Menjadi Raja Gowa dan Puncak Kejayaan

Menjadi Raja Gowa dan Puncak Kejayaan

Di mana ada penjajah beraksi, di sana pula bermunculan sosok-sosok pembebas penderitaan rakyat. Sejak dahulu kala, di seluruh nusantara hampir di setiap loka akan kita temui para pahlawan nan gigih melawan penjajah Belanda atau VOC, baik di Pulau Jawa, Kalimantan, Bali, Sumatera, atau pun Sulawesi.

Di Pulau Sulawesi, ada seorang sosok pemberani bernama Sultan Hasanudin . Ia dilahirkan di Makassar, 12 Januari 1631. Ia ialah raja Goa bernama lahir I Malombasi Muhammad Bakir Daeng Mattawang Karaeng Bonto Mangepe. Ia merupakan raja ke-16 dari kerajaan Gowa. Setelah menjadi muslim, ia mendapat julukan Sultan Hasanuddin Tumenanga Ri Balla Pangkana.

Kegigihannya dalam perang mengusir penjajah dari tanah Sulawesi, oleh Belanda ia dijuluki De Haantjes van Het Oosten atau nan lebih dikenal dengan Ayam Jantan dari Benua Timur. Berikut riwayat dan sejarah singkat mengenai perjuangan Sang Sultan.

Ia merupakan putra ke-2 dari Sultan Malikussaid yakni Raja Gowa nan ke-15. Setelah dinobatkan menjadi pengganti ayahandanya, ia memerintah ketika Belanda telah sampai ke Nusantara (sebutan buat Indonesia kala itu) dan telah berdagang dengan pribumi.

Namun, sikap serakah nan mereka miliki membuat mereka gelap mata dan hendak mengambil dan memonopoli perdagangan di wilayah Nusantara nan memang terkenal akan rempah-rempahnya. Mereka nan tadinya hanya melakukan perdagangan, belakangan ingin menguasai bumi pertiwi.

Hal ini pula nan menyulut amarah sultan. Ia bertekad mengusir semua penjajah. Salah satu alasan mengapa Belanda merasa harus menguasai Goa ialah wilayahnya nan strategis dan merupakan jalur perdagangan nan sangat menguntungkan di wilayah timur Nusantara.

Semakin hari ulah Belanda semakin menjadi-jadi. Hingga di tahun 1666 banyak kerajaan kecil di sekitar kerajaan Gowa telah jatuh ke tangan Belanda. Satu-satunya kerajaan nan masih merdeka adalah Gowa. Begitu sultan naik tahta, ia segera menggabungkan semua kekuatan buat melawan penjajah Belanda terutama bergabung dengan kekuatan-kekuatan dari kerajaan nan telah dikuasai Belanda.

Karena kewalahan dengan perlawanan rakyat Gowa nan dipimpin oleh Sultan Hasanudin, Belanda menambah prajurit. Pertempuran nan tak seimbang membuat pihak sultan terdesak dan terpaksa mengadakan perjanjian nan disebut perdamaian Bungaya pada tanggal 18 November 1667.



Latar Belakang Terjadinya Perlawanan Sang Sultan

Belanda nan mempunyai niat menguasai seluruh wilayah Sulawesi Selatan, memakai taktik devide et empera yakni politik mencampuri urusan kerajaan. Mereka mulai mencampuri urusan intern kerajaan termasuk dalam hal pergantian tahta. Tentunya dengan maksud menancapkan kuku kekuasaan di suatu kerajaan tertentu.

Belanda akan mengusulkan seorang calon raja nan mau bekerjasama dengan mereka. Pada awalnya pihak kerajaan memang merasa simpatik kepada VOC sebab sukses mengusir bangsa Portugis dari bumi Sulawesi. Namun, ibarat keluar dari mulut singa masuk mulut buaya, keadaan rakyat justru makin menderita. Bahkan secara terang-terangan mereka memonopoli perdagangan rempah-rempah dan membuat kekacauan.

Berbagai ancaman nan terpampang di depan mata membuat Sultan Gowa berpikir buat mengajak bergabung kerajaan lain. Sultan lantas memutuskan buat bergabung dengan kerajaan Tallo dan menjadi kerajaan Gowa Tallo. Kerajaan Gowa Tallo dikenal sebagai kerajaan nan anti-Belanda nan tidak pernah mau bekerjasama dengan Belanda.

Sejarah juga mencatat kekejaman bangsa penjajah dengan membatasi nelayan nan hendak berlayar dengan bahtera pinisi mereka. Padahal pada zaman dahulu, orang menggunakan kapal pinisi buat berlayar dengan maksud berdagang rempah-rempah.

Belanda tak ingin hasil rempah-rempah dari Makassar keluar dan diperdagangkan ke loka lain. Mereka hendak menguasainya sendiri buat selanjutnya dikirim ke negara asal mereka. Merasa perekonomian dan kesejahteraan seluruh penduduk Makassar terancam, Sultan Gowa Tallo berjuang mati-matian buat melawan Belanda.



Masa Kecil dan Remaja

Ketika ia dilahirkan, ayahnya, Sultan Malikussaid belum dinobatkan menjadi Raja Goa. Dari kecil, ia sudah terlihat berbeda dengan saudara-saudaranya nan lain. Ia lebih rajin belajar dan tergolong cerdas. Meskipun ia ialah bangsawan, namun ia selalu bersikap rendah hati, taat beragama, dan dikenal jujur. Oleh sebab itu banyak nan mencintai dan menyayanginya.

Saat berusia 8 tahun, barulah ayahnya diangkat menjadi Raja Gowa menggantikan kakeknya Sultan Alaudin nan telah memerintah kerajaan Goa selama hampir setengah abad. Masa remaja Sultan Hasanudin dihabiskan dengan belajar dan bermain bersama saudara-saudara serta kawan-kawannya.

Setelah beranjak dewasa, ia sering menemani ayahnya menghadiri berbagai acara krusial termasuk perundingan-perundingan. Ia banyak belajar mengenai ilmu pemerintahan , cara diplomasi, dan strategi dalam berperang. Ia juga seorang nan pandai berteman dengan siapa saja termasuk orang asing nan datang ke Makassar buat berdagang.

Sebagai calon penerus kerajaan Gowa, ayahnya sudah sering menyuruhnya buat mewakili ayahnya mengunjungi kerajaan-kerajaan lain nan menjalin interaksi baik dengan kerajaan Gowa. Di usia sangat muda yakni 21 tahun, ia dipercaya buat menempati jabatan Pertahanan Kerajaan Gowa dan ikut membantu ayahnya mengatur jalannya pertahanan guna menangkis agresi Belanda.



Menjadi Raja Gowa dan Puncak Kejayaan

Hasanudin menjadi raja ketika berusia 22 tahun. Sebenarnya ia bukanlah putra mahkota tetapi ayahnya berpesan agar setelah ia mangkat, I Mallombasilah nan menggantikannya sebagai raja Gowa. Seluruh isi kerajaan juga menyetujui wasiat tersebut dan diangkatlah ia menjadi Raja Gowa selanjutnya. Bukan hal nan mengherankan jika ia diangkat menjadi Raja.

Berbagai pengalaman serta kecerdasan nan menonjol membuat ayahnya menjatuhkan pilihan padanya. Sifat pemberani dan tegas nan dimiliki merupakan salah satu kelebihannya. Di usia 24 tahun, ia mempersunting I Bate Daeng Tommi menjadi permaisurinya.

Sebelum Hasanuddin dilahirkan, Kerajaan Gowa memang sebuah kerajaan nan sudah besar. Letak pelabuhan Makassar nan strategis, membuatnya ramai dikunjungi banyak pedagang dari luar negeri seperti dari Portugis, Inggris dan Belanda. Sejak masa pemerintaan Sultan Alauddin, Kerajaan ini telah mempunyai semangat persatuan dari kerajaan-kerajaan besar.

Bahkan Kerajaan Gowa telah menjalin persahabatan dengan Kerajaan Mataram di Pulau Jawa , Kerajaan Ternate di Maluku, Kesultanan Banten di Jawa Barat, dan kerajaan lainnya.

Perdagangan dan potensi kekayaan Makassar nan memang menguntungkan membuat tiga negara asing nan menjalin interaksi dagang dengan Gowa saling bersaing hingga sering timbul konflik. Tujuan mereka satu yakni memonopoli perdagangan rempah-rempah di Makassar.

Namun, Gowa meupakan kerajaan nan memiliki armada bahari nan andal sehingga sulit dikalahkan. Saking kuatnya, banyak kerajaan di sekitar Kerajaan Gowa nan meminta konservasi kepada armada Gowa.

Pada saat perang melawan Belanda, pasukan Sultan Hasanudin kalah dan terpaksa ia harus menyetujui perjanjian dengan Belanda. Kekalahan ini disebabkan tak proporsionalnya jumlah prajurit kerajaan dengan prajurit Belanda nan mendapat penambahan pasukan dari Batavia. Belanda sukses menerobos Benteng Sombaopu yaitu benteng terkuat di Gowa di tahun 1669. Satu tahun kemudian ia turun tahta dan mangkat di tahun nan sama, 1670.[]