Pertempuran Ambarawa - Jalannya Pertempuran

Pertempuran Ambarawa - Jalannya Pertempuran

Meski hanya merupakan kota kecil, Ambarawa nan berada di daerah Provinsi Jawa Tengah dan tak jauh dari kota Semarang punya peran nan cukup besar dalam cerita sejarah perjalanan bangsa Indonesia, terutama sekali masa masa awal kemerdekaan negeri ini. Hal itu sebab di loka inilah pernah terjadi suatu pertempuran melawan tentara sekutu nan lebih terkenal dengan sebutan palagan atau pertempuran Ambarawa.



Pertempuran Ambarawa - Awal Mula dan Penyebab Terjadinya Pertempuran

Permulaan persitiwa pertempuran Ambarawa ini sendiri mulai terjadi pada tahun 1945, persisnya pada tanggal 20 bulan Oktober. Jadi, hanya sekitar empat bulan lebih tiga hari setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus pada tahun nan sama.

Ketika itu, datang rombongan tentara Sekutu nan dipimpin oleh seorang perwira bernama Brigadir Bethell. Mereka datang dan langsung masuk ke ibu kota Semarang melalalui jalur bahari dengan menggunakan kapal. Adapun maksud dan tujuan kedatangannya ialah buat mengurus tentara Jepang dan tawanan lain nan telah kalah perang.

Namun pada kenyataannya, rombongan tentara ini tak datang sendirian saja. Hal itu sebab dalam rombongan tersebut terdapat NICA, yaitu tentara Belanda nan datang dan ingin menjajah kembali bangsa Indonesia. Padahal sebelumnya, tentara sekutu tersebut telah membuat pernjanjian jika mereka tak akan melakukan gangguan terhadap kedaulatan dan kemerdekaan negeri ini.

Bahkan pada awal kedatangannya, oleh Mr. Wongsonegoro, Gubenur pertama provinsi Jawa Tengah saat itu, rombongan tentara sekutu ini disambut dengan baik tanpa ada berpretensi jelek sedikitpun apalagi rasa curiga sebab dianggap punya niat nan baik. Gubenur bersedia memberi donasi buat menyediakan makanan sekaligus keperluan nan lain dengan maksud agar para tentara sekutu tersebut dapat menjalankan tugasnya dengan lancar.

Namun setelah sampai di kota Ambarawa, tentara Belanda nan juga menjadi tawanan oleh NICA justru diberi senjata tempur buat melawan tentara Indonesia nan saat itu sedang giat menjaga keamanan negeri ini. Hal nan lebih parah lagi, di kota Magelang tentara sekutu tersebut malah memosisikan dirinya menjadi penguasa dan berusaha buat merampas senjata nan dimiliki oleh TKR atau Tentara Keamanan Rakyat.

Hal ini tentu saja membuat rakyat merasa tertipu dan marah lalu mengadakan agresi secara langsung dan spontan, maka terjadilah pertempuran di kota tersebut. Namun, untunglah kejadian ini dapat diredam dan dikendalikan serta tak berlangsung berlarut-larut sebab presiden Soekarno bisa meredam kemarahan rakyat Indonesia. Tentara sekutu nan sebelumnya sudah terkepung oleh tentara TKR nan dipimpin Letkol M. Sarbini menjadi selamat dari pertempuran tersebut.

Setelah mengalami kekalahan dan mendapat pertolongan dari Soekarno, mereka pergi dari kota Magelang dengan tujuan buat masuk ke dalam benteng di kota Ambarawa. Mengatahui kejadian ini, Resimen Kedu Tengah langsung melakukan pengejaran buat menggagalkan planning tersebut. Ketika sampai di sebuah desa nan bernama desa Jambu, tentara sekutu kembali dihadang oleh tentara TKR nan lain, yaitu Pasukan Angkatan Muda nan dipimpin oleh Ono Sastrodihardjo dan dibantu oleh pasukan tentara tempur nan lain dari kota sekitar, yaitu Surakarta, Suruh, dan Ambarawa sendiri.

Sementara itu, di daerah Ngipik, tentara Sekutu juga mengalami hal nan tak jauh berbeda. Mereka mendapat penghadangan dari Batalyon I nan dipimpin langsung oleh Soerjoseompeno. Ketika itu, tentara sekutu tersebut mencoba buat menguasai dua desa nan ada di sekitar kota Ambarawa. Namun, tentara Indonesia nan dipimpin oleh Letkol Isdiman sukses memenangkan pertempuran Ambarawa tersebut. Sayangnya, Letkol Isdiman sendiri gugur dalam pertempuran Ambarawa tersebut.

Sejak saat itu, pertempuran dilanjutkan dipimpin langsung oleh Kolonel Soedirman nan merupakan hulubalang dari Divisi V Banyumas. Kepemimpinan Kolonel Soedirman nan terkenal punya karisma tinggi ini menjadi dorongan semangat dan gairah nan baru bagi tentara Indonesia, baik nan sedang bertugas di garis depan maupun nan ada di garis belakang.

Semua saling bahu membahu dan tolong-menolong dengan satu tekad dan tujuan, yaitu mempertahankan kemerdekaan. Hal tersebutlah nan lebih menggembirakan dan membuat semangat makin berkobar. Pasukan tentara nan ikut bertempur tak berasal dari daerah itu saja, namun juga mendapat donasi pasukan perang dari Solo atau Surakarta, Purwokerto, Semarang, Yogyakarta, Magelang dan sebagainya.

Sehingga meski sedang melakukan pertempuran, namun koordinasi dan komunikasi antara rombongan pasukan nan satu dengan nan lain terus dilakukan secara lebih intesif. Selain itu, pengepungan serta penyerangan pada musuh juga makin digiatkan. Adapan siasat perangnya menggunakan taktik agresi mendadak nan dilakukan secara serentak di segala sektor.



Pertempuran Ambarawa - Peritiwa Sebelum Terjadinya Pertempuran Besar

Selanjutnya pada bulan November tanggal 23 tahun 1945, tak lama setelah matahari terbit, terjadi peristiwa standar tembak dengan pasukan musuh nan saat itu ingin mencoba melakukan pertahanan di sekitar gereja dan kerkhop Belanda nan berada di Jalan Margo Agoeng. Saat itu, anggota pasukan tentara Indonesia nan ikut melakukan pertempuran ialah Yon. Imam Adrongi, Yon. Soeharto, dan Yon. Soegeng.

Sementara itu, dari pihak sekutu, mereka mengerahkan bencana tentara Jepang nan punya status sebagai tawanan. Selain itu, mereka juga mengeluarkan armada tank sekaligus melakukan perlawanan dari segala arah, tak saja dari arah depan, tetapi juga dari arah belakang. Hal ini menjadikan tentara Indonesia harus mundur dan pindah ke daerah Bedono.



Pertempuran Ambarawa - Jalannya Pertempuran

Setelah terjadi beberapa pertempuran kecil, selanjutnya pada tanggal 11 Desember tahun 1945 para Komandan Sektor TKR dan anggota Laskar mengadakan rendezvous atau kedap nan dipimpin langsung oleh Kolonel Soedirman. Lalu pada hari berikutnya ketika jam menunjukan pukul setengah lima pagi, mulai diadakan agresi kembali dengan skala nan jauh lebih besar. Permulaan agresi ini ditandai dengan tembakan dari mutraliur, lalu dilanjutkan dengan tembakan jenis karaben.

Maka pada pagi nan sangat cerah itu terjadilah peristiwa pertempuran Ambarawa nan sangat terkenal itu, meski kejadiannya hanya berlangsung singkat yaitu hanya sekitar satu setengah jam. Hal itu sebab dalam waktu nan tak terlalu lama, jalan nan merupakan jalur penghubung antara kota Semarang dan Ambarawa sukses dikuasai oleh tentara TKR.

Namun, meski berlangsung dalam waktu nan tak lama, pertempuran tersebut berjalan sengit. Kolonel Soedirman nan terjun secara langsung dan menjadi pimpinan pasukan menggunakan strategi perang nan dinamakan dengan sebutan gelar supit urang. Gelar supit urang yaitu suatu siasat pengepungan nan dilakukan secara serentak dari dua sisi sekaligus secara langsung dan bersamaan. Dengan teknik seperti ini, musuh akan lebih mudah terkurung, sehingga tak dapat melakukan komunikasi atau interaksi dengan pasukan nan lain.



Pertempuran Ambarawa - Berakhirnya Pertempuran

Setelah ada pertempuran lain dengan skala nan lebih kecil namun bersifat kontinyu, empat hari kemudian tepatnya pada tanggal 15, agresi dinyatakan berakhir. Tentara Indonesia dibantu rakyat sukses menguasai kembali kota Ambarawa. Selanjutnya, pihak sekutu harus mengakui kekalahan dan mundur hingga kota Semarang.

Salah satu kunci primer kemengan ini ialah sebab punya rasa persatuan nan kuat. Meskipun harus menghadapi tentara sekutu nan dilengkapi dengan berbagai macam persenjataan nan lebih modern dan canggih, tapi para pejuang kemerdekaan tersebut tak pernah mengalami rasa takut atau ngeri sedikitpun. Tiada henti mereka selalu gencar melakukan agresi sekaligus pengepungan dengan ketat dan gigih di segala penjuru Ambarawa.

Kolonel Sodirman nan selanjutnya naik pangkat menjadi Jenderal Besar sebelum pertempuran Ambarawa dilakukan menyatakan arti pentingnya mengalahkan tentara sekutu di Ambarawa dalam waktu nan sesingkat mungkin. Salah satu alasannya ialah sebab tentara tersebut punya planning besar buat menjadikan kota ini sebagai basis kekuatan primer dengan tujuan buat menguasai daerah propinsi Jawa Tengah.

Melalui slogan nan sangat terkenal, rawe-rawe rantas malang-malang putung atau patah tumbuh hilang berganti, Jenderal Soedirman nan saat itu dalam kondisi nan sedang sakit, dengan penuh semangat terus menggelorakan tekad nan bulad buat membebaskan kota Ambarawa dari tangan sekutu agar dapat kembali kepada dominasi Ibu Pertiwi. Pertempuran Ambarawa merupakan bagian dari sejarah bangsa Indonesia dalam perjuangannya melawan penjajah. Semoga kita dapat meneruskan perjuangan dari para pahlawan tersebut.