Fenomena Pelangi - Lukisan Alam nan Abadi

Fenomena Pelangi - Lukisan Alam nan Abadi

Pelangi , alangkah indahmu, merah kuning hijau di langit nan biru .... dan seterusnya. Tentu kita masih ingat syair dari lagu anak anak nan sangat popuper ini. Sebuah lagu nan menceritakan salah satu estetika dari kreasi Tuhan Yang Maha Esa.

Pelangi memang mampu memunculkan pemandangan alam nan sangat menarik buat dinikmati dengan pandangan mata kita. Bentuknya bagaikan busur nan berada di langit. Dan sebab keindahannya tersebut, banyak cerita rakyat nan juga memasukannya dalam kisah nan juga tak kalah menariknya buat diikuti. Misalnya ada nan menyebutnya sebagai tangga buat putri nan tinggal di surga dan mau turun ke bumi.

Ini merupakan suatu bukti bila estetika pelangi sudah di puja-puja orang sejak jaman dulu. Dan sampai saat ini hasil dari biasan air hujan nan bentuknya juga menyerupai selendang itu masih menjadi obyek alam nan dikagumi oleh banyak orang. Jadi dapat dikatakan bila kecantikannya ialah abadi meski kemunculannya juga sporadis terjadi.



Bagaimana Dapat Ada Pelangi?

Pelangi ialah suatu gejala meteorologi dan optik nan membentuk cahaya dengan bermacam rona nan susunannya selalu sejajar dan dapat terlihat di langit atau media nan lain. Spesifik nan berada di langit, ujung dari bayangan rona ini selalu menuju pada arah horison dan terjadi ketika ada hujan nan turun namun matahari masih mampu bersinar terang.

Sebagaimana kita ketahui, matahari merupakan sumber cahaya nan mempunyai banyak warna. Meski kita hanya melihat sinar rona putih saja, namun sebenarnya rona tersebut merupakan gabungan nan terdiri dari banyak cahaya nan masing masih punya gelombang nan panjangnya berbeda-beda. Namun mata kita mampu menangkap paling sedikit tujuh jenis rona pada cahaya nan dimunculkan oleh matahari. Rona rona inilah nan dapat kita lihat ketika muncul pelangi di langit.

Munculnya pelangi sebab ada kejadian berupa pembiasan dari cahaya atau sinar matahari pada butiran air nan ada atau muncul. Karena ketika sinar matahari ini melewati air, terjadi pembiasan nan prosesnya juga sama ketika dia melewati prisma kaca.

Jadi dalam tetesan atau butiran dari air juga terdapat rona nan juga berbeda dan bentuknya memanjang pula dari sisi-sisi pada air nan menetes tersebut. Kemudian cahaya nan beraneka rona ini memantul pada tetesan lain dan keluar kembali. Begitu seterusnya.

Cahaya nan keluar ini selalu menuju arah nan berlainan, sinkron dengan rona nan ada. Dan rona dari pelangi nan muncul ini selalu sama yaitu merah di bagian atas dan untung berada di loka nan bawah.

Melihat uraian di atas kita akan menjadi tahu bila pelangi nan berada di langit hanya dapat dinikmati dikala terjadi hujan dan sinar matahari masih cerah tanpa terhalang atau tertutup oleh awan. Dan kita dapat melihatnya dari arah nan berlawanan.

Misalnya ketika matahari sedang berada di bagian barat, maka kita akan melihat pelangi di bagian timur. Karena antara matahari dan mata atau posisi kita dan pusat busur harus selalu berada di dalam satu kesatuan garis nan lurus.



Fenomena Pelangi - Lukisan Alam nan Abadi

Pernahkah Anda melihat sebuah lengkungan di awan, nan membentuk pita bergaris warna-warni, lukisan alam nan tidak ada bandingnya. Lengkungan pita tersebut ialah pelangi. Sebagai kenyataan alam, pelangi merupakan pemandangan latif buat dipandang.

Biasanya kenyataan ini terjadi ketika udara sangat panas tetapi hujan turun rintik-rintik. Kita bisa melihat jelas kenyataan ini, jika kita berdiri membelakangi cahaya matahari. Pelangi bisa pula terbentuk sebab udara berkabut atau berembun.

Dalam ilmu fisika, pelangi bisa dijelaskan sebagai sebuah peristiwa pembiasan alam. Pembiasan merupakan proses diuraikannya satu rona eksklusif menjadi beberapa rona lainnya (disebut juga spektrum warna), melalui suatu media/ medium eksklusif pula.

Pada pelangi, proses berurainya rona terjadi ketika cahaya matahari nan berwarna putih terurai menjadi spektrum rona melalui media air hujan. Adapun spektrum rona nan terjadi terdiri atas rona merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, dan ungu.