol. Kendati demikian mereka tak berani melemparkan teori, misalnya saja tentang sifat cahaya. Karena itu, tradisi ekperimen mereka cepat sekali punah.

Ketika masa wangsa Han berkuasa. Muncul genre taois. Mereka ingin merambah ke jalan nan sahih dengan kembali ke alam terbuka sebagai petapa. Mereka banyak membuat percobaan kimia, sama seperti prakimia di India, Islam, dan Eropa. Mereka juga berusaha buat membuat emas dan belerang dari air raksa, bahkan mereka sengaja mengujicoba sesuatu buat bisa hayati kekal abadi.

Mereka sebetulnya memiliki potensi buat bisa berkembang, sayangnya mereka memilih mengasingkan diri dari masyarakat. Akhirnya, mereka pun punah juga tergerus zaman.

Demikianlah sekelumit pengetahuan mengenai kebudayaan Cina dan problematikanya .