Dahsyatnya Pertempuran Surabaya

Dahsyatnya Pertempuran Surabaya

10 November 1945, tanggal terjadinya pertempuran Surabaya , ialah salah satu tanggal bersejarah bagi rakyat Indonesia. Surabaya, 65 tahun silam. Terjadi sebuah peristiwa dahsyat nan takkan terlupakan oleh seluruh bangsa Indonesia. Begitu dahsyatnya pertempuran itu, sehingga sejarawan global menyebutkan pertempuran 10 November 1945 sebagai salah satu pertempuran terdahsyat di global setelah Perang Global II.



Proklamasi dan Euforia Kemerdekaan

Proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 merupakan tonggak sejarah lahirnya negara Indonesia. Beberapa daerah di Indonesia nan sejak 1928 ingin manunggal dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia menyambut baik adanya Proklamasi Kemerdekaan nan dikumandangkan di kota Jakarta.

Proklamasi kemerdekaan nan disuarakan dari Jakarta membangkitkan pencerahan akan rakyat Indonesia akan pentingnya arti kemerdekaan. Bebas dari penjajahan bangsa asing nan mengeksploitasi rakyat dan sumber daya alam. Negara Portugal, Belanda, serta Jepang tercatat sebagai negara nan pernah datang ke tanah air dengan tujuan mengeruk kekayaan alam dan memaksa rakyat pribumi buat tunduk kepada kemauan mereka. Yakni sebagai loka mengumpulkan kekayaan dan dikirimkan ke negeri asal mereka.

Tentu saja sebagai manusia nan berakal sehat, penjajahan tak bisa diterima sebagaimana nan tertuang dalam naskah teks pidato nan dibacakan oleh Bung Karno dan Bung Hatta. Indonesia mempunyai potensi besar sebagai negara nan besar. Ini bisa dilihat dari betapa bernafsunya para penjajah buat berkuasa di nusantara.

Perlawanan rakyat Indonesia nan dipimpin oleh para ulama, tokoh masyarakat dan kaum intelektual sebenarnya telah berlangsung sejak lama. Bahkan bisa dikatakan jauh dari momen kemerdekaan di tahun 1945. Semangat para pahlawan nan menantang ketidakadilan tersebut diwariskan kepada anak cucu mereka. Alhasil puncak perlawanan bangsa Indonesia saat era kemerdekaan dan pasca pembacaan teks proklamasi.



Kedatangan Utusan Belanda

Selanjutnya, kedatangan utusan Belanda nan diwakili Kapten Huijer buat meminta Jepang menyerahkan kota Surabaya kepada mereka beserta persenjataan dan tawanan perang disambut kemarahan luar biasa dari warga Surabaya. Terjadi kerusuhan dan perampasan senjata tentara Jepang di seluruh penjuru kota.

Untuk memudahkan koordinasi perlawanan, Bung Tomo mendirikan sebuah pemancar radio nan diberi nama “Radio Pemberontakan” sebagai wahana menciptakan solidaritas massa dan memperbesar semangat perjuangan para pemuda.



Kedatangan Pasukan Sekutu

Melihat kondisi semakin tak aman di kota Surabaya, pada tanggal 25 Oktober 1945 Sekutu mengirim 6.000 pasukan nan dipimpin oleh Brigadir Jenderal Mallaby. Pasukan Mallaby ini dikenal dengan nama “The Fighting Cook”.

Namun kedatangan pasukan Mallaby ini tak menciutkan nyali para pejuang Surabaya. Keberanian mereka justru semakin bergelora, apalagi mereka telah mendapatkan rampasan senjata cukup banyak, ditambah adanya pemimpin nan mengomado perlawanan berikut media radio nan sangat besar peranannya.

Pasukan Mallaby terdesak hingga nyaris musnah semuanya, sebagaimana diceritakan oleh sejarawan Inggris Donnison dalam bukunya “The Fighting Cook”. Pimpinan Tertinggi Tentara Sekutu Jendral Hawthron akhirnya meminta donasi pimpinan paling tinggi Indonesia Bung Karno dan Bung Hatta buat meredam perlawanan arek-arek Suroboyo.



Tewasnya Mallaby

Tewasnya Mallaby saat gencatan senjata berlangsung menambah murka pihak Sekutu. Mereka akhirnya mengirim armada terbesarnya setelah Perang Global II ke pelabuhan Surabaya. Armada berkekuatan 15.000 personel dari Divisi 5 plus 6.000 personel dari Brigade 49 The Fighting Cook itu diangkut dengan sejumlah kapal perang dan kapal terbang.

Pihak Sekutu memberikan peringatan keras kepada seluruh warga Surabaya agar menyerahkan senjata kepada Sekutu. Mereka juga mengultimatum agar seluruh laki-laki menyerahkan diri, dengan ancaman sanksi wafat apabila tetap melawan.

Tantangan Sekutu ditanggapi dengan gagah berani oleh warga Surabaya. Bung Tomo pun meneriakkan pidato nan semakin membakar semangat arek-arek Suroboyo buat lepas dari belenggu penjajahan, meskipun harus membayarnya dengan tetesan darah bahkan nyawa.



Dahsyatnya Pertempuran Surabaya

Dalam perlawanan ini, pihak Indonesia mengerahkan lebih dari 20.000 tentara terlatih TNI dan alumni tentara didikan Jepang. Tercatat pula sekitar 130.000 rakyat sipil nan terpanggil jiwanya buat berjihad membela bangsa turut ambil bagian dalam perjuangan ini.

Saat itu, perlawanan bukan lagi milik warga Surabaya, tapi menjadi milik seluruh bangsa Indonesia, baik laki-laki maupun perempuan. Para ulama memfatwakan wajib jihad ke Surabaya bagi laki-laki nan sudah dewasa dan mampu. Bung Tomo sendiri bahkan membentuk pasukan bom bunuh diri nan spesifik dilatih buat meledakkan tank-tank tentara Sekutu.

Dahsyatnya pertempuran Surabaya dilukiskan oleh sejarawan asing David Welch dalam bukunya, Birth of Indonesia. Di pusat kota, pertempuran terjadi lebih ganas lagi. Suasana bertambah dramatis dengan pemandangan mayat-mayat manusia serta bangkai-bangkai hewan bergelimpangan di sungai dan selokan.

Pecahan beling, gelas, dan perabotan rumah tangga. Kawat-kawat telepon nan putus, berserakan dan bergelantungan di sana-sini. Suara pertempuran di kejauhan demikian mencekam, bergema dalam gedung-gedung kosong.

Pertempuran Surabaya berlangsung selama tiga pekan. Pada akhir bulan November 1945, seluruh kota telah jatuh ke tangan Sekutu. Menurut Ricklefs (2008), sedikitnya ada 6.000 rakyat Indonesia nan gugur dalam pertempuran ini. Sedangkan dari pihak Sekutu, tercatat sekitar 1.000 orang tewas.

Dari gambaran sejarah nan singkat di atas bisa kita ambil hikmah dan kegunaan nan banyak. Perjuangan arek-arek Suroboyo menunjukkan keberanian nan luar biasa, walaupun mereka dihadang oleh peluru dan mesiu tetap maju tanpa kenal mundur. Semangat juang ini bisa dicontoh oleh generasi sekarang. Pengorbanan nan diberikan oleh para pejuang akan sia-sia saat negeri ini mengalami keterpurukan, bahkan melebihi penderitaan pra kemerdekaan.

Masih banyak rakyat Indonesia nan hayati di bawah garis kemiskinan menurut baku nan ditetapkan oleh PBB. Hampir separuh penduduk negeri nan kaya raya ini terpaksa hayati menderita dan mengalami keterbelakangan. Padahal para pahlawan nasional berjuang buat membebaskan negeri ini dari kaum asing nan serakah. Tapi kondisi sekarang berbalik, kekayaan alam malah diserahkan dengan sukarela kepada pihak asing tanpa memikirkan kepentingan umum.

Para pahlawan Suroboyo berani menantang kedigdayaan bangsa Belanda nan memiliki armada perang terlatih dan bersenjata lengkap. Semestinya para pemimpin kita sekarang meniru tauladan dari mereka. Melawan kepentingan asing nan mengeruk kekayaan alam di Indonesia. Munculnya gerakan separatis di berbagai wilayah luar Jawa sebagai peringatan bagi para pemimpin buat adil dan peduli dengan nasib mereka.

Keikhlasan dalam berjuang melawan tirani mampu menghantarkan para pahlawan buat meraih kemenangan. Penguasa nan korup sebagai tanda para pemimpin di negeri ini jauh dari sikap ikhlas dalam menjalankan tugasnya. Lihat saja para elit politik nan duduk di parlemen saling berlomba buat menimbun kekayaan. Padahal harta tersebut dari rakyat dan buat kepentingan rakyat semata.

Cerita tentang perjuangan para pahlawan pendahulu kita sangat heroik, dan semestinya kita mencontoh para pahlawan dalam menjalani kehidupan bernegara. Bangunlah semangat juang nan tidak kenal lelah, bangun dirimu buat selalu berbuat terbaik demi bangsa dan agama. Demikian ulasan menarik informatif tentang pertempuran pada bulan November 1945 nan amat dasyat dan semoga bermanfaat!