Tokoh nan Anti-Apartheid

Tokoh nan Anti-Apartheid

Negara Afrika Selatan terletak di Benua Afrika bagian selatan. Negara nan bertetangga dengan Namibia, Botswana, dan Zimbabwe di sebelah utara serta Mozambik dan Swaziland di sebelah timur bahari ini beribu kota Cape Town.

Negara berbentuk republik presidensiil ini terdiri atas sembilan provinsi, yaitu Eastern Cape, Free State, Gauteng, KwaZulu-Natal, Limpopo, Mpumalanga, North West, Northern Cape, dan Western Cape. Adapun kota-kota primer di Afrika Selatan, antara lain Johannesburg, Cape Town, Durban, Kimberley, Pretoria, Bloemfontein, dan Port Elizabeth.

Negara nan terkenal sebagai produsen berlian, emas, dan platinum di global ini memiliki sebelas bahasa resmi, antara lain Afrikaans, Inggris, Zulu, Xhosa, Swazi, Ndebele, Sotho Selatan, Sotho Utara, Tsonga, Tswana, dan Venda. Afrika Selatan merupakan salah satu negara tertua di Benua Afrika dengan banyak suku, seperti Bushmen, Khoi, Xhosa, dan Zulu.



Sejarah Negara Afrika Selatan

Diperkirakan 3,3 juta tahun nan lalu, manusia purba tinggal di Afrika Selatan dan menjadi cikal bakal manusia modern di negara tersebut. Hal ini ditandai dengan peninggalan fosil di Gua Sterkfontein, dekat Johannesburg dan Pretoria. Peninggalan fosil ini dikenal dengan cradle of humankind atau ayunan manusia. Selain peninggalan-peninggalan fosil, bukti-bukti nan menguatkan keberadaan manusia purba di Afrika Selatan ialah lukisan-lukisan nan ada dalam gua.

Seiring perkembangan zaman, kepunahan manusia purba digantikan oleh kedatangan bangsa Eropa. Pada 1652, VOC nan dikenal sebagai Afrikaner datang ke Cape Town buat pertama kali. Awalnya, VOC mendirikan pusat persinggahan buat kapal-kapal nan melalui Afrika Selatan. Akan tetapi, tujuan awal itu berubah saat VOC membuka ladang-ladang dan memperbudak penduduk sekitar buat bekerja di ladang-ladang mereka.

Seiring berjalannya waktu, banyak orang Eropa nan berdatangan ke Cape Town. Mereka diberikan huma secara perdeo oleh VOC. Selain mengolah ladang, pendatang-pendatang itu beternak nan dijadikan sebagai ekonomi krusial bagi mereka. Akan tetapi, beternak memerlukan padang rumpun nan luas, sedangkan padang rumput di Cape Town gersang.

Untuk mengatasi masalah ini, mereka meninggalkan Cape Town dan menerobos masuk ke wilayah Kerajaan Bantu. Hal ini menimbulkan konflik antara pendatang dan suku Bantu serta suku Xhosa. Perang pun tak bisa dihindari. Peperangan nan berlangsung selama satu abad ini dimenangkan oleh Belanda. Selama itu pula, bermunculan kerajaan-kerajaan baru tanpa sepengetahuan Belanda, seperti Kerajaan Zulu.

Sekitar 1830-an, Boer Voortrekkers melakukan migrasi ke Afrika Selatan bagian utara. Siapa sangka, di daerah itu, tepatnya di Kimberley, ditemukan tambang berlian. Seketika loka itu mejadi terkenal dan menarik orang-orang buat mengunjunginya, termasuk orang-orang Inggris nan merampas semua tambang berlian di Afrika Selatan. Orang-orang Inggris juga menaklukkan wilayah-wilayah orang kulit hitam.

Peristiwa inilah nan memicu terjadinya Perang Anglo-Zulu nan berakhir dengan jatuhnya Kerajaan Zulu ke tangan Inggris. Selain berlian, ditemukan pula tambang emas nan menjadi perebutan antara pihak Belanda dan pihak Inggris. Pembukaan tambang emas Witwatersrdan menjadi pemicu terjadinya peperangan. Pihak inggris mengeluarkan kebijakan buat membumihanguskan tempat-tempat dan membunuh semua orang Belanda nan dikenal dengan Perang Boer I.

Pihak Belanda pun mengalami kekalahan sehingga mereka menyerahkan Afrika Selatan bagian selatan dikuasai oleh pihak Inggris dan mendirikan Natal serta Cape Town. Sementara itu, pihak Belanda mendirikan Oranye Vrijstaat dan Transvaal di Afrika Selatan bagian utara.



Apartheid di Negara Afrika Selatan

Apartheid berasal dari bahasa Belanda nan berarti pemisahan. Apartheid nan terjadi di Afrika Selatan ialah pemisahan orang-orang kulit putih dengan penduduk orisinil Afrika nan berkulit hitam dan menjadi kebijakan politik pemerintah Afrika Selatan buat menyingkirkan orang-orang kulit hitam di negara tersebut. Apartheid menjadi penindasan nan dilakukan oleh pemerintah dalam waktu lama, nan disertai dengan kekerasan, demonstrasi, protes, pemogokan, dan sabotase.

Berkuasanya pihak Inggris di Afrika Selatan membuat keberadaan penduduk orisinil semakin terancam. Dengan berakhirnya Perang Boer II pada 1910, didirikanlah Uni Afrika Selatan oleh Inggris nan berisikan orang-orang kulit putih dengan presidennya Hendrik Verwoed. Verwoed membuat kebijakan buat memisahkan kulit putih dan kulit hitam nan menimbulkan diskriminasi.

Kepemimpinan Verwoed digantikan oleh Pieter Botha nan membentuk homeland-homeland menjadi negara bagian otonom. Kebijakan ini dimaksudkan buat memecah belah persatuan dan kesatuan Afrika Selatan, sekaligus mengamankan pemerintahan bangsa kulit putih. Bangsa kulit putih menganggap bahwa penduduk pribumi nan berkulit hitam ialah bangsa nan primitif, biadab, dan keturunan nan dikutuk oleh Tuhan buat menjadi budak.

Penguasa kulit putih mengeluarkan undang-undang pertanahan pribumi ( Native Land Act ) nan melarang bangsa kulit hitam buat membeli tanah di luar daerah nan telah disediakan buat mereka. Loka tinggal mereka harus berpagar kedap dan harus jauh terpisah dengan loka tinggal bangsa kulit putih. Untuk keluar dan masuk pemukiman, mereka harus memiliki surat pas.

Bangsa kulit putih mengambil laba dari subordinat ini, yaitu mereka mempekerjakan bangsa kulit hitam dengan upah nan sangat rendah. Karena terus didiskriminasikan, bangsa kulit hitam mengadakan pemberontakan. Akan tetapi, pemberontakan nan terjadi akan ditumpas dengan kejam, termasuk mengirimkan Nelson Mandela ke penjara.

Dengan adanya orang-orang kulit hitam nan menerima pendidikan barat, mereka mulai mengambil langkah-langkah membentuk gerakan politik. South Africa Native National Conference dan APO mengirimkan delegasi ke London, tetapi gagal. Kemudian, lahirlah African National Congress (ANC) nan sasarannya terbatas pada usaha agar golongan elite Afrika Selatan diterima secara sosial dan politik dalam masyarakat nan dikuasai oleh kulit putih. ANC mengalami kemunduran setelah pemerintah Afrika Selatan mengambil tindakan keras dan tegas.

Diskriminasi nan semakin jelek membuat kelompok-kelompok penentang Politik Apartheid mengadakan rendezvous buat menggariskan dasar-dasar bagi Afrika Selatan nan demokratis dan nonrasial. Pemerintah Afrika Selatan nan dikuasai kulit putih tak tinggal diam. Mereka menangkap para pemimpin kelompok nan dituduh berkomplot buat menggulingkan pemerintahan. Anggota kelompok-kelompok nan tak ditangkap mendirikan Pan Africanist Congress (PAC) dan melancarkan kampanye anti-kebijakan pemerintah.

Banyak anggota nan tewas dalam peristiwa tersebut sebab ditembak oleh polisi di Sharpeville. Sehubungan dengan banyaknya korban dalam menentang diskriminasi, DK PBB mengutuk keras pemerintah Afrika Selatan. Mereka mengatakan bahwa Apartheid ialah suatu kejahatan, mengganggu perdamaian dan keamanan internasional, serta mengakui sahnya perjuangan bangsa kulit hitam Afrika Selatan dalam menghilangkan Apartheid.



Tokoh nan Anti-Apartheid

1. Frederik Willem de Klerk

Frederik Willem de Klerk lahir di Johannesburg, Gauteng, Afrika Selatan, 18 Maret 1936. Beliau ialah presiden kulit putih terakhir di Afrika Selatan menggantikan Pieter Willem Botha. Beliau menjabat pada September 1989 sampai Mei 1994 dan memimpin Partai Nasional Afrika Selatan pada Februari 1989 sampai September 1997.

Beliau dikenal sebagai pemimpin nan sukses mengakhiri masa Apartheid, mengubah sistem administrasi negara dari rezim tangan besi ke sistem demokrasi, dan membebaskan Nelson Mandela. Frederik Willem de Klerk dan Nelson Mandela dianugerahi Nobel dalam bidang perdamaian atas usaha gigih mereka menghapus Apartheid.



2. Nelson Rolihlahla Mandela

Nelson Rolihlahla Mandela dilahirkan di Mvezo, Transkei, 18 Juli 1918. Masa kecilnya dihabiskan di Thembu. Beliau memiliki nama kehormatan dari klannya, yaitu Madiba. Beliau menggantikan Frederik Willem de Klerk dan menjadi presiden kulit hitam pertama di Afrika Selatan pada 27 April 1994 sampai 14 Juni 1999.

Pada 1934, beliau memulai program B.A. di Fort Hare University dan berjumpa dengan Oliver Tambo, seorang politikus Afrika Selatan, nan menjadi teman dan koleganya nan setia. Karena terus menentang apartheid, beliau menjalani berbagai masa hukuman.

Demikianlah klarifikasi singkat mengenai Apartheid di Negara Afrika Selatan. Semoga klarifikasi singkat ini bisa memberikan pelajaran bagi kita bahwa semua manusia di mata Tuhan itu sama, nan membedakan hanyalah keimanannya.