Penyebab dan Pencegahan Sindrom Down

Penyebab dan Pencegahan Sindrom Down

Sindrom down nan dalam bahasa Inggris dikenal sebagai down syndrome , sebenarnya bukanlah nama suatu penyakit, melainkan homogen kelainan genetik. Menurut wikipedia.org, sindrom down ialah suatu kondisi terjadinya keterbelakangan perkembangan fisik serta mental anak nan disebabkan oleh adanya abnormalitas perkembangan kromosom nan terbentuk dampak kegagalan sepasang kromosom buat saling memisahkan diri saat terjadi pembelahan.

Apa dan bagaimana kelainan tersebut bisa menimpa seseorang? Dapatkah kelainan itu dicegah? Mari kita telusuri lebih jauh buat memahaminya.



Sejarah Ditemukannya Sindrom Down

Sindrom down diketahui pertama kali pada tahun 1866 oleh Dr. John Langdon Haydon Down—seorang dokter berkebangsaan Inggris. Sindrom down merupakan suatu kelainan genetik nan terjadi pada kromosom 21. Diketahui bahwa jumlah kromosom 21 nan jika dalam keadaan normal hanya 2 ternyata menjadi 3.

Satu kromosom ekstra nan ada di baris ke-21 tersebut mengakibatkan tonus otot menjadi lemah. Kelainan genetik ini rata-rata ditemukan pada satu di antara 700 kelahiran hayati (bayi lahir hidup).

Penemuan Dr John Down tersebut pada awalnya dipaparkan dalam makalah berjudul “Observations on the Ethnic Classification of Idiot”. Dalam makalah itu Dr. John membuat klasifikasi berbagai jenis kondisi idiot sinkron ciri etnis. Kelainan pada kromosom 21 nan memberikan akibat pada karakteristik fisik sehingga menyerupai etnis Mongoloid—badan nisbi pendek, kepala mengecil dengan hidung nisbi datar—itu kemudian disebut ‘mongolisme’.

Namun, para pakar dari Amerika maupun Eropa rupanya kurang setuju dengan penamaan tersebut. Sekitar tahun 1970-an mereka merevisinya dan menamai kelainan genetik itu dengan nama akhir penemunya—yaitu Down. Hingga kini, global kedokteran menggunakan istilah down syndrome atau sindrom down buat menyebut kelainan.



Ciri-Ciri Penyandang Sindrom Down

Secara fisik, penyandang sindrom down memiliki bentuk kepala nan kurang sempurna, nan biasanya nisbi lebih kecil dari ukuran normal atau dalam istilah kedokteran disebut microchepaly. Karakteristik pada bagian paras ialah adanya bentuk khas terutama pada bagian mata, hidung, mulut, dan telinga. Selain itu, jari-jari tangannya cenderung lebih pendek dan gemuk, sedangkan jeda jari pertama dan kedua baik pada kaki maupun tangan nisbi lebih lebar.

Pada penyandang sindrom down juga dijumpai kelainan dermatologis, di mana kulit tampak keriput. Dalam perkembangannya, penyandang sindrom down juga berpotensi mengalami kemunduran fungsi-fungsi organ tubuh seperti penglihatan, pendengaran, maupun kemampuan fisik lain.

Kelainan genetik pada penyandang sindrom down juga membuatnya memiliki sejumlah keterbatasan nonfisik. Di antara berbagai keterbatasan nonfisik tersebut ialah rendahnya taraf intelegensia (IQ), yaitu hanya pada kisaran 50 hingga 70 atau berada di bawah normal menurut berbagai baku nan digunakan dalam tes intelegensia. Penyandang sindrom down juga memiliki sifat mudah meniru konduite orang-orang di sekitarnya.

Sifat ini sangat riskan/mengkhawatirkan jika tak diawasi. Merujuk pada sifat itu, anak penyandang sindrom down akan cenderung kurang berkembang jika hanya bersosialisasi dengan sesama penyandang sindrom down .



Penyebab dan Pencegahan Sindrom Down

Sejauh ini para pakar belum bisa mengetahui dengan niscaya penyebab terjadinya kelainan pertumbuhan jumlah kromosom pada janin. Secara generik para pakar hanya bisa mendeteksi beberapa kondisi nan perlu diwaspadai—karena berisiko melahirkan anak dengan sindrom down—yaitu kehamilan pada ibu nan berusia di atas 40 tahun dan kehamilan pada ibu nan pernah melahirkan anak dengan sindrom down.

Sangat disayangkan bahwa kelainan perkembangan kromosom pada sindrom down ini tak bisa dicegah ataupun diobati. Satu-satunya hal nan bisa dilakukan ialah mengetahui kondisi tersebut lebih dini, yaitu dengan melakukan inspeksi kromosom pada masa awal kehamilan.

Analisis kromosom bisa dilakukan dengan inspeksi air ketuban pada usia kehamilan sekitar 14—16 minggu (dikenal sebagai amniosentesis) atau dengan pengambilan sedikit bagian janin pada plasenta pada usia kehamilan sekitar 10—12 minggu. Melalui kedua cara itu kelainan pertumbuhan kromosom bisa didiagnosis lebih dini. Mungkin tak mengubah keadaan, namun setidaknya orang tua dan keluarga akan memiliki kesiapan mental.

Meskipun hingga kini belum mendapatkan titik terang, para pakar di bidang kedokteran monoton melakukan penelitian buat menemukan penyebab niscaya dan cara pencegahan kelainan sindrom down—yang juga disebut trisoma 21—yang memprihatinkan ini.



Jadilah Teman bagi Penyandang Sindrom Down

Kelainan sindrom down bukanlah menjadi akhir bagi kehidupan seseorang, terlebih bila Sang Pemberi Hayati masih memberikan kesempatan. Hal terpenting nan diperlukan oleh para penyandang sindrom down ialah penerimaan dari keluarga, masyarakat di lingkungan sekitar, serta masyarakat luas. Keluarga nan memiliki anak dengan sindrom down perlu mengenal sedalam mungkin tentang kelainan ini sehingga bisa menerima mereka dengan ikhlas.

Anak-anak dengan sindrom down harus dirangkul dan diberi perhatian secara spesifik dengan penuh kasih sayang. Keluarga juga harus mengenali kemampuan-kemampuan anak-anak penyandang sindrom down, seperti menari, bermain musik, olahraga, dan sebagainya. Keluarga dan orang-orang terdekat dapat membantu melatihnya sehingga kemampuan tersebut akan semakin maksimal.

Keluarga juga berperan buat membangkitkan rasa percaya diri pada anak penyandang sindrom down. Dengan demikian, anak dengan sindrom down akan memiliki masa depan nan lebih baik. Harapannya, anak-anak dengan sindrom down juga bisa hayati berdikari di kemudian hari. Bagaimanapun, para penyandang sindrom down juga memiliki hak-hak nan sama dengan mereka nan dilahirkan normal.

Pengalaman telah membuktikan bahwa anak-anak sindrom down nan mendapat penanganan tepat bisa memiliki prestasi nan membanggakan. Belum lama ini seorang penyandang sindrom down dari Indonesia mendadak terkenal setelah menorehkan prestasi olahraga di World Special Olympics di Athena nan diselenggarakan di Yunani pada Juli 2011.

Gadis peraih emas di cabang renang itu bernama Stephanie Handojo (21 tahun). Keluarga Stephanie sangat peduli dan sungguh-sungguh mendukung dan menuntunnya sejak dia kecil.

Pada zaman di mana teknologi telah berkembang dengan pesat ini, kita bisa menemukan informasi tentang sindrom down dengan lebih mudah. Jauh lebih mudah dibandingkan beberapa dasa warsa sebelumnya. Masyarakat kita nan semula buta sama sekali tentang adanya kelainan ini, sekarang sudah dapat mendapatkan informasi dan menjadi lebih peduli. Saat ini melalui global maya juga telah muncul komunitas-komunitas nan memiliki kepedulian pada penyandang sindrom down.

Meskipun pemerintah belum memberikan dukungan nan memadai, masyarakat secara kreatif telah membangun jaringan buat saling mendukung dan berbagi pengalaman. Di Indonesia kini juga telah terbentuk beberapa komunitas nan bertujuan mewadahi para penyandang sindrom down dan para orang tua atau keluarga nan memiliki anak dengan sindrom down.

Di antara komunitas tersebut ialah ISDI (Ikatan Sindroma Down Indonesia) dan Potads (Persatuan Orang Tua Anak dengan Down Syndrome ). Melalui komunitas tersebut para orang tua dan keluarga dengan anak sindrom down dapat mendapatkan informasi serta berbagi pengalaman dan saling mendukung.

Dalam perhimpunan tersebut, biasanya juga terdapat para pakar medis, pakar pendidikan, dan guru buat anak berkebutuhan khusus, juga para simpatisan nan turut memberi dukungan. Nah, bagi kita nan dilahirkan normal, mengapa kita tak mulai menunjukkan rasa simpati dan ikut merasakan kita bagi para penyandang sindrom down.

Banyak cara bisa dilakukan agar kita dapat mendukung mereka. Di antaranya, kita dapat memberikan dukungan moral bagi anak-anak dengan sindrom down dan keluarganya, membantu membagikan informasi tentang keberadaan mereka kepada masyarakat baik secara langsung atau melalui media, memberikan pelayanan dengan melatih keterampilan bagi-anak-anak sindrom down, dan sebagainya.