Pusat Primata Schmutzer

Pusat Primata Schmutzer

Orangutan tergolong kera berukuran besar. Hewan primata ini unik sebab tak ditemukan dibelahan bumi nan lain. Orangutan hayati didaerah tropis dan hanya ada di Indonesia, tepatnya Kalimantan dan Sumatra dan sebagian daerah Malaysia.



Karakteristik

Orangutan digolongkan sebagai hewan mamalia, ordo primata bersama dengan monyet, kera, lemur, owa, gorila, bahkan manusia. Orangutan terdiri dari dua spesies, yaitu Pongo Pygmaeus nan hayati di hutan Kalimantan dan Pongo Abelii nan ada di hutan Sumatra.

Seperti primata lainnya, orangutan memiliki lima jari dengan arah ibu jari berbeda dengan keempat jari lainnya. Posisi ini memungkinkan orangutan menggenggam dan bergelantungan di pohon.

Mata orangutan bersifat stereoskopik artinya memandang ke depan. Postur tubuhnya tegak dan berjalan dengan kedua kaki. Tingginya sekitar 1,5 meter dengan berat berkisar 50 sampai 100 kg. Memiliki kaki pendek dengan lengan nan panjang menjuntai. Panjang rentangan lengan orangutan mencapai 2,3 meter. Orangutan tak memiliki ekor. Sekujur tubuhnya ditumbuhi rambut berwarna kemerahan atau coklat.

Tidak seperti kera biasa nan hayati bergerombol, orangutan hayati secara semi soliter. Orangutan jantan ditemukan hayati sendiri, sedang orangutan betina bergerombol bersama anak-anaknya. Orangutan berkomunikasi dengan cara mengeluarkan suara nyaring nan bisa terdengar hingga radius 1 km. Lengkingan tersebut dimungkinkan sebab adanya kantung tenggorokan nan besar.

Orangutan jantan mengeluarkan bunyi khas buat menandai daerah kekuasaannya sehingga tak diusik oleh orangutan jantan lainnya. Mereka juga mengeluarkan bunyi buat memanggil sang betina.



Populasi Orangutan

Orangutan termasuk hewan nan dilindungi. Populasi mereka berkurang sebab ancaman pada habitat aslinya. Pembukaan hutan buat perkebunan, perambahan hutan, ekspansi wilayah pemukiman dan pembukaan tambang mengancam keberadaan orangutan. Penangkapan dan perdagangan ilegal orangutan juga turut mengancam populasinya.

Di Kalimantan, populasi orangutan diperkirakan hanya tersisa 55.000 individu. Bahkan di Sumatera lebih sedikit lagi, hanya berkisar 7.500 individu nan hanya ditemukan sekitar Taman Nasional Gunung Leuser.



Pusat Primata Schmutzer

Pusat Primata Schmutzer ialah salah satu nan konsisten melakukan perlindungan pada primata orisinil Indonesia, termasuk orangutan. Terletak di kawasan Kebun Binatang Ragunan, pusat primata ini dibangun atas prakarsa Pauline Antoinette Schmutzer-versteegh. Pengelolaannya dilakukan The Gibbon Foundation.

Anda bisa memperoleh info tentang segala hal mengenai orangutan serta pelestariannya disana. Anda juga bisa melihat kehidupan orangutan dalam kandang spesifik nan dirancang menyerupai kehidupan habitat aslinya. Banyak pula komunitas nan tertarik dengan usaha pelestarian dan perlindungan orangutan. Jika Anda berminat dan peduli pada orangutan, Anda mungkin dapat bergabung menjadi Sobat Orangutan (SaRang) melalui mailing list Sobat_Orangutan-subscribe@yahoogroups.com



Pembunuhan Orangutan – Aset Siklus Alam nan Rusak

Orangutan, ialah hewan monyet nan memunyai tubuh nan besar. monyet inilah satu-satunya habitat nan ada dan tinggal di Indonesia. Hayati hewan ini berada di Sumatra dan Kalimantan. Terdapat dua jenisyaitu Pongo Pygmaeus (Kalimantan) dan Pongo Abelii (Sumatra).

Tahun ke tahun hewan ini mengalami penurunan populasi. Penurunan populasi disebabkan oleh perburuan dan terjadinya perubahan fungsi hutan. Banyak hutan-hutan di Sumatra nan dialihfungsinkan menjadi huma tanaman sawit, dan pembalakan liar. Akibatnya terjadi bala seperti banjir dan tanah longsor.



Dibalik Kepunahan Orangutan

Kini monyet ini menjadi hewan langka dan dilindungi, hal ini sinkron dengan UU No 5 (1990) mengenai Perlindungan Sumber Daya Alam Hidup dan Ekosistemnya. Tidak memedulikan undang-undang nan ada tak bisa membutakan mata begitu saja.

Kepunahan orangutan disinyalir disebabkan adannya persekongkolan beberapa oknum. Menilik ke pulau Sumatra dan Kalimantan. Di sana akan banyak ditemui kebun kelapa sawit, terutama di Kalimantan nan sangat menggunggulkan kebun kelapa sawit.

Lahan kebun kelapa sawit dulunya merupakan hutan loka tinggal. Karena permintaan pasar sekaligus kabar angin segar, bahwa kelapa sawit mempunyai harga jual tinggi. Maka, hutan-hutan tersebut ditebang dan dialihfungsikan sebagai perkebunan kelapa sawit. Dampaknya hewan-hewan ini mengalami pengurangan loka tinggal dan bahan makanan.

Karena kekurangan loka tinggal, dan keterbatasan makanan nan tersedia di hutan kecilnya. Hewan ini turun kelahan perkebunan kelapa sawit, bekas rumah tinggal mereka nan sudah beralih fungsi. Makanan mereka ialah buah-buahan, daun muda, umut, kulit kayu dan rayap. Karena ketersediaan huma hayati mereka (Hutan nan ditebang), salah satu cara bertahan hayati ialah lari kewilayah perkebunan kelapa sawit.

Hewan ini memakan umbutan kelapa sawit nan masih muda. Tidak terima kebun kelapa sawit habis dimakan hewan, para karyawan, kontraktor, dan masyarakat diwilayah kelapa sawit membunuh dengan sengaja. Mulai pembunuhan menggunakan senapan, penyiksaan, pembacokan, mengubur hidup-hidup maupun dengan cara menyembelih orangutan dijadikan makanan.

Hal inilah nan menyebakan mengapa hewan ini begitu turun drastis dari tahun ketahun. Tahun 2011 Washington Post telah mencatat terdapat 750 di kalimantan nan terbunuh. Selama dua puluh tahun terakhir telah tercatat terjadi penurunan hingga 55%. Kepunahan nan paling memprihatinkan terjadi di Sumatra. Hingga saat ini populasi tercatat 7.500 ekor.

Sedangkan di kalimantan tersisa sekitar 57.000 ekor. Keprihatinan muncul di Kalimantan, tahun 2010 terdapat 75 Orangutan harus diselamatkan sebab pengaruh akibat penebangan hutan menjadi perkebunan kelapa sawit. Dari jumlah 75 orangutan ada nan wafat dan sakit berat saat proses evakuasi. Tahun 2011 dilakukan pengungsian dengan jumlah 938.

Seperti nan dilansir oleh Citizen Journalism, ditemukan kerangka hewan nan telah wafat tersangkut diatas pohon. Diduga kematian hewan tersebut ditembak dengan sengaja oleh karyawan kelapa sawit. Ditemukan anak orangutan nan sengaja menyiksa dengan memukul wajah, memotong semua tangan meliputi jari tengah dan jari manis. Melalui kekejaman perlakuan manusia akhirnya anak hewan tersebut mati. Ironisnya, diarial kelapa sawit banyak ditemukan tengkorak orangutan.



Orangutan Tidak Salah, Manusialah nan Salah

Menyoal tentang keberadaan orangutan nan dianggap sebagai hama kelapa sawit oleh orang-orang di Sumatra dan Kalimantan. Melihat garis sejarah, oranguta sudah hayati lama puluhan tahun nan lalu di hutan Sumatra dan Kalimantan.

Keberadaan mereka sebelumnya baik-baik saja. Saat itu bukan sebagai hama, tetapi salah satu bagian dari hutan. Orangotan dan hutan saling melengkapi satu sama lain. Kebutuhan makanan juga terpenuhi oleh Alam. Beberapa dasa warsa terakhir, seiring perkembangan. Banyak orang nan menetap dan membuat perkebunan kelapa sawit.



Mengeser Fungsi Hutan

Ketika fungsi hutan beralih fungsi menjadi kebun sawit, dan banyak hewan memakan daun muda kelapa sawit, masuk kerumah warga mencuri nasi. Kemudian, warga marah dengan kedatangan mereka. Membunuh, membantai, menyiksa semaunya. Menvonis orangutan sebagai hama dan pengganggu. Mengapa?

Monyer ini bertindak demikian sebab mereka tak memiliki loka tinggal. Loka tinggal mereka telah ditempati manusia sebagai alat bisnis. Pernahkah tergambarkan di benak Anda, Hutan di Indonesia jika ditotal seluas negara Filipina. Hutan digundul dialihfungsikan sebagai komoditas penghasil uang.

Sebanyak apapun uang, tak akan bisa menggantikan hutan-hutan nan telah hilang. Memerlukan puluhan tahun buat membuat hutan-hutan. Tidak heran di Sumatra dan Kalimantan saat musim hujan mengalami banjir bandang dan tanah longsor. Saat musim panas tiba, maka akan terjadi kekeringan.

Semua ini disebabkan dari pembalakan hutan. Dimana tanah tak mampu menyerap kadar air hujan di dalam tanah dan disimpan didalam akar. Mengapa manusia nan marah? Harusnya hewann tersebut nan marah dengan manusia. Berapa banyak dan berapa triliun kerusakan alam dilakukan demi memenuhi rasa keserakahan nan ada pada manusia. Mengesampingkan kemanusiaan, membunuh dan menyiksa orangutan sebagai hal nan biasa.

Orangutan kehabisan cara buat mempertahankan hayati mereka. Sesama makhluk kreasi Tuhan, sesama makhluk nan membutuhkan kebutuhan buat hayati dengan cara makan. Seandainya hewan ini bisa menjawab pertanyaan ini, mengapa mereka mencuri dan merusak tanaman warga? Jawabannya niscaya sebab mereka tak ada lagi sumber makanan nan tersedia.

Terpaksa melakukannya demi keberlangsungan hidup. Harusnya kemarahan itu dilakukan orangutan. Bukan malah sebaliknya. Secara hemat dan jangka panjang, sesuatu nan bertujuan uang tak akan bertahan lama.

Orangutan satu-satunya spesial orisinil dari Indonesia dijarah dan tercatat tahun 2012 di Borneo tinggal tersisa 200. Ironisnya, tak ada saksi ketat dan tegas nan terjadi bagi pelaku-pelaku pembunuh orangutan tersebut. Keprihatinan lebih berlipat-lipat ketika seseorang nan peduli dengan keberlangsungan dan siklus Alam ini datang dari negara luar. Bahkan memfilimkan terjadinya pembunuhan hewan ini.



Orangutan dan Hutan Siklus Penyeimbang

Indonesia ialah negara kedua nan memiliki luas hutan terbesar, sebagai paru-paru dunia. Sayangnya, sandangan sebagai paru-paru global ini mengalami krisis kepercayaan. Pasalnya, dari tahun ketahun Indonesia selalu mengalami penurunan huma hutan. Tercatat kerusakan hutan 1.800.000 hektare per tahun.

Tahun 1950 tercatat tercatat sekitar 84 persen ditanami oleh hutan. Baik hutan priper maupun sekunder diatas tanah 162.290.000 hektar. Tahun 1950 areal hutan di Kalimantan tercatat seluas 51.400.000 hektar. Sedangkan di Sumatera luas huma sekitar 37.370.000 hektar.

Tahun 1939 Indonesia ialah Negara terbesar dengan segala kekayaan alam, hayati. Informasi terakhir nan dirilis oleh World Resoure Institute tahun 1997, Indonesia telah kehilangan banyak lahan. Tahun 1997 sampai tahun 2000 tercatat telah kehilangan hutan sebesar 72%. Pada masa Belanda huma nan dieksploitasi sekitar 2.500.000 Hektar, sekarang huma nan dieksploitasi oleh bangsa sendiri sebesar 28.000.000 Hektar. Angka nan sangat fantastis.

Negara Amerika Serikat, negara terbesar nan membeli minyak kelapa sawit dari indonesia ditolak pada 28 Januari 2012. Keputusan Amerika Perkumpulan membatalkan sebab sebelumnya sempat mendapatkan pengaduan dari Environmental Protection Agency, dengan alasan pembuatanya tak ramah lingkungan. Menghabiskan beribu hektar huma nan mengakibatkan kepunahan habitat orangutan.

Terbayangkah Anda? Begitu kayanya Indonesia. Tidak heran jika negeri ini sempat menjadi perebutan Sengit. Kekayaan Alam begitu mampu memberikan sugesti kepada manusia buat berpikir picik dan serakah. Dari sini jelas, ingin mendapatkan laba material dengan menggambil cara-cara nan tak balance.

Satwa dan Alam ialah satu kesatuan nan merupakan siklus roda kehidupan nan saling melengkapi. Saling mengguntungkan, baik Alam dan Manusia. Salah satunya siklus kehidupan orangutan dan hutan nan saling melengkapi satu sama lain. Saling menguntungkan, memberikan timbal balik.