Peran Taktik dan Media Belajar dalam Matematika

Peran Taktik dan Media Belajar dalam Matematika

Selama ini, pelajaran matematika seakan-akan menjadi hantu gentayangan nan ditakuti sebagian pelajar, mulai dari SD hingga Sekolah Menengah Atas. Hal tersebut juga membuat orang tua merasa risi sebab matematika merupakan salah satu bidang studi nan diujikan secara nasional. Bahkan, dominasi kompetensi matematika juga wajib diperlukan buat ujian nasional, juga buat tes masuk perguruan tinggi. Tak heran jika loka les matematika semakin diburu, terlebih saat menjelang ujian

Pada dasarnya, anak didik memang memiliki kelebihan dan kelemahan pada masing-masing mata pelajaran. Jika si A lemah pada aspek bahasa, niscaya dia memiliki keahlian di salah satu bidang lain, misalnya saja pada matematika. Dapat jadi siswa B sangat lemah pada pelajaran matematika, tapi memiliki talenta luar biasa di bidang seni menggambar. Sedangkan bagi si kampiun kelas nan memiliki nilai bagus pada hampir semua mata pelajaran, tentunya dia masih memiliki kelemahan pada bidang tertentu.

Berbicara mengenai kelebihan dan kelemahan, tentunya orang tua dan guru harus mengerti dimana letak kelebihan dan kelemahan tersebut. Perhatian terhadap hal ini bertujuan agar guru dan orang tua dapat membantu anak mengembangkan talenta nan dimilikinya. Selain itu juga buat membuat anak juga memiliki kemampuan nan baik dalam bidang studi nan menjadi kelemahannya. Sehingga, kemampuan anak tak berada di bawah standar.

Kelemahan anak pada bidang studi matematika menjadi masalah nan sering dijumpai. Meski mendapatkan pembelajaran matematika nan sama di kelas, nyatanya masing-masing anak memiliki kemampuan nan berbeda. Hal ini disebabkan oleh daya tangkap anak, ketertarikan, gangguan belajar, dan skemata tiap anak berbeda. Jadi, asumsi ‘bodoh’ terhadap anak nan tertinggal dalam matematika merupakan kesalahan besar.

Salah satu nan dapat menjadi pemicu anak lemah pada pelajaran matematika ialah penggunaan otak kiri nan lebih dominan. Hal ini dapat disebabkan oleh taktik belajar nan digunakan. Anak nan hanya belajar angka tanpa tahu maksud dan pernanan matematika dalam hidupnya akan lebih sulit memahami. Untuk mengatasinya, orang tua dan guru perlu pengetahuan tentang fungsi otak kiri dan kanan. Selain itu juga pernanan media pembelajaran dalam menunjang kemampuan anak.



Fungsi Otak : Hemisfir Kanan dan Hemisfir Kiri

Otak manusia merupakan organ nan menyimpan dan mengendalikan seluruh tubuh manusia, mulai dari mobilitas hingga pemahaman ilmu pengetahuan. Otak terdiri atas dua bagian nan disebut dengan batang otak dan Korteks Serebral. Korteks Selebral inilah nan terbagi menjadi dua bagian nan disebut dengan hemisfir kiri dan hemisfir kanan. Orang sering menyebutkannya dengan otak kiri dan otak kanan.

Berdasarkan penelitian ahli, fungsi kedua hemisfir dalam otak ini memiliki disparitas nan tajam. Dalam hal pengendalian gerak, hemisfir kiri mengendalikan semua anggota badan nan ada di sebelah kanan, termasuk muka bagian kanan. Sebaliknya, hemisfir kanan mengontrol anggota badan dan paras sebelah kiri. Jadi, dari segi pengontrolan fisik kedua hemisfir ini saling silang.

Hemisfir kanan melakukan peran spesifik dalam mengenali musik dan pola-pola visual nan kompleks. Sedangkan, hemisfer kiri mengendalikan kemampuan analitis, matematika, dan kemampuan berbahasa. Meski hemisfir kiri mengendalikan kemampuan matematika, rupanya penggunaan hemisfir kiri saja tak cukup buat membuat anak dapat menguasai matematika. Bahkan, malah membuat matematika menjadi pelajaran nan rumit dan absrak.

Peran hemisfir kanan dalam mengenali pola audio dan visual nan kompleks memiliki peranan tersendiri dalam pembelajaran matematika. Dengan menggunakan hemisfir kanan dan kiri nan seimbang, anak akan belajar matematika dengan menyenangkan. Selain itu, anak juga akan lebih tertarik sebab matematika memang dirasa sangat dengan kehidupan dan tak hanya berupa angka-angka abstrak.

Matematika nan lebih banyak menekankan penggunaan otak kiri terbukti telah membuat pelajaran ini menjadi momok nan sangat tak menyenangkan. Belajar Matematika sambil bermain nan dikaitkan dengan pelaksanaan dalam kehidupan sehari-hari membuat peserta didik menyadari betapa pentingnya mempelajari Matematika. Mereka jadi tahu bahwa Matematika bisa mempermudah kehidupan mereka.

Misalnya, anak kelas satu sekolah dasar mulai belajar menghitung dengan memperhatikan semua benda nan ada di ruang kelas dan di luar kelas. Perintah nan dipakai guru pun lebih membumi. “Anak-anak, menghitung jumlah pohon di luar, yuk!” Anak nan kreatif malah ada nan bertanya, “Pohon nan kecil atau pohon nan besar, Bu? Pohon berdaun lebar atau pohon berdaun kecil?”

Pertanyaan dari anak-anak itu membuktikan bahwa pikiran kritis itu muncul ketika anak dibawa menggunakan otak kanannya lebih banyak sehingga belajar tak menjadi tekanan. Bila guru menjawab bahwa nan dihitung ialah jumlah pohon berdaun kecil-kecil saja, bayangkan saat di luar salah satu anak bertanya, “Boleh tak menghitung semua jumlah pohonnya?” Inilah pertanyaan nan menunjukkan bahwa keinginan belajar nan lebih telah tumbuh di hati anak tersebut.

Informasi dan rumus matematika nan masuk ke dalam otak akan disimpan ke dalam memori. Namun, dalam otak sendiri terdapat dua jenis memori yaitu memori jangka pendek dan jangka panjang. Jika informasi dan rumus tersebut masuk ke dalam memori jangka panjang, dapat meningkatkan kemampuan anak dalam menguasai matematika. Jika sebaliknya, memori tersebut akan hilang dan anak akan kesulitan jika menemui persoalan nan membutuhkan informasi tersebut.

Nah, sekarang persoalannya, bagaimana cara agar informasi tersebut masuk ke dalam memori jangka panjang? Jawaban pastinya ialah rumus dan informasi tersebut harus secara berulang-ulang dilatihkan pada anak, bukan hanya dibaca. Setiap pulang sekolah, pastikan anak Anda terus berlatih menyelesaikan soal dengan rumus dan informasi nan didapat. Semakin sering berlatih dan menggunakannya berulang-ulang, anak akan lebih mudah menguasai dan mengingatkan.



Pengurangan dan Perkalian

Konsep pengurangan agak susah bila guru langsung memberikan rumusannya. Namun, jika anak-anak diminta berbaris, lalu jumlah barisan dikurangi satu per satu, anak dapat melihat konsep itu dengan lebih nyata. Setelah itu, suruhlah mereka berbelanja di koperasi sekolah. Mintalah membeli barang nan harganya lebih murah dari jumlah uang nan mereka punya.

Setelah anak mengenal bagaimana menggunakan konsep pengurangan dalam kehidupan sehari-hari, barulah guru menerangkan lambang dan cara proses pengurangan dijalankan. Cara ini lebih efektif buat pembelajaran matematika nan berupa angka-angka. Dengan demikian, anak akan belajar dengan tujuan nan jelas.

Perkalian tentu lebih susah dibanding penjumlahan dan pengurangan. Awal sosialisasi dapat dengan cara menghitung jumlah keramik ruangan. Setelah itu, anak diberi pekerjaan rumah menghitung jumlah keramik di kamar tidurnya, kamar tidur orangtua, kamar tidur saudara, keramik nan ada di dapur, di kamar mandi, di ruang tamu, di teras, di ruang keluarga, dan di ruangan lain.

Setelah memeriksa jawaban anak, guru bertanya apakah anak merasa capek menghitung begitu banyak keramik di rumah. Dari jawaban anak, guru bisa memberikan cara nan lebih mudah menemukan berapa jumlah keramik di suatu ruangan dengan cara mengalikan tiap-tiap baris keramik.

Bila proses perkalian ini tetap susah, guru mencari cara lain nan intinya tak terlalu membuat anak menggunakan otak kirinya. Misalnya, dengan menerangkan bahwa 12 itu tak hanya dihasilkan dari 8+4, 9+3, 13-1, dan lain-lain. Namun, 12 juga dapat dari 3x4. Guru dapat menggunakan bola kecil-kecil, pesil, pena, atau alat bantu mengajar lainnya. Alat bantu ini bisa membuat anak menangkap pelajaran lebih cepat.



Peran Taktik dan Media Belajar dalam Matematika

Strategi merupakan cara atau teknik nan digunakan buat membelajarkan matematika. Sedangkan media ialah wahana nan digunakan buat menyampaikan bahan belajar. Kombinasi nan baik antara kedua hal ini akan memberikan pengalaman belajar bermakna bagi siswa. Taktik belajar nan konvensional tanpa media nan menarik hanya akan memacu kerja hemisfir kiri.

Dengan taktik dan media belajar nan terencana dengan baik, pengajar dapat memberikan miniatur lingkungan nan memang dekat dengan matematika. Otak kanan menjadi ikut terlibat sebab pembelajaran nan didapat tak berupa sesuatu nan abstrak. Jadi, anak benar-benar merasakan sendiri bahwa matematika memang bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari.

Media dan taktik nan digunakan tentu harus disesuaikan dengan kompetensi nan harus dikuasai. Pengajar atau orang tua dapat menggunakan balon, bola berwarna, tabel, video, hingga benda-benda nan dekat dengan anak sebagai media. Taktik nan dibuat harus menyenangkan dan mencakup seluruh kegiatan, mulai dari awal hingga evaluasi.