Sedekah Ketika Berhaji

Sedekah Ketika Berhaji

Pernahkah Anda mempunyai pengalaman sedekah nan mampu menggetarkan hati? Anda niscaya tahu dan bahkan megenal sosok Ustad Yusuf Mansyur nan terkenal dengan konsep bersedekah.

Ustad Yusuf senantiasa menganjurkan kepada jamaahnya buat senantiasa memberikan sedekah semampunya. Berapapun, Tuhan tak melihat sedekah dari jumlah nominal nan disedekahkan melainkan dari ketulusan dan keikhlasan si pemberi sedekah.

Berbekal pengalaman sedekah nan sering dilakukannya Ustad Yusuf mengajak kepada segenap jamaah nan sering hadir acara pengajiannya sampai-sampai ia memperkenalkan konsep The Power of Sedekah .

Power of Sedekah bermakna bahwa sedekah mempunyai kekuatan nan konkret bagi orang nan melakukannya. Banyak kejadian nan sulit diterima logika sebagai akibat atau akibat dari berbuat sedekah.



Cara Bersedekah

Dibawah ini beberapa hal dari cara bersedekah nan bisa menggetarkan hati bahkan alam semesta ini:



1. Melakukan sedekah disaat Anda sedang ingin melakukan sedekah.

Dalam arti lain, melakukan sedekah harus diusahakan seikhlas mungkin. Ketika Anda melakukan sedekah dalam keadaan kesal, tidak enak hati, dsb maka risi di alam bawah sadar Anda akan merespons bahwa sedekah itu bukan sesuatu nan mampu menentramkan.

Logikanya sederhana saja, sama halnya ketika Anda dipaksa buat diminta bayar parkir secara paksa oleh seorang preman, maka dibenak Anda akan tertanam memberi secara paksa itu tak melegakan. Begitu juga dengan sedekah.



2. Memberikan sedekah dengan sesuatu nan Anda anggap berharga dalam kehidupan Anda.

Tatkala Anda menyedekahkan barang, uang atau apapun nan Anda anggap mempunyai nilai bahkan sangat berarti dalam hayati maka Anda akan merasa menjadi manusia berharga dan berguna untuk kehidupan nan lain.



3. Bersedekah tak dengan maksud riya atau pamer.

Banyak sekali dijumpai orang-orang nan bersedekah tidak pernah ingin disebutkan namanya, cukup dengan “hamba Allah”. Hal itu bertujuan supaya dirinya tidak terjebak dalam ria dan arogan nan dikhawatirkan akan merusak pahala sedekah Anda.



4. Bersedekah tanpa mengharapkan orang atau siapapun nan Anda beri akan memberikan balasan nan setimpal di kemudian hari.

Jangan sekali-kali Anda berfikiran bahwa orang nan Anda berikan sedekah akan membalasnya kepada Anda di kemudian hari. Jika itu nan dilakukan berarti tidak percaya dengan kemahakuasaan Allah dan kekayaan-Nya sungguh sangat banyak.



5. Bersedekah tanpa mengira-ngira balasan nan akan diberikan Tuhan kepadanya kelak sebagai balasan atas perbuatan sedekahnya itu.

Pengalaman Sedekah

Banyak cerita di balik sedekah. Diantaranya sebuah kisah dari Rasulullah Saw. Suatu ketika Nabi sedang duduk bersama para sahabatnya. Lalu, ada seorang tukang kayu bakar nan melintas dihadapnya. Kemudian Rasulullah berkata kepada para sahabat, “ Nanti siang orang tadi akan meninggal dunia ”.

Namun, sore harinya ketika beliau tengah duduk dengan sahabat, orang tersebut melintas lagi. Rasul pun bertanya, “ Aku diberitahu oleh Malaikat bahwa ajalmu tiba tadi siang. Tapi sekarang kamu masih dalam kondisi nan segar bugar. Apa sesungguhnya nan telah kamu lakukan?

Orang itu pun menjelaskan bahwa bekal makannya ia berikan kepada orang nan lebih membutuhkan. Dan tidak lama dari itu, seekor ular hitam tiba-tiba keluar dari dalam kayu bakar nan ia bawa. Rasul pun menjelaskan bahwa ular itu nan sesungguhnya dapat menjadi penyebab kematian si tukang kayu bakar.



Sedekah Ketika Berhaji

Berikut contoh kisah pengalaman sedekah seorang hamba ketika menjalankan ibadah haji.

“Bapak mau pergi haji ya?” tanya Bu Yayah pada suaminya nan baru pulang dari biro haji milik salah seorang saudaranya.

“Iya, diajak Hari…. jadi pembimbing haji.” Jawab suaminya. Bibir Bu Yayah maju beberapa senti. Kok bisa-bisanya saudaranya itu tak mengajaknya pula. Ia kan juga ingin naik haji lagi.

“Ibu nggak dapat ikutan juga, Pak?” suaminya menoleh.

“Hmm…” ia menggaruk-garuk kepalanya, “bisa aja sih, asal Ibu dapat mencari 10 orang nan mau naik haji di bironya Hari. Nanti Ibu dapat berangkat juga dengan gratis.”

Bu Yayah mengangguk mengerti. Wah.. tantangan nih, pikirnya. Tanpa menunda lama, segera saja ia mulai menelpon kenalannya nan dianggap potensial.

“Bu Harun? Katanya mau haji, ayuk lewat biro saudara saya,” bujuk Bu Yayah pada seorang kawannya.

Begitu pula dengan beberapa teman lainnya. Mungkin sudah rezekinya, dalam waktu singkat Bu Yayah mampu mengumpulkan sepuluh ibu-ibu buat pergi haji. Sebagai imbalannya, Bu Yayah dapat berangkat haji bareng suaminya pada tahun 2002 itu.

“Alhamdulillah akhirnya Ibu dapat pergi haji lagi bareng Bapak, ya..” syukurnya. Suaminya mengangguk, tersenyum.

“Emang udah rezeki Ibu, asal usaha dan doa, Allah niscaya memberikan jalan keluar.” Cetus beliau.

Sinkron peraturan pemerintah, dari setiap uang nan disetorkan sebagai biaya haji, maka para peserta diberikan jatah uang saku sebesar 1500 real, termasuk Bu Yayah dan suaminya. Jadi, mereka mengantongi saku sekitar 3000 real. Sebelum berangkat haji, mereka sudah sepakat hanya uang saku suaminya nan akan dipakai belanja, sedangkan jatah Bu Yayah buat disimpan.

Mulailah mereka berangkat ke tanah suci. Beribadah sebagaimana nan dicontohkan Rasulullah Saw, menahan hawa nafsu, menahan teriknya panas di waktu siang dan dinginnya suhu di saat malam. Alhamdulillah mereka dapat juga meredam nafsu belanja, hingga uang 1500 real nan dijadikan jatah saku berdua tak cepat habis.

Suatu ketika di saat sedang menjalankan ritual salah satu ibadah, seorang ibu dengan logat Sunda nan kental mendekati Bu Yayah.

“Bu, punten… aku butuh uang…” katanya. Bu Yayah mengerutkan dahinya. Ibu itu terus memandang dan mengikuti langkahnya. Karena tidak ingin ibadahnya terusik, Bu Yayah lalu memberinya uang sebesar 100 real.

“Kurang, Bu…” katanya kemudian. Hati kecil Bu Yayah berdecak kesal. Sudah dikasih kok malah nawar ini orang? Namun sejurus kemudian ia beristighfar dan tanpa pikir panjang ia menambahkan 50 real pada ibu itu. Barulah wanita itu pergi sambil mengucapkan terima kasih.

Malamnya, ketika Bu Yayah, suaminya, dan rombongan hendak menunaikan shalat Isya di Masjidil Haram, tanpa disangkanya, ia berjumpa lagi dengan ibu berlogat Sunda itu. Ia membawa sajadah nan bagus. Begitu melihat kehadiran Bu Yayah, ibu itu menghampiri dan mengajaknya ngobrol. Ia memperlihatkan sajadah bagus itu.

“Bu, lihat deh, sajadah ini bagus ya? Saya beli dari uang nan Ibu kasih,” pamernya dengan senyum mengembang. Bu Yayah hanya mengangguk dan ikut tersenyum. Ia bahagia pemberiannya bisa bermanfaat bagi ibu itu.

“Alhamdulillah, aku bahagia kalau pemberian aku ada manfaatnya…” jawabnya singkat.

“Semoga Allah membalas kebaikan Ibu, ya… aku doakan…” lanjut ibu itu sebelum berlalu.

Kemudian, Bu Yayah dan suaminya tidak pernah terpikirkan lagi tentang ibu itu, mereka disibukkan dengan residu ritual ibadah nan harus mereka kerjakan di tanah suci. Namun sungguh tidak disangkanya beberapa hari kemudian, mereka malah ketemu lagi dengan si ibu berlogat Sunda itu. Tapi kali ini ia tak sendirian, melainkan membawa seorang kawannya. Ibu itu memanggil Ibu Yayah nan sudah dilihatnya dari kejauhan.

Bu Yayah mengerutkan dahinya. Subhanallah… bagaimana mungkin? Jamaah dari Indonesia, kan melimpah.

“Bu, kenalkan ini teman saya, “katanya dengan riang. Bu Yayah menyambut uluran tangan mereka.

“Ini, loh Ibu baik hati nan meminjamkan aku 150 real,” si Ibu logat Sunda menjelaskan pada kawannya.

“Ah, bukan pinjam, aku ikhlas kok ngebantu kalau emang ibu butuh,” pembetulan Bu Yayah.

“Nggak, aku pinjam kok, nih teman aku mau gantiin, mumpung kita ketemuan lagi.”

Bu Yayah melongo, teman ibu itu menyerahkan sekantong lusuh nan berisi uang.

“Ini, terima aja, Bu. Sebagai ganti. Sudah ya kami pamit.” Mereka berdua pergi menjauh.

Bu Yayah tidak punya pilihan, kantong lusuh itu disimpan dalam tasnya, nan bahkan tidak disentuhnya sampai mereka tiba di Indonesia. Begitu telah di rumah, Bu Yayah dan suaminya lantas menghitung residu uang mereka.

“Eh… iya, Pak, tunggu!” Bu Yayah menepuk dahinya dan buru-buru ke kamarnya. Segera ia membuka kopernya dan mengambil kantong lusuh itu.

“Apaan itu, Bu?” suaminya heran.

“Ini loh, uang nan diganti ibu-ibu logat Sunda itu. Ibu belum tahu isinya.”

Mereka membuka ikatan kantong dan mengeluarkan isinya. Ternyata dalam rupiah dan…

“Subhanallah… kok bisa?”

“Kenapa?” suaminya menyahut.

Tapi istrinya malah terlihat kalang-kabut.

“Iki, Pak… jumlahnya sampe 20 juta! Aduh… mana Ibu nggak tau alamat Ibu itu lagi…. gimana ya?” Bu Yayah panik.

“Ini rezeki dari Allah, Bu…” suaminya menenangkan.

“Tahu! Tapi kan nan ibu berikan sama dia nggak segede ini. Gimana dong?”

Setelah berembuk, sepasang suami istri itu memutuskan hanya mengambil sejumlah hak mereka, yaitu sekitar satu juta rupiah, sisanya di sumbangkan ke sebuah yayasan.

“Insya Allah ini keputusan terbaik…” bathin Bu Yayah berkata.

Maka, mereka menyerahkan uang itu ke sebuah yayasan buat digunakan seperlunya. Tak terpikirkan setitikpun dalam benak mereka buat mengambil semua jumlah uang itu, meskipun itu buah sedekah mereka dari Allah. Mereka konfiden rezeki tidak akan ke mana.

Dan… betul saja… beberapa minggu kemudian, suami Bu Yayah nan memang hampir bangkrut usahanya mendapat tawaran bisnis minyak tanah dan solar. Dapat dikatakan bisnisnya nan sekarang lebih bagus dari bisnisnya nan dulu.

“Lihat, Pak? Allah membalas perbuatan kita. Coba kalau residu uang itu nggak kita alihkan ke yayasan, belum tentu begini, kan?”

Suaminya mengangguk setuju. Kini mereka tidak perlu risi lagi akan kelaparan sebab bisnis nan nyaris bangkrut telah tergantikan. Maha Besar Allah!

***

Semoga pengalaman sedekah tersebut dapat kita ambil saripati hikmah dan membuat kita lebih tergerak hati buat banyak bersedekah.