Pengaruh Posmodernisme dalam Seni Mancanegara

Pengaruh Posmodernisme dalam Seni Mancanegara

Tidak bisa dimungkiri bahwa seni mancanegara mendapat apresiasi nan sangat tinggi di Indonesia. Bahkan, sejak dulu hingga sekarang, para pemuda tanah air kita lebih berminat terhadap seni “impor” dan tak terlalu berminat terhadap seni orisinil negaranya. Mereka mungkin lebih mengenal Lady Gaga daripada Didi Kempot. Mereka mungkin telah hapal lirik lagu “Bad Romance”, tapi mereka tak hapal lirik lagu “Stasiun Balapan”.

Hal ini dikarenakan stereotip nan berkembang di masyarakat bahwa budaya mancanegara lebih unggul daripada budaya negara sendiri. Sehingga, seni mancanegara pun dianggap lebih berkualitas daripada seni orisinil Indonesia, meskipun sesungguhnya tak selalu demikian.

Begitu kuatnya pengaruh seni mancanegara hingga menyebabkan perubahan di berbagai sisi kehidupan di tanah air kita. Mulai dari sisi fashion, gaya hidup, showbiz, hingga nilai estetika. Sehingga, apa nan sedang tren di mancanegara, akan menjadi tren pula di negara kita, khususnya dalam bidang seni.



Seni Mancanegara Vs Seni Lokal Indonesia

Seni mancanegara ialah segala jenis kesenian nan dihasilkan dari budaya luar negeri, entah seni tersebut dilakukan oleh orang mancanegara atau orang dari Negara kita. Jadi, seandainya musik rock nan dimainkan oleh orang-orang dari Tegal, tetaplah seni tersebut merupakan seni mancanegara sebab substansinya ialah music rock tersebut dan bukannya orang-orang Tegal.

Sementara seni lokal Indonesia merupakan kebalikan dari seni mancanegara. Seni semacam ini bisa dicontohkan dengan seni wayang, tari saman, tari remo, sinden, dan sebagainya.

Sejak dulu, bangsa kita memang begitu akrab dengan kesenian, bahkan lebih akrab dan lebih kreatif dari negara lainnya. Keakraban bangsa kita tersebut dibuktikan dengan lahirnya berbagai seni orisinil negara kita seperti nan telah penulis sebutkan di atas.

Sayangnya, perkembangan seni orisinil negara kita tak berkembang pesat selayaknya seni mancanegara nan mampu berkembang pesat dari waktu ke waktu. Hanya sebagian saja nan mampu berkembang secara signifikan. Ini nan perlu buat diperhatikan.

Beberapa putra bangsa sempat berusaha buat memopulerkan salah satu seni orisinil negara kita, musik dangdut, dengan membuat program pencarian bakat—selayaknya American Idol atau The X Factor— nan diberi nama “Dangdut in America”. Hal ini cukup menarik perhatian publik Amerika Perkumpulan dan menjadikan musik dangdut menjadi terkenal di kalangan orang-orang kulit putih di negara tersebut.

Beberapa seni orisinil bangsa kita lainnya seperti wayang, pencak silat, maupun sinden memang juga telah dikenal di mancanegara. Tapi, hanya sebagian kalangan saja nan mengenalnya dengan baik. Jadi, dalam hal perkembangannya, seni mancanegara sekiranya lebih unggul bila dibandingkan dengan seni orisinil bangsa kita.

Sebenarnya tak terlalu bermasalah apakah itu seni mancanegara atau seni Indonesia nan lebih berkembang, asalkan hal itu bisa memberikan akibat positif bagi bangsa kita dan bukan sebaliknya. Namun, sebagai bangsa nan besar, seharusnya kita juga tak sampai melupakan seni orisinil bangsa kita dan tetap berusaha buat melestarikannya.

Jepang merupakan negara nan patut dijadikan teladan. Sementara begitu menjamurnya seni mancanegara di negara para samurai tersebut, masyarakat di negara ini tetap menjunjung tinggi seni orisinil bangsa mereka hingga mampu membawanya ke kancah Internasional dan terkenal di seluruh dunia— contohnya ialah Aikido, seni pedang (Iaido), origami (seni merangkai bunga), hingga alat musik tradisional Jepang (koto).



Seni Mancanegara nan Diapresiasi oleh Artis Indonesia

Seperti nan penulis utarakan sebelumnya bahwa seni mancanegara mendominasi global seni di tanah air kita. Hal ini menghasilkan para pekerja seni “impor” di negara kita dari masa ke masa. Karena bangsa kita memang memiliki cita rasa seni nan tinggi. Sehingga, seni mancanegara pun mampu diapresiasikan oleh bangsa kita dengan baik pula. Hal ini dibuktikan dengan keberhasilan banyak artis dari negara kita di kancah internasional.

Raden Saleh merupakan artis pertama dari negara kita nan mampu merambah kancah internasional. Ia merupakan seorang pioner seni lukis di Indonesia. Beberapa lukisan hasil karyanya telah dipajang di berbagai museum di luar negeri, seperti Rijkmuseum di Belanda dan Louve di Perancis.

Pada era 60-an, global musik mancanegara disemarakkan dengan munculnya sekelompok anak muda dari Indonesia nan memainkan musik secara tak lazim, atraktif, dan inovatif. Mereka tergabung dalam grup The Tielman Brothers.

Konon, grup asal Indonesia tersebut dipercaya sebagai grup nan lebih dulu memopulerkan musik rock sebelum The Beatles. Bahkan, Andy Tielman sang gitaris dipercaya sebagai gitaris nan lebih dulu memopulerkan atraksi bermain gitar di atas punggung, di belakang punggung, atau dengan gigi jauh sebelum gitaris global Jimmy Hendrix. Sehingga bisa disimpulkan bahwa artis bangsa kita telah berkontribusi cukup besar terhadap perkembangan industri musik dunia.

Di masa kini, terdapat Anggun C. Sasmi nan sukses menelurkan album internasional serta telah tampil di berbagai belahan dunia. Mulai dari eropa, Amerika, hingga Timur Tengah. Ada pula Sandhy Sandoro nan sukses menjadi kampiun di ajang “International Contest of Young Pop Singer : Novoya Volna/ New Wave”.

Sebenarnya, masih banyak nama nan belum penulis cantumkan, namun setidaknya keempat artis Indonesia tersebut telah mampu menunjukkan bahwa bangsa kita begitu akrab dan cerdas dalam bidang seni.



Pengaruh Posmodernisme dalam Seni Mancanegara

Seni mancanegara masa kini sangat erat kaitannya dengan pemikiran posmodernisme. Sehingga, nilai keindahan dalam seni mancanegara pun telah berubah.

Secara universal, posmodernisme tak hanya merasuki global seni mancanegara semata, tapi juga merambah ke berbagai aspek kehidupan manusia dan melakukan perubahan secara signifikan di masa kini, baik dalam hal pemikiran, gaya-hidup, hingga nilai-nilai. Sebab, postmodernisme merupakan perpaduan dari berbagai macam budaya dan masa lalu.

Posmodernisme ialah episode baru setelah modernisme, sekaligus melampauinya. Karakteristik khas dari karya-karya genre posmodernisme antara lain bermakna ganda, ironi, mengandung berbagai pilihan, budaya nan terpecah belah, plural, dan heterogen. Sehingga bisa dikatakan bahwa posmodernisme tak bertitik pusat.

“Multiverse”, itulah istilah nan dipopulerkan oleh Michael Faucalt, seorang filosof posmodernisme nan telah menggantikan posisi “universe” dari genre modernisme.

Ketika style tersebut diterapkan ke dalam sebuah karya seni, tak heran bila nilai estetikanya pun akan berubah. Begitu juga fungsi keindahan dan fungsi sosial nan telah berkontribusi dalam membentuk sejarah kehidupan manusia.

Hasil karya beraliran posmodernisme ini pun menjadi multi-interpretatif. Karena tak terpaku pada satu pusat saja alias membaur, karya beraliran posmodernisme kerapkali menggunakan simbol-simbol nan bisa dimaknai baik oleh kalangan profesional maupun awam.

Di bidang seni musik misalnya, terdapat genre music progressif rock (Dream Theatre, The Pollice, Rush, Dewa 19, dll) nan melakukan berbagai penemuan dan tak terkungkung dalam satu rona musik saja. Sehingga, tak menutup kemungkinan buat memadukan musik modern dengan musik etnik sekalipun.

Dalam musik jenis ini, kentara sekali pengaruh paham posmodernisme nan juga tak terbelenggu pada satu titik pusat. Sehingga, musik semacam ini bisa menembus dimensi. Hal ini diperkuat oleh pendapat Walter Benjamin nan mengatakan bahwa seorang artis progressif ialah artis nan menggunakan dan mengembangkan media-media baru serta mengubahnya menjadi sebuah perlawanan dan merevolusionerkan media.

Seni mancanegara masa kini telah mengalami perkembangan dan perubahan nan lumayan drastis, dengan segala sisi baik dan sisi buruknya. Tidak masalah bila kita menggeluti global seni mancanegara, asalkan kita mampu buat mempergunakannya demi kebaikan dan tak berdampak jelek bagi kehidupan.