Alih Fungsi

Alih Fungsi



Peninggalan Belanda

Tidak dapat dipungkiri, keberadaan Belanda nan menjajah Indonesia selama hampir tiga abad membawa akibat nan cukup signifikan. Baik dari warisan mental hingga fisik bangunan. Ini juga terjadi pada Gedung Kesenian Jakarta.

Jika dilihat dari sisi fisik, sangat jelas sekali gedung ini ialah bangunan tua peninggalan Belanda nan masih kokoh berdiri di kawasan Jakarta Pusat. Didirikan pada 1821 dan bergaya bangunan neo-renaisance. Kerena berada di pusat Indonesia, maka tentu gedung ini menjadi ajang bergengsi kalangan seniman. Maka tidak heran jika para artis dari berbagai daerah Indonesia kerap melakukan pertunjukan ciptaan mereka di sini; teater, film, sastra, lukisan, dan lainnya.



Lokasi

Dalam catatan sejarah dijelaskan, bahwa ide pembuat gedung ini berasal dari sosok Gubernur Jendral Belanda nan saat itu dijabat oleh Deandels. Namun, baru dapat direalisasinya kemudian oleh Gubernur Jendral Inggris bernama Thomas Stamford Raffles pada 1814. Sementara dari sisi arsitektur, gedung ini dibangun oleh sosok bernama Mayor Schultze nan merupakan perwira VOC.

Secara resmi gedung ini didirikan pada 27 oktober 1814, dengan dinding nan terbuat dari bambu dan atap nan ditutup dari alang-alang. Namun, dengan keadaan seadanya itu, pertunjukan seni tetap diselenggarakan.

Pada masa penjajahan Belanda, gedung ini bernama Bamboo Theater, dan resmi dibuka buat berbagai pertunjukan kesenian pada 7 Desember 1821.

Pada masa perkembangannya gedung ini sempat menjadi gedung lawak nan diberi nama Schouwburg. Di gedung inilah, rombongan sandiwara dari Prancis dan Belanda bergantian datang dan mengisi pertunjukan. Ketika Jepang menguasai Indonesia, gedung kesenian ini berubah fungsi menjadi markas tentara Jepang. Tapi, ketika Indonesia masuk masa Kemerdekaan, gedung ini berfungsi kembali menjadi gedung kesenian.

Hingga pada pergolakan nan terjadi di Indonesia, syahdan gedung ini juga nan digunakan para pemuda Indonesia menggelar Kongres Pemuda pertama tepatnya pada 1926. Bahkan di gedung ini pula pada 29 Agustus 1945, presiden pertama Indonesia Bung Karno meresmikan Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP).



Alih Fungsi

Melihat kondisi Indonesia nan saat itu masih belum stabil secara struktural dan tak terlalu mementingkan gedung bersejarah, maka Gedung Kesenian Jakarta saat ini pernah mengalami alih fungsi. Gedung ini pernah digunakan oleh oleh Universitas Indonesia tepatnya dijadikan bangunan belajar bagi Fakultas Ekonomi dan Hukum tepat pada 1951.

Beberapa tahun kemudian, tepatnya dari tahun 1957 sampai dengan 1961 gedung ini digunakan buat lokasi Akademi Teater Nasional Indonesia (ATNI). Kemudian, pada 1968 gedung ini beralih fungsi kembali menjadi gedung bioskop nan diberi nama bioskop Diana nan spesifik memutar film-film India. Lalu, diubah lagi menjadi bioskop City Theater nan spesifik memutar film-film Mandarin pada 1969.

Hingga pada 1984 gedung ini diambilalih oleh Gubernur DKI Jakarta Suprapto dan dikembalikan fungsinya sebagai Gedung Kesenian. Melalui surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Spesifik Ibukota Jakarta No. 24 tahun 1984 setelah sempat mengalami vakum selama satu periode.



Arsitektur Bangunan

Gedung Kesenian Jakarta resmi dibuka kembali pada tanggal 5 September 1987, tidak lama kemudian menyusul renovasi total pada bagian dalam gedung. Bagian dalam gedung dibangun dengan sentuhan artitektur ala Eropa. Pilar-pilar besar nan menjadi penopang, memberikan kesan mewah. Hal ini sekaligus menjadi wujud mahakarya nan bernilai tinggi dan telah diakui oleh para artis internasional.

Oleh karena itu, pada bagian depan gedung ini hanya dicat ulang saja dan tak ada perubahan bentuk apa pun. Sengaja dibiarkan seperti bentuk aslinya agar tak kehilangan sentuhan awal sejarah peninggalan Belanda.

Dengan sering dilakukannya renovasi dan perbaikan-perbaikan baik di interior maupun eksterior gedung, diharapkan gedung ini dapat tetap terpelihara sebagai salah satu aset berharga nan menjadi kebanggaan kota Jakarta.



Arena Obrolan Seni

Semejak diambilalih oleh Pemprov DKI Jakarta, gedung ini kembali tampil sebagai gedung teater nan memperkenalkan kesenian drama, komedian, dan wayang. Berbagai event diselengarakan buat menunjang keberadaannya, terutama dalam format festival.

Penyelenggaraan pertunjukan kesenian di GKJ dilaksanakan oleh grup-grup nan terpilih berdasarkan penemuan dan kreativitas nan mewakili kesenian lokal, nasional maupun internasional.

Hal ini terus dilakukan agar GKJ tetap menjadi loka pertunjukan nan representatif, tertentu dan bertaraf internasional. Di samping menjadi oase budaya bagi masyarakat Jakarta, persinggahan dan obrolan budaya para artis dan seniwati dalam dan luar negeri.

GKJ merupakan loka pergelaran nan memenuhi baku pentas kesenian internasional. Untuk mendukung keberadaannya, banyak event seni diselenggarakan, baik insidental maupun rutin dalam bentuk festival.



Event dan Penghargaan GKJ

Art Summit Indonesia(ASI), nan merupakan event tiga tahunan dan telah diselenggarakan sejak 1995, ialah nan paling monumental dalam perjalanan GKJ. ASI merupakan ajang bergengsi sebab didukung Departemen Pariwisata dan Kebudayaan.

Sebelumnya telah diselenggarakan Jakarta International Festival of the Performing Art nan pelaksanaannya sejak 1990. Kedua festival tersebut diambil sebagai bentuk kepedulian GKJ kepada publik, bahwa Jakarta sebagai kota metropolitan, membutuhkan lembaga komunikasi, arena obrolan seni dan kebudayaan antar-bangsa secara artistik maupun intelektual.

Beberapa event berskala internasional pun pernah diadakan di gedung ini. Tahun 2004 misalnya pernah diadakan Jakarta International Festival, beberapa musisi dari luar negeri pun pernah mengadakan pertunjukan di gedung ini seperti Chicago Jazz Quartet (CJQ), dan banyak lagi festival dan musisi nan pernah mengadakan pertunjukan di gedung bersejarah ini.

Event tersebut dianggap memberi peluang menciptakan momentum nan sarat makna, dan mengandung martabat masyarakat dan bangsa di atas anjung pergaulan dunia. Di samping kesempatan buat membandingkan secara langsung karya para artis kebanggaan Indonesia dengan karya artis mancanegara.

Sebuah acara televisi nan dulu secara rutin menggunakan gedung ini ialah Ketoprak Humor.

Tidak hanya itu, gedung bersejarah ini pun dulu sering menyabet penghargaan Adikarya Wisata selama tiga tahun berturut-turut dari tahun 1995-1997 dan pada tahun 2001 memperoleh penghargaan Adikaryottama Wisata.



Fasilitas dan Fungsi Masa Kini

Sesuai dengan fungsinya sebagai loka pertunjukan kesenian, gedung ini mempunyai fasilitas nan terbilang cukup lengkap. Dengan luas 24 x 17,5 meter, gedung ini mampu menampung sebanyak 475 penonton, termasuk balkon.

Fasilitas lain nan dimiliki gedung kesenian ini ialah anjung dengan ukuran 10,75 x 14 x 17 meter, peralatan tata cahaya dan suara, CCTV di setiap sudut dan ruangan gedung, dan ruangan foyer dengan ukuran 5,80 x 24 meter. Fasilitas lain nan dimiliki gedung ini ialah electric billboard sebagai bentuk publikasi pertunjukan-pertunjukannya.