Golongan Tempo Online

Golongan Tempo Online

Apa nan dilakukan oleh Tempo, dari divisi cetak ke divisi online , bila pada masa itu tak ada kejadian luar biasa sekelas kejadian dibredelnya pers oleh Orde Baru. Barang sejatinya nan dilakukan Tempo ialah memindahkan minset majalah menjadi mindset online. Tempo Online ialah majalah tempo nan di- online -kan.

Jadi, apakah Tempo itu? Gunawan Mohamad dan Utan Kayu nan dimediakan, begitu cupetnya asumsi orang nan main banting dan buka kartu sebelum permainan di mulai. Bagi mereka, Tempo ialah perwakilan orang-orangnya Goen. Dan Goen mewakili suatu masyarakat nan kelasnya kebanyakan beda dengan kelas kebanyakan orang di Indonesia.

Kelasnya Goen lebih pragmatis, lebih playfull , lebih ekspresif. Kelompok seniman, kelompok intelektualitas, kelompok berduit namun juga begitu hedonis, terwakili oleh golongannya Goen. Sekalinya orang nan berselimut dengan ilmu-ilmu Agama, mereka ialah nan liberal punya. Begitulah pula nan tampak dari orangnya Goen. Tempo Online hadir buat memberikan wahana ejawantah bagi pemberitaan dari apa nan golongan Goen pikirkan, juga dari apa golongan Goen wakili harapkan.



Hadirnya Tempo Online

Kelompok ini pernah bentur hebat pada era 90-an. Alasannya sederhana, mungkin bila di balik redaksi dapat dibongkar lebih jauh lagi ada perang ‘ketidaksederajatan’ antara pengusaha, nan dekat dengan ‘bapak’ dengan pengusaha nan susah dekat dengan ‘bapak’. Republik ini sebenarnya mudah di terka. Di mana uang mengalir di situ peraturan di teken. Di mana orang berposisi di situlah kontrak di buka. Ekspor dan impor, hutan dan kayu gelondongan, dan apakah motivasi di balik perusahaan pers besar nan mengantungi banyak hal di orde baru, berani-beraninya sama ‘bapak kost’.

Namun itulah nan terjadi. Tempo Onlinewaktu itu diam-diam kritik, diam-diam protes, dan terkadang ngomel keras, misalkan pada pemberitaan tentang kapal impor eks dari Jerman Timur, momentumnya bagus, Jerman telah bersatu, mereka restrukturiasi, negara kita negara maritim, kebutuhan akan angkatan bahari harus lebih besar dari angkatan darat. Ada kapal murah di jual, duit jelas keluar. Bagi bapak presiden, hal itu lumrah, dapet barang murah, sementara Indonesia butuh. Bagi Tempo dan beberapa media lainnya sulit dicerna. Kapal bekas tetap bekas.

Berapa harganya? Siapa nan jadi importirnya? Habibie? Kenapa Habibie main? Apa pangkat Habibie di militer? Karena rupanya militer pun resah? Ada obyekan anyar kok kurang menitis komandonya ke bawah? Bapak presiden nan rupanya sejak interupsi Jenderal Ibrahim Saleh pada akhir 80-an, merasa kurang nyaman dengan sesama klan berpangkat, merasa warta media nan bocor keluar itu dapat mengadu domba jagoannya, suksesornya, Habibie dengan para pengawal nan dia miliki.

Jika Habibie kelak menggantikannya, dia ingin militer patuh padanya juga. Dan bukan semacam ini nan harus terjadi. Karena itulah keputusan di buat. TempoOnline dan media lain nan kurang sense soal itu di berangus. Tempo majalah jadi Tempo Online. Rakyat Indonesia sangat kehilangan.
Keresahan rakyat akan kehidupan demokrasi ternyata lebih kuat dibandingkan segala kestabilan nan telah terjalin selama masa Soeharto. Air nan begitu tenang tak mengalir. Begitulah pikiran mereka.

Oleh sebab itulah, pada krisis moneter nan menguji kepemimpinan Soeharto, dan sebenarnya krisis itu ikut menghantam Asia, namun hanya Soeharto nan anginnya begitu hebat dan kuat. Para ekonom koor bersama-sama, bahwa pondasi ekonomi Orba ringkih dan korup, setengahnya benar, setengah lagi ialah apa nan kita alami sekarang di era reformasi nan mereka janjikan sebagai momentum perbaikan.

Soeharto jatuh, warta hebat dan menghantam datang dari si Tempo Online. Mereka jadi icon dari perlawanan gerakan bawah tanah. Utan kayu jadi sandaran para thik tanker muda dengan beribu idealismenya. Mereka digiring isu. Isu digiring si raja gombal, dan si raja gombal di giring oleh uang nan berseliweran sebab di saat sang tanki uang di goyang ramai-ramai, bocornya harus di loka nan tepat.



Orang Banyak di Mata Tempo Online

Ketika Anda bertanya di mana rakyat kebanyakan dalam positioning -nya Tempo Online? Itu pertanyaan nan jitu. Karena bagi Tempo Online, pengkabaran ialah menjatuhkan rezim. Sejauh mana rezim itu mewarnai rakyat, mereka barangkali memainkan pengandaian kecil. Bagaikan seorang wanita nan selaput daranya dapat utuh kembali ketika dia menikah lagi.

Itu baru hal kecil saja, sebab kita sama-sama mengerti bahwa media itu (menurut Eriyanto sang penulis buku Analisis Framing) tak berdiri di atas banyak golongan. Karena media itu memiliki sel penumbuh nan dinamakan pemodal. Begitulah nan terjadi, orde baru jatuh. Tempo mendapat durian runtuh, tanpa kulit dan duri. Namun kebanyakan dapat membuat mereka mabuk sesekali, contohnya lihat saja kasus penyerangan markas Tempo Online karena ada “Tommy di Tenabang”.

Rakyat awam melihat itu sebagai premanisme menghantam kebebasan pers.. sekali lagi setengahnya benar. Setengah lagi sebagaimana dialog orang kampus, ialah adu kuat pemodal di balik pemodal.
Seorang mitra jurnalis berkata. Dulu dia melihat sosok Goen itu gimanaa gitu. Buku-bukunya nan di singkat caping itu dia beli, selebihnya dia bundel. Minsetnya di besarkan oleh majalah Tempo, berlangganan sejak dia SMP, dilahapnya habis semua kolom ke kolom.

Namun kini, dia melihat Tempo Onlinehanyalah satu media dengan bias besar di atas media lainnya, sesekali dia lihat warta nan Tempo Online sebagai pembanding dari media lain, nan versi majalah menengok pun dia tak sudi lagi. Oh tidak, dia tak kecewa, tak dikhianati oleh Tempo. Pun bahkan tak ditipu. Dia hanya telat menyadari akan jati diri dan kelasnya Tempo Online.

Kelasnya Tempo Onlineyang mana sih ? Secara gampang ialah apa nan mereka simak sebagai melayani mereka nan berkepentingan. Kepentingan dengan kisah di lapangan, semodel FPI, semodel Thames, semodel PSSI, berkepentingan buat memproyeksikan (bahkan pula memproteksi) satu tokoh calon presiden di atas tokoh lainnya, dan juga kepentingan buat melawan satu golongan nan di kabarkan sebagai fundamentalis dalam beragama.

Kelasnya Tempo Onlineitu banyak atau sedikit? Seandainya banyak tak begitu kuat, seandainya sedikit sangat mempengaruhi, begitulah ciri kelas dari pembaca setia Tempo. Bila sedikit mereka berisik. Bila banyak mereka saling tikam sesamanya. Pendeknya mereka ialah kelas menengah sedikit di atas, dan sedikit berhasil dengan segala macam kisah di baliknya.



Golongan Tempo Online

Bukan golongan mereka nan merintis dari bawah bau peluh keringat, berpikir bahwa ini harta titipan Tuhan, harus banyak di zakatkan, hayati itu untuk akhirat saja, naik haji lebih utama, dan tak memahami silsilah keturunan sendiri semudah menghafal nomor telepon 1000 entri buku telepon: ”Lo ga bakalan paham, lo ga bakalan ngarti deh.” Ucap si golongan nan membaca Tempo Onlinekepada golongan nan tak membaca Tempo.

Mereka ialah kelas menengah sedikit ke atas, nan begitu sekuleris dan serius memandang permasalahan hidup. Live for the fullest kata iklan susu bayi. Kebanyakan generasi nan diasuk Tempo Onlineitu hit back , atau bad mouth terhadap Tempo. Namun sejatinya, mereka masih kangenan, membaca penuh Tempo Online, langganan tapi pakai duit kantor, seraya pasang paras sekeptis dua keptis. Tempo Online pun dia bookmark, dia pasang setiap saat, dan dia langgankan buat tablet PC nya. Isi beritana ikut dinikmati.

Namun jika kelak tiba saatnya Tempo dan krunya bikin kesalahan fatal, dan merusak. Mereka akan menikam dari belakang, sampai puas, sampai Tempo ‘dapat pelajaran’ namun bila Tempo Online hendak di berangus orang selain mereka. Mereka bakal bela Tempo Onlinesampai mati. Begitulah Pembaca Tempo baik majalah atau Tempo Online. Absurd. Sisiphus. Dan Indonesia bergantung pada manusia jenis ini.