Pelayanan Publik Lainnya di Indonesia

Pelayanan Publik Lainnya di Indonesia

Apa pendapat Anda tentang pelayanan kesehatan di Indonesia? Sepertinya bukan evaluasi nan bagus, ya? Kita memang sangat memprihatinkan kondisi pelayanan kesehatan nan terjadi di tanah air. Kualitasnya rendah namun dengan biaya nan tergolong mahal.



Pelayanan Kesehatan di Indonesia

Jika kebetulan sedang menderita sakit, masuk ke rumah sakit membutuhkan biaya sebagai jaminan, apalagi jika terpaksa menginap. Ketika mengurus masalah administrasi, kita niscaya akan disodori pertanyaan tentang uang jaminan. Setelah masalah ini terpecahkan, barulah kita bisa melanjutkan proses penyelesaian administrasi. Begitulah paras pelayanan kesehatan di negeri ini. Kondisi nan sangat mengenaskan, bukan?

Hal nan tak aneh jika kita mendengar banyak orang harus keluar dari rumah sakit sebab ketiadaan biaya. Akibatnya, tentu saja tak dapat melanjutkan proses pengobatan nan sedang berlangsung. Jika kondisinya begini, tentu sangat sulit buat berharap akan mendapat kesembuhan atau kesehatan kembali. Ketiadaan biaya membuat orang miskin seakan tak berhak mendapat pelayanan kesehatan.

Sebagai manusia, tentu menjadi sebuah pengkhianatan besar terhadap humanisme itu sendiri tatkala para penyedia jasa kesehatan itu justru menolak orang-orang nan tak mempunyai dompet tebal. Ketidakmampuan membiayai pelayanan kesehatan nan akan didapat, membuat seseorang kehilangan haknya buat mendapat perawatan. Meski biasanya pihak rumah sakit akan mengelak dengan berbagai alasan, tetapi kondisi ini memang terjadi di negara tercinta ini.

Meski sudah sukses menyelesaikan urusan administrasi, bukan berarti jalan ke depan menjadi mudah. Tidak berlaku prinsip “yang krusial mendapat pertolong sesegera mungkin”.

Ketika seseorang mendapat perawatan berbiaya tinggi, katakanlah harus melalui sebuah operasi, pihak rumah sakit akan meminta supaya biaya dicicil. Mereka akan mengingatkan keluarga pasien buat membayar sejumlah uang terlebih dahulu. Biaya tak dapat dibayar belakangan saat akan keluar rumah sakit. Namun dicicil dan besarnya sudah ditentukan pihak rumah sakit.

Memang buat memberikan pelayanan bagi para pasiennya, rumah sakit membutuhkan biaya operasional nan tak sedikit. Harus diakui, banyak pula terjadi kaburnya pasien nan tak dapat membayar biaya. Kita juga pernah berkali-kali disentakkan oleh warta disanderanya bayi kertika orangtuanya tak dapat melunasi biaya persalinan.

Pihak rumah sakit boleh-boleh saja melakukan pencegahan agar tak menjadi korban. Namun kadang mereka juga tak mempertimbangkan kondisi pasien. Jika tak membayar sejumlah biaya, jangan harap esoknya akan mendapat pengobatan nan diperlukan pasien. Ini merupakan ancaman nan diungkapkan secara terang-terangan. Ketika pasien tak dapat memenuhi kewajibannya, maka harus siap dengan risiko nan harus ditanggung.



Pelayanan Kesehatan dalam Global Film

Untuk para penggemar serial top asal Amerika, tentu pernah menonton ER . Serial ini menceritakan kehidupan para pakar medis di sebuah ruang unit gawat darurat nan sibuk di sebuah rumah sakit. Geoge Clooney memperoleh nama nan bersinar melalui film ini sebelum akhirnya hijrah ke layar lebar nan jauh lebih menjanjikan. Betigu juga Noah Wyle, Julianne Margulies, dan beberapa nama lain. ER menceritakan bagaimana para petugas di sini memberikan pelayanan terbaik bagi para pasiennya.

Titik tolak pemikiran mereka ialah memberi pelayanan terbaik nan dapat menyelamatkan nyawa pasien. Kasus nan mereka hadapi pun sangat beragam. Dokter-dokter nan bertugas mempunyai keahlian dan kehandalan masing-masing. Dan nan tak kalah penting, mereka tak pernah menanyakan tentang uang agunan bagi pasien nan akan dirawat di sana. Seberat apa pun operasi nan harus dijalani, prioritas mereka ialah melakukan penyelamatan terlebih dahulu.

Di ER , para tenaga kesehatan tak mempedulikan apakah orang nan mereka tolong hanya seorang tunawisma atau pejabat terkemuka. Di mata mereka, semua pasien ialah sama.Semuanya berhak mendapatkan pelayanan kesehatan nan terbaik sinkron fasilitas nan disediakan. Potret rumah sakit seperti inilah nan menjadi impian dunia. Tapi, tentu tak mudah buat mewujudkannya.

Setidaknya sisi lain dari ER ditunjukkan oleh film “John Q”. Dibintangi oleh Denzel Washington nan kharismatik, film ini menguras emosi para penontonnya. Perannya sebagai John Q Archibald sungguh ciamik. Film ini dibintangi Denzel setelah aktingnya nan gemilang di “Training’s Day”.

“John Q” bercerita tentang bagaimana perjuangan seorang ayah dalam menyelamatkan anaknya nan sakit parah dan tak dapat mendapatkan donor. Tranplantasi hati nan sedianya akan dilakukan begitu ditemukan donor nan cocok, terpaksa dibatalkan oleh pihak rumah sakit. Alasannya, keluarga Archibald tak mempunyai asuransi kesehatan!

Karena merasa tak sepantasnya mendapat pelayanan nan demikian jelek dari pihak rumah sakit, John Q pun menyandera rumah sakit buat memaksa dokter menolong putranya. Menjelang akhir cerita, dia bahkan hampir bunuh diri agar hatinya bisa dicangkok pada tubuh anaknya.



Pelayanan Publik Lainnya di Indonesia

Tidak hanya pelayanan kesehatan nan menyedihkan, pelayanan di sektor lain pun tidak kalah menggemaskan, terutama buat pelayanan nan dikelola oleh pemerintah.

Sebagai contoh, ketika kita datang ke sebuah bank pemerintah terbesar di Indonesia. Jika kebetulan Anda berencana mampir menjelang makan siang, sebaiknya segera lupakan niat itu. Datanglah setelah jam makan siang atau ketika hari masih pagi. Mengapa demikian? Karena biasanya para karyawan akan beristirahat siang dalam waktu nan cukup lama dan membiarkan para nasabah menunggu.

Begitu juga saat menjelang shalat Jumat. Tidak sedikit kantor pemerintah nan seharusnya memberi pelayanan pada masyarakat malah ditutup dengan alasan “shalat Jumat”. Padahal masih ada karyawan perempuan dan karyawan laki-laki non muslim. Kewajiban beribadah dijadikan alasan buat “rehat” dari pekerjaan padahal masih dalam jam nan sangat produktif.

Bila ada nan membutuhkan pelayanan di jam ini, tentu akan dirugikan oleh keadaan ini. Namun tampaknya akan sangat sulit mengubah Norma nan terlanjur sudah mengakar di masyarakat kita. Semua dijalankan dengan serba santai. Kepentingan konsumen ada di urutan kesekian.

Bicara tentang pelayanan publik nan dikelola pemerintah di Indonesia memang mengenaskan. Sulit sekali melihat kondisi di mana konsumen atau pengguna jasa dihormati dengan baik. Berbeda halnya jika pengelolanya ialah pihak partikelir atau asing.

Sebuah bank nan sudah berpartner dengan perusahaan asing memberikan pelayanan nan sangat istimewa bagi pelanggannya. Sejak mulai masuk ke dalam gedung, nasabah langsung disambut dengan senyum hangat dan sapaan ramah. Begitu juga ketika kita berhadapan dengan CSO atau teller. Semuanya ramah dan berusaha memberikan pelayanan nan baik. Karena terdorong oleh rasa puas, biasanya nasabah atau konsumen pun tak keberatan buat kembali.

Kantor pelayanan pajak ialah salah satu forum pemerintah nan kinerjanya sangat mengecewakan. Departemen nan melayani pembayaran pajak dari seluruh lapisan masyarakat ini justru menjadi ladang nan fertile bagai para koruptor.

Kita tak mungkin dapat melupakan kasus Gayus Tambunan nan menghebohkan itu. Jika ditelaah, kasus Gayus mirip dengan sebuah telenovela nan panjang dan berliku-liku. Seseorang nan seharusnya berada di dalam penjara malah dapat jalan-jalan ke loka nan disukainya setelah melalui aksi sogok-menyogok.

Setelah Gayus, masih ada rekannya nan diguncang kasus serupa. Mengantongi uang rakyat dalam jumlah luar biasa buat memperkaya diri sendiri. Departeman ini tampaknya menjadi ladang nan maha fertile buat melakukan penyelewengan. Uang pajak nan dibayarkan oleh rakyat dan sedianya digunakan buat kepentingan bangsa ini, malah melenggang mulus ke dalam kantong-kantong para karyawannya.

Kantor pelayanan pajak seharusnya memberlakukan sistem nan lebih ketat lagi sehingga kemungkinan buat “kecolongan” dapat diminimalisir. Saat ini, departemen ini menjadi olok-olok nasional. Bagaimana orang akan rela membayar pajak bila konduite beberapa karyawannya seperti ini? Semuanya nan sifatnya “ pelayanan” seharusnya mampu memberi rasa nyaman bagi para nasabah atau konsumennya. Setuju?