Tindakan Penyelamatan

Tindakan Penyelamatan

Sejak terlahir di wilayah Indonesia, penduduk Indonesia sudah harus menerima nasib berada di wilayah gunung berapi. Sejak lahir dan menetap di Indonesia, penduduk negara kepulauan ini sudah harus bersiap-sedia menghadapi berbagai kemungkinan bala alam, termasuk gunung berapi meletus . Kejadian ini sudah menjadi salah satu kenyataan alam nan terjadi tahunan. KArenanya, wajar saja jika masyarakat hendaknya bersiap siaga.

Berada di lintasan ring of fire , Indonesia memiliki gunung berapi terbanyak di dunia. Mengapa dikatakan terbanyak di dunia? Sebab, jumlah gunung berapinya yaitu sebanyak 400 gunung berapi. 130 diantaranya berstatus sebagai gunung berapi aktif. Makdusnya yaitu gunung berapi nan memiliki kemungkinan meletus lagi meski sudah pernah meletus sebelumnya. Jumlah ini sama dengan 10% dari jumlah gunung berapi nan masih aktif di dunia. Gunung-gunung berapi ini tersebar merata hampir di semua pulau di Indonesia.

Pulau Sumatera dan Pulau Jawa bahkan "disesaki" oleh gunung berapi. Di Jawa Tengah, misalnya. Provinsi dengan luas wilayah 32.548 km2 ini memiliki lima gunung berapi aktif, yaitu Gunung Merapi, Gunung Sindoro, Gunung Slamet, Gunung Dieng, dan Gunung Sumbing. Gunung Merapi bahkan tercatat sebagai gunung berapi paling aktif di dunia. Dengan kondisi alam seperti ini sangat besar terjadi kemungkinan gunung berapi meletus di Indonesia.

Gunung berapi nan tertidur panjang selama ratusan tahun pun bukan berarti tidak berbahaya. Gunung berapi seperti ini dapat sewaktu-waktu bangun dari tidur panjangnya, seperti Gunung Sinabung di Sumatera Utara nan tiba-tiba meletus pada tanggal 28 Agustus 2010. Gunung Sinabung ini sendiri telah tertidur sekitar 400 tahun dan dianggap sudah tak berbahaya. Oleh sebab itu, pihak pemerintah serta semua lapisan masyarakat, hendaknya melakukan upaya antisipasi dengan baik secara bekerja sama dan tak saling melimpahkan atau mungkin saling lepas tangan.

Tak seperti gempa nan tidak dapat diprediksi kehadirannya, bala gunung berapi meletus sebenarnya lebih bisa dipantau dan diprediksi. Setiap gunung berapi memiliki pos pemantauan nan bertugas memantau aktivitas gunung berapi secara fisik dan kimiawi. Dari pantauan ini pula status gunung berapi dapat ditentukan, waspada, siaga, dan awas.

Setiap hasil pantauan inilah nan membutuhkan kecepatan penyampaian kepada masyarakat terutama di sekitar gunung berapi tersebut. Pemerintah dan semua pihak hendaknya juga mengupayakan kolaborasi nan cepat mengenai pengungsian penduduk jika memang kejadian gunung berapi nan meletus itu terjadi saat itu.



Hasil Pantauan Mata Awam Tanda Meletusnya Gunung Berapi

Selain hasil pantauan seismik di pos-pos pemantau gunung berapi, beberapa tanda gunung berapi meletus bisa dipantau oleh mata awam. Misalnya:

  1. Frekuensi terjadinya gempa.
  2. Peningkatan suhu udara.
  3. Turunnya binatang-binatang hutan dari wilayah sekitar puncak gunung.
  4. Mengeringnya sumber mata air di gunung.
  5. Layu dan matinya tumbuh-tumbuhan di kawasan puncak gunung berapi.

Meski bisa dipantau oleh mata awam, akan tetapi kolaborasi dari semua pihak tetap diutamakan dan tak dikesampingkan. Terlebih lagi para generasi muda nan memahami wawasan pantauan tersebut juga ikut bekerja sama dengan pihak pemerintah buat mensosialisasikannya kepada orang awam.

Tidak mudah mewapadai tanda tersebut meski oleh mata awam bisa dilakukan. Segalanya membutuhkan wawasan nan cukup serta kolaborasi nan baik semua elemen masyarakat. Gunung berapi dengan letusan nan dihasilkannya hanya akan menjadikan permukaan bumi ini porak poranda sekejap mata. Karenanya, upaya dari semua pihak buat melakukan tindakan waspada, siaga serta awas harus segera dari perhitungan mesin pelacak atau pandangan mata awam.

Hasil pantauan oleh alat ataupun alat indera, keduanya saling mempengaruhi dan menguatkan. Jangan merasa tenang, jika memang sudah ada tanda menunjukkan bahaya akan terjadi letusan. Memang tak mudah meninggalkan mal serta lainnya di loka nan terancam bahaya. Terlebih lagi itu semua hasil jerih payah dari setiap orang.

Namun demikian, nyawa kita jauh lebih krusial dari harta nan telah terkumpul. Jadi, saling bekerja sama serta memberikan dorongan positif kepada sesama tetangga maupun pihak lainnya di loka evakuasi. Mensyukuri atas segala nikmat nan diberikan termasuk ujian berupa gunung meletus di daerah loka tinggal. Jika pemerintah siaga serta sudah mengantisipasi dengan baik, maka penampungan serta upaya membantu masyarakat dari sisi psikologi dan materi korban gunung meletus, tentu akan terpenuhi secara baik dan maksimal.



Tindakan Penyelamatan

Kondisi geografis ini seharusnya membuat Indonesia waspada, tak hanya pemerintah namun juga seluruh penduduk Indonesia tanpa terkecuali. Tindakan penyelamatan harus dilakukan secara terkoordinasi. Jadi, tak hanya bergantung pada salah satu pihak saja, akan tetapi semua elemen masyarakat. Pihak pemerintah pun juga tak bisa memberikan himbauan saja tanpa adanya kepedulian nan baik mengenai penampungan serta agunan kebutuhan materi para korban.

Jalur-jalur pengungsian warga nan menetap di wilayah gunung berapi harus selalu dipelihara dengan baik. Tujuannya yaitu agar berada dalam kondisi layak dilalui ketika proses pengungsian dilakukan secara massal. Jalur pengungsian nan rusak dan tidak terpelihara bukan hanya menyulitkan namun juga mengancam keselamatan warga saat pengungsian berlangsung.

Penyuluhan dan pelatihan buat menghadapi bala gunung berapi nan meletus harus dilakukan secara kontinyu. Hal ini menjadi krusial dilakukan mengingat wilayah gunung berapi dihuni oleh banyak penduduk sebab kondisi tanahnya nan subur. Semua upaya dilakukan maksimal. Motivasi positif kepada warga harus dimunculkan, hingga pengaruhnya sampai pada taraf munculnya pencerahan penyelamatan serta kolaborasi dengan petugas pengungsian dan pemerintah.

Banyak warga nan bertahan tinggal di desanya meskipun gunung tempatnya tinggal tengah bergolak. Lebih baik segera mengevakuasi diri dan keluarga ketika mulai tampak tanda-tanda gunung berapi nan meletus. Bertahan hingga saat-saat akhir dan mengandalkan bunker-bunker bukan tindakan bijaksana. Hal itu malah akan membuat masalah baru. Silakan berpikir ke depan, bahwa hayati harus tetap berlanjut dengan kondisi tertimpa bencana. Tuhan memiliki planning nan lebih baik dan kita tak perlu menyesali jika sudah maksimal mengupayakannya.

Bunker-bunker penyelamat tidak selalu menjadi penyelamat. Bunker-bunker ini dapat berubah menjadi oven raksasa nan merenggut nyawa orang nan berlindung di dalamnya, seperti nan terjadi ketika Gunung Merapi meletus pada tahun 2006 silam. Jadi, silakan bijaksana menyikapi segala apa nan telah terjadi. Segala wawasan nan dimiliki, jangan hanya berhenti sebatas wawasan saja. Akan tetapi lakukan secara praktis dalam fenomena hayati ini.

Setelah gunung berapi meletus dan kondisi sudah kondusif lagi, memang ada hikmah nan bisa dipetik. Misalnya tanah nan subur, banyaknya pasir nan dapat ditambang, munculnya sumber-sumber air panas nan baik untuk kesehatan dan potensial buat dikembangkan sebagai objek wisata alam. Itulah hal positif nan hendaknya menjadi motivasi positif kita.

Namun, sebagai penduduk di wilayah ring of fire , Indonesia harus lebih dahulu bersiap menghadapi letusan gunung berapi sebelum bisa memetik manfaatnya. Jangan menunggu kondisi berbahaya baru bertindak. Lakukanlah antisipasi dan kolaborasi nan baik dengan semua pihak.