Serba-serbi Provinsi Aceh

Serba-serbi Provinsi Aceh

Indonesia ialah sebuah negara kepulauan terbesar di dunia. Luas kepulauan Indonesia memanjang dari barat hingga timur. Sumatera, Kalimantan, Jawa, Sulawesi, dan Papua merupakan 5 pulau besar nan menjadi bagian dari Indonesia. Luas wilayah Indonesia ini terbagi menjadi beberapa provinsi. Sebelum zaman reformasi, Provinsi di Indonesia berjumlah 27 provinsi. Namun, setelah zaman reformasi, provinsi di Indonesia berkembang menjadi 33 provinsi.

Sebanyak 33 provinsi nan ada di Indonesia ini, tersebar dari ujung Sumatera hingga ujung Papua. Di ujung Sumatera, terletak sebuah provinsi. Provisi tersebut bernama provinsi Nanggroe Aceh Darussalam atau provinsi Aceh. Nah, buat lebih jelasnya lagi mengenai profil provinsi Aceh ini, simak ulasannya berikut ini.



Catatan Sejarah Provinsi Aceh

Awalnya, Aceh bernama Aceh Darussalam. Penamaan Aceh Darussalam ini berlaku dari 1511 hingga 1959. Selanjutnya pada 1959, penamaan pun berubah menjadi Daerah Istimewa Aceh. Nama Daerah Istimewa Aceh ini dipakai dari tahun 1959 hingga 2001. Penamaan provinsi paling barat ini pun kembali berubah menjadi Provinsi Aceh. Nama Provinsi Aceh resmi dipakai pada 2009 hingga sekarang.

Secara geografis, Aceh sebagai salah satu provinsi di Indonesia berbatasan langsung dengan Teluk Benggala di sebelah utara, Samudera Hindia di sebalah barat, Selat Malaka di sebelah timur, dan berbatasan langsung dengan salah satu provinsi di Indonesia, yaitu Sumatera Utara di sebelah selatan. Provinsi nan beribu kota di Banda Aceh ini dijuluki sebagai Serambi Mekah. Julukan ini inheren sebab pengaruh Islam nan begitu kental dalam perkembangan Aceh.

Catatan sejarah kelam pun dialami oleh Provinsi Aceh. Pada akhir 2004, tepatnya pada 26 Desember 2004, Aceh dilanda bala gempa dan tsunami. Bala besar ini meluluhlantakkan segala bentuk aktivitas warga Aceh. Mata global pun tertuju ke Aceh. Banyak donasi dari negara-negara sahabat nan diberikan buat memulihkan kondisi di Aceh. Selain bala dahsyat tersebut, pada masa pemerintahan Suharto pun, Aceh pun memiliki sejarah kelam, yaitu timbulnya pemberontakan Gerakan Aceh Merdeka atau GAM. Namun akhirnya, Gerakan Aceh Merdeka ini pun sukses diberantas berkat usaha intensif dari pemerintah.

Berbicara soal sejarah Aceh, pada masa kekuasaan Sultan Iskandar Muda Meukuta Perkasa Alam (Sultan Aceh ke-19), provinsi nan terkenal dengan senjata khasnya nan bernama rencong ini merupakan negeri nan kaya dan makmur. Menurut sejarah, pada masa itu, kekuasaan Aceh mencakup pesisir barat Minangkabau hingga Perak (Malaysia). Pada masa itu pun, diperkirakan Kerajaan atau kesultanan Aceh telah menjalin interaksi diplomatik dengan global barat, di antaranya kerajaan Inggris, Ottoman, dan Belanda.

Pada abad 16, Kesultanan Aceh terlibat kudeta dengan Portugal. Setelah itu, pada abad 18, Kesultanan Aceh berebut kekuasaan dengan Inggris dan Belanda. Akhirnya, pada abad ke-18, Kesultanan Aceh harus menyerahkan wilayahnya nan berada di Kedah dan Pulau Pinang nan berada di Semenanjung Melayu pada Inggris.

Perlu diketahui bahwa Kesultanan Aceh merupakan kelanjutan dari Kerajaan Samudera Pasai nan hancur pada abad ke-14. Kesultanan Aceh berkuasa dari 1496 hingga 1903. Selama kurun waktu tersebut, Kesultanan Aceh telah mengukir prestasi nan menakjubkan, seperti kemampuan mengembangkan pola dan sistem pendidikan militer, berkomitmen buat menentang imperialisme bangsa Eropa, mengembangkan sistem pemerintahan nan teratur dan sistematik, mewujudkan pusat-pusat pembelajaran ilmu pengetahuan, dan mampu memjalin interaksi diplomatik dengan negara lain.



Perang Aceh

Dalam catatan sejarah Aceh, pada 26 Maret 1873, Belanda menyatakan perang dengan Aceh. Perseteruan dengan Belanda ini diawali dengan kedatangan Jenderal J. H. R. Kohler beserta pasukannya sebanyak 3.198, termasuk di dalamnya perwira KNIL. Awalnya, Belanda ingin merebut Aceh dengan cara ancaman diplomatik, tapi cara tersebut tak berhasil.

Pada 1883, perang antara Aceh dan Belanda kembali berkobar. Namun, usaha perang nan dilakukan Belanda buat merebut Aceh kembali menemui jalan buntu alias gagal. Perang antara Aceh dan Belanda pun terus berlanjut hingga pada 1892, Belanda menyatakan bahwa mereka gagal merebut Aceh. Perlu diketahui bahwa pada hari pertama perang melawan Aceh pun, 1 unit kapal perang Belanda mengalami 12 kali penembakan dari meriam pasukan Aceh.

Pada masa penjajahan Belanda, Aceh memiliki sejarah nan panjang dalam memerangi penjajahan di bumi nusantara, khususnya Aceh. Dalam melawan penjajahan Belanda, Aceh menjalin kolaborasi dengan wilayah lainnya di Indonesia dan terlibat langsung dalam berbagai gerakan nasionalis politik. Rasa nasionalisme nan tinggi dalam mempertahankan daerahnya dari penjajahan, Aceh melahirkan banyak pahlawan, beberapa di antaranya menjadi pahlawan nasional, seperti Teuku Umar dan Cut Nyak Dien.

Namun pada 1979, status keamanan Aceh bergejolak. Hal ini ditimbulkan sebab adanya organisasi Gerakan Aceh Merdeka atau GAM. Gerakan Aceh Merdeka ini ingin memisahkan diri dari Negara Kesatuan Indonesia (NKRI). Selama kurun waktu 1979 hingga 2005, terjadi perseteruan antara pemerintah Indonesia dengan GAM. Untuk memberantas Gerakan Aceh Merdeka, Pemerintah Indonesia bahkan menjadikan Aceh sebagai Daerah Operasi Militer atau DOM.

Selama hampir 30 tahun, Gerakan Aceh Merdeka berusaha buat memisahkan diri. Gerakan Aceh Merdeka ini disinyalir dikarenakan banyak faktor, misalnya pembangunan nan tak merata dan pemanfaatan sumber daya alam nan diambil oleh pusat. Namun, pada 2005, Gerakan Aceh Merdeka dan Pemerintah Indonesia sukses mencapai kesepakatan buat berdamai. Kesepakatan damai itu ditandatangai di Finlandia sebab proses perdamaian ini difasilitasi oleh mantan presiden Finlandia.



Serba-serbi Provinsi Aceh

Seperti provinsi di Indonesia lainnya, Provinsi Aceh pun memiliki suku orisinil nan mendiami daerah Aceh, di antaranya Suku Aceh, Suku Gayo, Suku Alas, dan Suku Nias. Suku-suku orisinil nan berada di Aceh pun memiliki bahasa tersendiri, contohnya bahasa Aceh, bahasa Gayo, dan lain sebagainya. Berbicara soal agama, mayoritas penduduk Aceh memeluk agama Islam. Hampir semua suku orisinil di Aceh memeluk agama Islam, kecuali Suku Nias. Hanya sebagian Suku Nias nan memeluk Islam.

Provinsi Aceh pun memiliki keistimewaan jika dibandingkan dengan provinsi di Indonesia lainnya. Keistimewaannya itu ialah syariat Islam diberlakukan di Provinsi Aceh. Jadi, hukum nan dijalankan di Aceh berdasarkan syariat Islam. Pemberlakuan syariat Islam di Aceh ini berdasarkan Undang-Undang No. 28/2001.

Berbicara soal ikon Provinsi Aceh, tak dapat dilepaskan dari Masjid Raya Baiturrahman. Ya, Masjid Raya Baiturrahman ini menjadi landscape-nya Aceh. Masjid raya ini pun menjadi saksi bisu saat bala tsunami menerjang Aceh. Saat bangunan lainnya hancur diterjang tsunami, Masjid Raya Baiturrahman ini masih kokoh berdiri dan dijadikan loka berlindung bagi pada pengungsi.

Selain terkenal dengan Masjid Raya Baiturrahman, Provinsi Aceh pun memiliki sejara tradisional nan khas, yaitu rencong. Bentuk rencong ini seperti huruf L. Selain rencong, senjata tradisional nan berasal dari Aceh antara lain sikin panjang, perisai awe , dan perisai teumaga . Selain senjata tradisional, Aceh pun memiliki rumah adat nan disebut rumoh aceh . Rumah adat Aceh ini bertipe rumah panggung. Selain itu, Provinsi Aceh pun memiliki kesenian tari nan menjadi karakteristik khasnya, yaitu tari saman.

Nah, itulah klarifikasi mengenai sejarah Provinsi Aceh sebagai salah satu provinsi di Indonesia. Semoga klarifikasi nan disampaikan bisa bermanfaat bagi Anda.