Christian Gonzales, Pemain Naturalisasi Berprestasi

Christian Gonzales, Pemain Naturalisasi Berprestasi

Pemain naturalisasi banyak dijumpai pada olahraga sepakbola. Pemain naturalisasi ialah pemain nan pindah kewargangaraan buat membela tim negara berbeda. Di Italia contohnya, ada Mauro Camoranesi. Pemain naturalisasi asal Argentina ini sukses membawa Italia kampiun Piala Global pada 2006 nan lalu.



Apa itu Pemain Naturalisasi?

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, "naturalisasi" bisa diartikan pemerolehan kewarganegaraan bagi penduduk asing; hal menjadikan warga negara; pewarganegaraan yg diperoleh setelah memenuhi syarat sebagaimana nan ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.

Pengertian lain, naturalisasi ialah suatu perbuatan hukum nan bisa menyebabkan seseorang memperoleh status kewarganegaraan. Misalnya, seseorang memperoleh status kewarganegaraan dampak dari pernikahan, mengajukan permohonan, dan memilih atau menolak status kewarganegaraan.

Naturalisasi dibagi lagi menjadi 2 jenis, yaitu naturalisasi biasa dan naturalisasi istimewa. Syarat-syarat naturalisasi biasa, yakni telah berusia 21 tahun, lahir di wilayah RI/bertempat tinggal nan paling akhir minimal 5 tahun berturut-turut atau 10 tahun tak berturut-turut, apabila ia seorang laki-laki nan sudah kawin ia perlu mendapat persetujuan istrinya.

Lalu, bisa berbahasa Indonesia, sehat jasmani dan rohani, bersedia membayar kepada kas negara uang sejumlah Rp 500 sampai Rp 10.000 bergantung kepada penghasilan setiap bulan, mempunyai mata pencaharian tetap, serta seseorang nan tak mempunyai kewarganegaraan lain apabila ia memperoleh kewarganegaraan atau kehilangan kewarganegaraan RI.

Naturalisasi istimewa bisa diberikan bagi mereka (warga asing) nan telah berjasa kepada negara, dengan pernyataan sendiri (permohonan) buat menjadi WNI, atau bisa diminta oleh negara,

Untuk konteks pemain naturalisasi, dalam hal ini pemain sepakbola, ada kenyataan nan terjadi belakangan ini. Ada pengistilahan “pemain sepakbola lintas negara”, yaitu pemain sepakbola nan bermain di negara tertentu, tapi lahir di luar negeri atau memiliki darah campuran.

Di sini nan harus dipahami betul, bahwa klarifikasi di atas belum dapat dikategorikan sebagai pemain sepakbola naturalisasi. Naturalisasi nan dilakukan dalam global sepakbola harus menjadi jalan terakhir buat merekrut pemain asing, jika nan bersangkutan tak memiliki darah lokal atau tak lahir di negara nan dimaksud.

Pemain-pemain, seperti Irfan Bachdim, sebenarnya bukan pemain naturalisasi, sebab ia punya ikatan darah dengan orang Indonesia nan berasal dari orangtuanya. Di pembahasan selanjutnya, akan dijelaskan profil salah satu pemain sepakbola hasil naturalisasi (asli) nan memang tak berdarah Indonesia serta tak lahir di Indonesia.



Peraturan FIFA tentang Pemain Naturalisasi

Federation International Football Association (FIFA) merupakan organisasi paling tinggi olahraga sepakbola. Organisasi ini bermarkas Swis. Tentang anggaran dalam menetapkan pemain-pemain nan boleh dinaturalisasikan, FIFA sebagai induk organisasi sepakbola punya anggaran mainnya sendiri.

Ada dua anggaran nan harus dipenuhi berkaitan dengan keberadaan “pemain sepak bola lintas negara”, yaitu anggaran negara atau pemerintah nan bersangkutan dan anggaran FIFA sendiri. Organisasi sepakbola ini terkenal dengan anggaran bakunya nan sangat sulit diproteksi oleh forum apapun.

Dalam hal menentukan apakah seseorang layak dinaturalisasikan atau tidak, FIFA tetap menghormati hukum asal (negara nan menaturalisasikan). Namun tetap mengedepankan aturan-aturan FIFA itu sendiri sebagai anggaran final nan mengikat seluruh anggota-anggotanya.

Ada dua panduan primer FIFA tentang hak pemain buat membela negara dalam kompetisi resmi sepakbola nan diselenggarakan di bawah kendalinya, yaitu:

  1. Pemain berhak membela (bermain) buat sebuah negara nan sinkron dengan status kewarganegaraannya.
  1. Pemain berhak membela (bermain) buat sebuah negara jika dia tak pernah bermain di tim senior negara lain.

Di beberapa negara, ada warga negara nan memperbolehkan kewarganegaraan ganda. Untuk mengantisipasi hal seperti ini, FIFA mengizinkan pemain bebas memilih negara mana nan akan dibela. Namun, sekali memilih dan bermain buat timnas senior pada suatu negara nan sinkron dengan keinginannya buat bermain, dia tak boleh bermain buat negara lainnya sampai kapanpun.

Selain itu, seorang pemain nan berkewarganegaraan ganda sedikitnya harus memenuhi salah satu dari empat syarat berikut, yaitu si pemain lahir di negara tersebut, ayah atau Ibu kandungnya lahir di negara tersebut, kakek atau nenek kandungnya lahir di negara tersebut, dan si pemain telah menetap dua tahun berturut-turut di negara tersebut.

Jika kita menyimpulkan tentang anggaran FIFA mengenai pemain naturalisasi , ini berbeda dengan pengertian “pemain sepakbola lintas negara” dan "pemain nan punya kewarganegaraan ganda."

Dalam anggaran FIFA menyebutkan, selain si pemain lahir di negara tersebut, ayah atau ibu kandungnya lahir di negara tersebut, serta kakek atau neneknya kandungnya lahir dinegara tersebut, pemain bisa dinaturalisasikan buat bermain dan membela suatu negara bila si pemain telah menetap selama 5 tahun berturut-turut pada usianya telah 18 tahun ke atas.

Namun, kembali lagi ditegaskan, tak semua persyaratan di atas harus dipenuhi oleh si pemain nan hendak dinaturaliasasikan. Jika si pemain sudah memenuhi salah satu syarat tadi, maka pemain tersebut telah bisa dinaturalisasikan.

Lalu bagaimana dengan semakin banyaknya naturalisasi nan dilakukan oleh negara-negara sepakbola? Bagaimana pula di Indonesia? Sejak Piala AFF 2010, tampaknnya Indonesia juga terserang “demam” naturalisasi. Proyek peningkatan kualitas tim nasional tak bisa dipungkiri telah berorientasi pada pemain asing nan dinaturalisasikan.

Persoalan ini mungkin diakibatkan kurangnya bibit muda nan potensial di sepakbola, menyebabkan PSSI sebagai induk olahraga sepak bola Indonesia, mengambil jalan pintas buat menperkuat Timnas Indonesia.
Walau ada beberapa pemain hasil naturalisasi nan sukses memberikan rona baru bagi persepakbolaan Indonesia, tetap saja bahwa kebijakan seperti ini tak baik bagi perkembangan sepakbola Indonesia ke depannya.

Pembinaan terpadu dan berjenjang,harus betul-betul dilaksanakan jika memang kita menginginkan prestasi sepakbola nan diraih oleh anak-anak orisinil Indonesia.



Christian Gonzales, Pemain Naturalisasi Berprestasi

Christian "El Loco" Gonzales, begitulah nama pemain naturalisasi pertama nan bermain buat Tim Nasional Indonesia. Pria nan lahir pada 30 Agustus 1976 ini, awalnya berkewarganegaraan Uruguay, namun akhirnya memutuskan membela Timnas Indonesia, setelah kewarganegaraannya berganti pada 2010 lalu.

Terlahir dengan nama lengkap Cristian Gerard Alfaro Gonzales, pemain nan berposisi sebagai penyerang ini, mempunyai nama muslim Mustafa Habibi. Karir sepakbolanya dimulai ketika ia membela klub Sud America, Uruguay.

Di Uruguay, ia sempat bergonta-ganti klub. Tercatat, klub nan dibelanya, antara lain Sud America (1995-1999), Huracan Corrientes status pinjaman (1997-1999), dan Deportivo Maldonado (200-2003). Karena prestasinya nan kurang menggembirakan, Gonzales akhirnya “hijrah” ke Indonesia, negara asal istrinya, Eva. Di Indonesia rupanya Gonzales menemukan kehebatannya sebagi seorang pemain sepakbola.

Bersama PSM Makassar (2003-2005), Ia sukses didaulat sebagi pencetak gol terbanyak Perserikatan Indonesia 2003-2004. Setelah itu, ia sempat membela Persik Kediri (2005-2008), Persib Bandung (2009-2011), dan terakhir Persisam Samarinda (2011-sekarang).

Merasa nyaman tinggal di Indonesia, Gonzales akhirnya memutuskan buat pindah kewarganegaraan. Ia pun berhak membela Timnas Indonesia di berbagai ajang nan diikuti timnas. Gonzales menciptakan gol pertama dalam debutnya di timnas saat melawan Timor Leste pada 21 November 2010, diajang uji coba nan dimenangkan timnas dengan skor 6-0. Gonzales terkenal sebagai pencetak gol tersubur di ajang perserikatan domestik.

Ada hal-hal nan perlu diperhatikan sebelum kebijakan naturalisasi kita terapkan dalam sepakbola kita. Harus diakui memang, regenerasi dalam global sepakbola di tanah air belum optimal dilakukan. Namun bukan berarti menjadikan proyek pemain naturalisasi sebagai jalan keluar dari segala permasalahan nan ada.