Ibu Kebudayaan Iran

Ibu Kebudayaan Iran

Apa nan terlintas dalam benak Anda ketika mendengar kebudayaan Persia ? Sebagian besar, biasanya, langsung mengarah ke Iran nan dianggap sebagai negara berkebudayaan Persia. Asumsi itu tak salah sebab Iran memang negara loka sisa-sisa kebudayaan Persia tertinggal. Zaman dahulu, kebudayaan Persia tak hanya di Iran, tetapi meliputi Damaskus, Libanon, Suriah, dan sebagian Irak. Setelah peradaban itu runtuh, tinggal Iran nan tersisa sebagai “alun-alun” kebudayaan Persia.

Kebudayaan Persia merupakan salah satu kebudayaan nan paling tua di dunia. Budaya Persia sangat terkenal sebab kesusastraannya sehingga hampir seluruh negara di global niscaya mengenal budaya tersebut. Dalam bidang kesusastraan, budaya Persia terkenal dengan bahasa Parsinya nan merupakan bahasa penulisan setelah sebelumnya menggunakan bahasa Avesta. Bahasa Parsi sendiri termasuk ke dalam rumpun bahasa Indo Eropa, yakni rumpun bahasa nan berasal dari dataran tinggi Iran.

Bahasa lain nan masuk ke dalam rumpun tersebut ialah bahasa nan sudah tak asing lagi di negara Indonesia, yakni bahasa Sansekerta atau bahasa Sanskrit. Sementara itu, bahasa nan digunakan oleh bangsa Eropa dan termasuk ke dalam rumpun ini antara lain ialah bahasa Latin, Jerman, dan Belanda.



Asal-Usul Nama Parsi

Nama Parsi sebenarnya berasal dari nama sebuah kabilah nan sukses membangun dua kerajaan Purba di Iran, yakni Hakshiminia dan Parthi. Kedua kabilah tersebut sukses mengalahkan Babylonia, Assyiria, Asia kecil, dan Mediterania sehingga nama keduanya menjadi sangat terkenal ke seluruh penjuru dunia.

Namun, nan paling dikenal di antara kedua kabilah tersebut ialah kabilah Parthi nan kemudian dikenal dengan sebutan Pars. Setelah itu, barulah dataran tinggiIran sering disebut-sebut sebagai wilayah kebudayaan Persia.

Beberapa penulis Yunani, seperti Plato, menyebut orang dataran tinggi Iran sebagai orang Aryan sehingga dari situlah nama Iran muncul dan menjadi nama nan kuat buat daerah tersebut. Sejarah negeri Parsi sendiri berawal dari peperangan nan di dalamnya mereka ditaklukkan oleh Raja Macedonia Iskandar Agung. Namun, bangsa Parsi tak diam begitu saja sehingga pada masa-masa berikutnya, mereka dapat bangkit dari agresi dan penjara bangsa Macedonia.

Pemimpin bangsa Parsi tersebut ialah Arshak, yakni raja nan membuat kerajaan baru bernama Hakshiminia nan kemudian diberi nama kemaharajaan Persia. Sementara bahasa nan digunakan tetap ialah bahasa Parsi nan juga sering disebut sebagai bahasa Pahlewi nan merupakan nama maharaja Persia nan pertama.



Kepercayaan Zoroastrianisme

Dalam kebudayaan Persia Kuno, terdapat kepercayaan atau agama nan dikenal dengan nama Zarathusta atau Zoroastrianisme. Pendiri kepercayaan itu ialah Zoroaster. Michael H. Hart, penulis buku Seratus Tokoh nan Paling Berpengaruh dalam Sejarah, menyebut Zoroaster sebagai nabi bangsa Iran Kuno. Kepercayaan Zoroastrianisme memandang bahwa dalam kehidupan ini terdapat dua kekuatan nan saling bertempur.

Kekuatan sejati atau Tuhan mereka sebut dengan nama Ahura Mazda, sedangkan roh dursila disebut Angra Mainyu. Pertarungan tersebut, pada akhirnya, akan dimenangkan oleh sang kebaikan, Ahura Mazda. Penganut Zoroastrianisme memusatkan ibadahnya pada pemujaan api. Di dalam Kuil Zoroaster, terdapat barah nan terus menyala hingga saat ini. Barah tersebut dijadikan lambang kekuatan nan akan melindungi dunia.

Kini, para penganut Zoroastrianisme jumlahnya sangat sedikit seiring masuknya agama-agama lain ke Iran, seperti Islam, Kristen, atauYahudi.



Ibu Kebudayaan Iran

Sebagian besar penduduk Iran kini menganut agama Islam. Pemerintahan Iran nan berlandaskan ajaran agama Islam tak menghancurkan kebudayaan Zoroaster. Mereka justru melindungi sisa-sisa kebudayaan Persia Antik itu sebagai warisan kekayaan budaya mereka. Jika Anda memiliki kesempatan berkunjung ke negara tersebut, sempatkanlah buat mampir ke tempat-tempat residu kebudayaan Persia Antik itu ada. Ia ialah ibu dari kebudayaan Iran nan ada saat ini.

Menurut Michael H. Hart, kini global penganut Zoroaster lebih sedikit jumlahnya ketimbang kaum Marmin maupun Christian Scientists. Moronianisme dan Christian Scientists belum lama tumbuh. Dilihat dari perjalanan sejarah, jumlah holistik penganut Zoroster jauh lebih besar. Inilah alasan primer mengapa Zoroaster dimasukkan ke dalam buku 100 Tokoh nan Paling Berpengaruh dalam Sejarah.



Korelasi Antara Kebudayaan Persia dengan Kebudayaan Islam

Pada saat bangsa Parsi berada di bawah kekuasaan Bani Sassan, yakni sekitar tahun 651 Masehi, Bangsa Arab mengalahkan mereka dalam peperangan besar nan berlangsung selama sepuluh tahun.

Setelah itu, Raja Bani Sassan melarikan diri dan meninggal pada tahun 652 Masehi. Peperangan antara bangsa Arab dan bangsa Parsi telah berlangsung sejak lama, yakni sebelum adanya agama Islam nan masuk ke kedua kubu tersebut.

Penaklukan nan dilakukan oleh bangsa Arab terhadap bangsa Persia merupakan awal mulanya dominasi wilayah Damaskus oleh Bani Umayyah. Namun, setelah kepemimpinan Bani Umayyah sukses ditaklukkan oleh kepemimpinan Bani Abbasiyah, barulah wilayah Parsi menjadi wilayah kekuasaan Bani Abbasiyah nan memegang peranan krusial dalam penyebaran agama Islam.

Munculnya peradaban Islam inilah nan membuat kebudayaan Persia lambat laun menjadi melempem, hingga akhirnya bahasa Parsi digantikan oleh bahasa Arab. Oleh karena itu, kebudayaan Persia terkenal dengan penggunaan bahasa Arab dan dianggap sebagai kesusastraan baru.

Namun, pada perkembangannya, kebudayaan Persia kembali muncul sebab beberapa faktor nan memengaruhinya. Faktor tersebut ialah sebab diam-diam bahasa Parsi juga memegang peranan krusial terhadap penyebaran agama Islam di wilayah timur dan utara Iran.

Dari situlah muncul adanya kerjasama antara bangsa Arab dengan bangsa Iran. Masyarakat dari bangsa Parsi juga banyak nan memegang kursi pemerintahan dan duduk di jejeran para intelektual.

Lantas pada abad ke-8 Masehi, para cendekiawan Parsi mulai mendominasi berbagai kegiatan, dari mulai kegiatan nan bersifat intelektual sampai kegiatan nan bersifat keagamaan. Oleh karena itu, bangsa Persia semakin terkenal dan memunculkan berbagai nama penulis di bidang kesusastraan dunia.

Sejak saat itulah kebudayaan Persia menjadi terkenal ke seluruh penjuru global sebagai kebudayaan nan membawa akibat baik melalui kesenian dan keagamaan.



Tasawuf Suhrawardi

Warisan Zoroaster dipelihara dalam pemikiran tasawuf Suhrawardi. Ia ialah sufi nan menggbungkan pemikiran Aristoteles (paripatetik), mistisime Al-Hallaj dan Yazid Al Bustami, serta rasionalisme Ibnu Rusyd. Filsafatnya kemudian menjadi terkenal dengan sebutan Filsafat Illuminasi (illuminasi berarti 'cahaya nan memancar').

Dari ajaran Zoroaster, Suhrawardi mempertahankan dualisme realitas, yakni kebaikan dan keburukan. Menurutnya, kedua hal itu secara ontologis muncul di dalam global dan nan hanya mendapat pancaran cahaya (illuminate) nan akan sampai pada termin kebaikan. Sementara itu, dari Aristoteles, ia mengambil gagasannya tentang empirisme.

Dalam memperoleh pengetahuan –termasuk pengetahuan keagamaan– pengalaman merupakan hal krusial nan tak bisa dilupakan. Pengalaman menjadi termin nan paling awal dari sekian fase nan mesti dijalani manusia ketika akan menuju pengetahuan ketuhanan.

Rasionalisme Ibnu Rusyd sendiri ia pertahankan sebab secara lebih detail, empiris tak hanya bisa dijangkau oleh empirisme. Perlu ada pendekatan lain dalam memahami empiris –di antaranya dengan rasio– buat sampai pada termin illuminasi nan paling tinggi. Secara gari besar, filsafat illuminasi ini merupakan penggabungan dari tiga besar tradisi pemikiran.



Tokoh Penulis Persia

Berikut ini beberapa nama tokoh dalam bidang kesusastraan Persia:

  1. Ibn Al-Muqaffa, yakni seorang mantan Zoroaster nan mahir dalam bahasa Arab.
  2. Ibn Al-Uqba, yakni penulis biografi Nabi Muhammad nan paling pertama.
  3. Muhammad bin Al-Sa'ib Al-Kalbi, yakni penulis sejarah Arab kuno.
  4. Ibn Ishaq, yaitu penulis sejarah Nabi Muhammad.
  5. Isa bin Umar Al-Thaqafi.
  6. Abu Hanifah, yakni pengasas genre Hanafi dan madzhab Ahlus Sunnah Wal Jamaah.
  7. Hammad bin Saphur Al-Rawiyah, yakni penyunting puisi-puisi Arab lama.
  8. Jabirin bin Hayyan, yakni penulis kitab astrologi.
  9. Muhammad bin Abdullah Al-Adzi, yakni penulis kitab sejarah.
  10. Abu Dulama, yakni penulis cerita-cerita humor.