Sabar dan Syukur

Sabar dan Syukur



Kisah Tentang Kebahagiaan

Hidup. Satu kata ini menjadi sebuah kata nan memiliki benyak makna saat kita mencoba mengejawantahkannya. Bagi sebagian orang hayati menjadi sebuah dilema, beban, dan tanggungan nan tidak kunjung selesai. Bagi sebagian orang lainnya hayati menjadi suatu sumber inspirasi nan digunakan buat berjuang.

Hidup bukan merupakan hal nan mudah buat diambil segala hikmahnya, tetapi hayati juga bukanlah nan mustahil buat dinikmati setiap sarinya. Siapa pun itu pastilah memiliki kemampuan buat bertahan hayati dengan mengingat bahwa Tuhan tak akan pernah sampai hati memberikan ujian atau cobaan nan terlalu berat bagi makhluknya.

Semua nan ada di dalam hayati ialah pembelajaran, nan jika mau melihat apa makna dari semua peristiwa, nan memiliki khasanah dan kegunaan nan begitu luar biasa bagi siapa saja. Hayati terkadang juga diartikan sebagai usaha buat mencapai kebahagiaan, kebahagiaan nan juga akan bisa diartikan secara luas dan dari sudut pandang nan beragam.

Sekarang, nan menjadi tugas pokok setiap manusia ialah bagaimana membuat hayati menjadi senang atau membuat kebahagiaan menjadi hidup, atau lebih lengkapnya menjadi hayati dan bahagia. Dan buat mencapai kesemua ini, setiap dari kita harus tahu bagaimana caranya. Tiket seperti apakah nan akan membuat semua itu terwujud?

Artikel ini tentu saja bukan dikhususkan buat membangkitkan semangat atau menjadi wahana seorang motivator nan sedang menggebu-gebu membagikan ide dan pengalaman hidup. Artikel ini menjadi manifestasi atas kegundahan diri nan acap kali menemui bahwa hayati kadang dan sering kali tak menyediakan tiket menuju kebahagiaan secara cuma-cuma dan bahkan harus sampai berlumur darah dan berlinang air mata.

Banyak pertanyaan nan berkecamuk, pada awalnya, saat mencoba memberi arti pada satu kata sederhana nan disebut dengan ‘hidup’. Banyak pengalaman dan cerita nan secara langsung dialami atau melalui orang lain, nan sedikit demi sedikit jika tak menjawab pertanyaan paling tak membuat kata ‘hidup’ menjadi lebih memiliki arti nan latif dan positif nan ternyata ialah kunci atau tiket buat merasakan kebahagiaan.

Sebelum membahas lebih lanjut, sepertinya perlu ditekankan bahwa kebahagiaan nan dimaksud tentu saja bukan hanya kebahagiaan material, tetapi juga kebahagiaan di dalam jiwa nan masing-masing orang memiliki criteria dan baku eksklusif buat konfiden merasa sedang bahagia. Kembali lagi ke tiket buat menjadi bahagia.

Pada intinya, berdasar apa nan pernah dilihat, didengar, dan tentu saja dirasa, kebahagiaan sering datang sendirinya pada saat kita menjadi seseorang nan positif. Positif dalam menanggapi segala sesuatu nan dihadapi. Menjadi positif dengan sendirinya membuat semua masalah seolah menemukan jalan penyelesaian. Dengan begitu, tak ada nan membuat hayati ini terasa berat.

Menjadi positif berarti mampu memandang hal nan kurang baik menjadi sesuatu hal lain nan bisa digunakan sebagai wahana introspeksi diri dan pembelajaran diri. Dengan begitu, hati akan terasah buat menjadi seseorang nan ikhlas. Dengan menjadi ikhlas tak ada masalah nan tak mendapatkan jalan keluar.

Jika semua masalah bisa ditemukan jalan keluarnya, tak mungkin seseorang buat tak merasa bahagia. Menjadi positif ialah memandang sesuatu hal sebagai hal nan indah, nan membuat perasaan menjadi lebih ringan nan pada akhirnya membuat hati mampu melihat sisi positif dari segala hal. Dengan begitu, tiket menuju kebahagiaan sudah ada di genggaman tangan.

Memang semua nan tertulis di atas seperti uraian teori saja. Ya, memang semua berawal dari teori dan apa nan tertulis di atas ialah teori tentang bagaimana mendapatkan tiket menuju kebahagiaan. Satu hal nan perlu selalu diingat, kebahadiaan, nan tiketnya bisa diperoleh memalui berpikir positif dan merasa ikhlas, semuanya berawal dari hati.

Tak perlu pergi hingga ke ujung global buat mendapatkannya sebab hati jauh lebih dekat buat diselami namun lebih sulit buat ditaklukkan. Saat kita memahami semuanya dengan hati nan ikhlas, tiket kebahagiaan sudah benar-benar ada di tangan.



Ikhlas

Mengikhlaskan segala sesuatu hingga ujung global memang tak gampang. Apalagi bila telah menyangkut parasaan. Seorang istri nan harus merelakan suaminya menemui anak-anaknya nan secara tak langsung bahwa sang suami akan berjumpa dengan mantan istrinya, harus rela menghadapi semua itu hingga ujung kehidupannya. Perceraian buakn sesuatu nan tepat walaupun terkadang terlintas pikiran itu. Bagaimana seorang suami memberikan pengertian kepada istrinya ialah sesuatu nan sangat penting.

Bisa jadi suami mengatakan bahwa ialah hak istri buat cemburu dan ialah kewajibannya buat membuktikan bahwa hatinya buat sang istri. Kerelaan dan keikhlasan ini juga harus dihayati oleh seorang wanita nan kehilangan hartanya dampak dibawa lari oleh mantan suaminya. Rasa percaya nan hiperbola nan diberikan oleh sang wanita kepada mantan suaminya telah membuatnya kehilangan semua nan telah diupayakannya selama puluhan tahun.

Meratapi atau malah melaporkan kepada pihak nan berwajib, bukan satu agunan bahwa harta itu akan kembali. Ia memilih merelakan dan mengikhlaskan semua itu walaupun dengan satu konsekuensi bahwa ia harus berupaya lagi dan kembali dari awal mengumpulkan kepingan-kepingan hartanya lagi. Ia percaya bahwa Tuhan Maha Adil dan akan mengganti semuanya. Kayakinan itu tepat. Bila selama puluhan tahun ia berusaha mencari harta dan belum juga mendapatkan rumah, kini hanya dalam waktu tiga tahun, ia telah mempunyai rumah sendiri.

Coba kalau ia berseteru dengan mantan suaminya sehingga seisi global tahu, apa nan akan terjadi. Dapat jadi pikirannya terfokus buat mendapatkan kembali hartanya. Ia mungkin akan kehilangan kesempatan merasakan kedekatan nan begitu latif dengan Tuhannya. Ia juga mungkin kehilangan beberapa kesempatan buat mendapatkan harta lagi sebab tak dapat berkonsentrasi. Ia juga mungkin akan menjadi bulan-bulanan buah bibir orang-orang di sekitarnya.

Kini, pelajaran hayati ini dapat menjadi salah satu hal nan dapat dicontoh oleh orang lain. Keikhlasan itu niscaya berbuah latif dan manis. Yang harus dilakukan memang percaya dan konfiden bahwa Allah Swt akan menolong. Pertolongan itu tak lama dan niscaya datang. Pahala nan besar dengan balasan nan lebih besar telah diterima oleh sang wanita. Contoh lainnya ialah apa nan menimpah Ayu Dewi, seorang seniman nan ditinggalkan oleh tunangannya nan ketika itu seorang Bupati terpilih di daerah Jambi.

Ayu Dewi mengikhlaskan semuanya. Kini ia hayati senang dengan suami nan mencintainya dan karirnya pun tetap bagus. Tuhan itu sangat adil dan tak akan membiarkan umat-Nya nan telah mengikuti tuntunan merasa bersedih dalam waktu nan lama. Tidak ada keikhlasan nan sia-sia. Yang ada ialah manusia nan tak mampu bersabar dengan apa nan dialaminya. Banyaknya contoh orang nan mendapatkan kebahagiaan dari keikhlasan ternyata tak dijadikan satu pegangan nan membuatnya sabar.



Sabar dan Syukur

Dua hal lain nan harus dijadikan pegangan hingga ke ujung global ialah rasa sabar dan syukur. Tanpa dua rasa ini, maka kehidupan itu akan mengalami kesia-siaan nan bertubi-tubi. Misalnya, seseorang nan tak sabar dengan keadaan kemiskinan nan dirasakannya, lalu melakukan kejahatan hingga ia menemui ajalnya diujung peluru pihak Kepolisian. Ada juga seseorang nan tak bersyukur dengan kehidupan keluarganya hingga membeli kenikmatan sesaat. Ia wafat di loka tidur seorang pelacur.

Contoh-contoh tersebut tentu saja bukan sesuatu nan harus diikuti. Bersabar itu misalnya, seseorang nan berniat tak mau mengutang dalam segala hal harus menunggu hingga hampir 30 tahun buat mendapatkan rumah sendiri. Akhirnya Allah Swt pun mengabulkan doanya. Ia membangun rumahnya nan asri dan latif dengan uang nan halal tanpa ada utang sepeser pun.

Ia percaya bahwa utang itu tak berdosa selama masih mau membayar namun, banyak hadits nan mengatakan bahwa seharusnya tak berutang. Ia takut bahwa utang akan membawa kemudharatan kepada hidupnya terutama kalau ia utang ke bank. Ribanya akan membuat hayati menjadi tak nikmat.