Bunuh Diri

Bunuh Diri

Bunuh diri di area publik sedang ngetren. Kenyataan ini menjangkiti remaja Indonesia. Loka seperti mal, rumah, dan kampus jadi pilihan buat meregang nyawa. Mencermati alasan bunuh diri sering membuat kita heran. Misal alasan cinta, uang, pendidikan, dan hal nan lainnya. Masalah sepele nan menjelma jadi masalah serius. Tiap orang memilki sudut pandangan berbeda pada suatu masalah. Dan ini berpangkal dari keluarga. Bermula dari psikologi keluarga .

Kultur nan dibentuk. Nilai kehidupan nan ditanamkan. Maka keluarga ialah benteng paling krusial dalam mencegah bunuh diri nan kian meruyak. Tanpa keluarga, kenyataan bunuh diri akan kian meluas.



Psikologi Keluarga

Tanpa bermaksud diskrimnasi. Keluarga broken home lebih rentan terhadap penyelewengan sosial. Psikologi keluarga nan dibentuk di rumah kacau. Keributan antarorangtua. Kekerasan suami pada istri. Suasana di rumah mencekam. Maka, anak nan terbentuk dalam keluarga broken home berpotensi buat mengalami stres lebih tinggi.

Psikologi keluarga mencakup kultur, value , dan tata krama nan diajarkan di rumah. Keluarga ialah cerminan dari komunitas nan lebih besar (negara). Maka jika tata kelola negara rancu berarti keluarga pun ikut kacau. Pemimpin sejati lahir dari keluarga nan kondusif. Keluarga ialah segalanya. Di sini rumah sejati. Loka ketika rasa sedih, susah, dan bahagia membaur satu. Keluarga ialah loka manusia menempa diri.

Keluarga sangatlah menentukan karakter, sifat dan konduite nan dimiliki oleh si anak serta anggota keluarga nan lain. Karena memang keluargalah nan menjadi sekolah pertama bagi si anak.

Dalam hal ini nan memiliki peran nan begitu krusial dan strategis ialah orang tua. Orang tua akan menjadi guru pertama bagi si anak. Orang tua terutama ibulah nan memiliki peran ini.

Apa nan dilakukan oleh orang tua baik ibu atau pun ayah akan menjadi sebuah acuan dan contoh bagi si anak buat berperilaku. Itulah hal almiah nan terjadi di dalam kehidupan anak. Karena anak akan tumbuh seperti apa keluarganya membentuknya.

Jika suasana dan kondisi nan ada di dalam keluarga sangat mendukung. Misalnya, orang tua memiliki pengetahuan nan cukup tentang pendidikan anak ditambah dengan latar belakang agama nan juga terlengkapi maka tentunya anak akan menjadi anak nan baik. Apalagi orang tua bisa menerapkan pola pendidikan nan baik dimana anak diajarkan dengan penuh kesabaran dan afeksi maka kepribadian si anak juga akan seperti itu, penuh dengan kesabaran dan cinta kasih.

Namun sebaliknya jika di dalam keluarga, si anak sering melihat kekerasan, atau orang tua nan sering bertengkar atau bahkan anak nan sering menrima kekerasan secara isik dari orang tuanya sendiri maka hal itu secara niscaya akan mempengaruhi sifat, karakter dan kepribadian si anak.

Anak akan merasa begitu dekat dengan kekerasan. Dapat jadi ia akan merasa membenci dengan kekerasan itu. Namun juga dapat jadi ia akan tumbuh dengan melestarikan budaya kekerasan nan selalu ia lihat. Anak akan tumbuh dengan budaya kekerasan nan inheren erat dalam dirinya. Anak akan menjadi seorang nan jauh dari cinta dan kasih nan seharusnya ada di dalam dirinya namun tidak ada dan nan ada justru ialah kekerasan.

Itulah betapa besar pengaruh psikologi keluarga. Jika memang keluarga bisa memberikan suasana dan kondisi nan aman bagi tumbuh bunga anak maka anak akan tumbuh dan berkembang menjadi sosok nan unggulan dan memiliki kepribadian nan unggul.

Namun sebaliknya,jika anak dibesarkan dalam situasi dan kondisi nan jauh dari kasih dan sayang maka tentuny anak juga akan tumbuh dan berkembang jauh dari kasih dan sayng ini. Malah anak akan tumbuh dengan sebaliknya penuh dengan kebencian dan kemarahan.

Salah satu hal nan banyak ditemui saat ini ialah anak nan tumbuh di dalam keluarga nan broken home. Memang banyak sekali penyebab orang tua nan akhirnya memutuskan buat berpsah dan tidak menyatu lagi. Dan tentunya hal ini akan sangat memberikan pengaruh terhadap pola perkembangan anak.

Walau pun kadang bisa dibilang bahwa anak sudah terpenuhi kebutuhannya namun sejatinya ia masih kekeurangan kebutuhan biologis dari ayah atau ibunya. Afeksi nan ia terima tidaklah lengkap. Ada afeksi nan kurang, misalnya dari ayah jika ia tinggal bersama ibunya atau ia merasa kurang kasih saying dari ibu jika ia tumbuh dan dibesarkan bersama ayahnya.

Anak akan tumbuh dan berusaha buat mencari sosok penganti ini. Ia akan berusaha mencari dan menemukannya pada sosok lain nan ia temui di dalam kehidupan luarnya.

Hal ini bisajadi memiliki resiko nan tidak begitu mudah. Karena jika sosok nan ia temui bukanlah orang nan berkualitas baik maka ia pun akan juga mengikuti jejak orang tersebut buat menjadi orang nan tidak baik pula.

Situasi seperti ini akan menyebabkan banyak permasalahan nan harus dihadapi oleh si anak. Ada anak nan memang telah terlatih buat bisa dan mampu menghadapi permasalahan hayati ini. Namun juga tidak sedikit anak nan kurang mampu buat menghadapinya atau bahkan kurang bijak dalam menghadapi permasalahan hidupnya. Ada sebagian anak nan justru mengambil jalan pintas dalam menyelesaikan permasalahan nan ada.



Bunuh Diri

Bunuh diri banyak dianggap sebagai sebuah jalan keluar atas permasalahan nan sering muncul dan harus dihadapi dari seseorang. Bunuh diri merupakan sebuah keputusan nan dibuat buat mengakhiri semua perkara nan tidak sanggup dijalani lagi.

Saat ini memang marak sekali terjadi kasusu bunuh diri. Lalu mengapa bunuh diri kian menggejala? Berikut ialah beberapa jajak mengapa bunuh diri kian marak terjadi. Dan bunuh diri semakin banyak nan menganggap sebagai jalan keluar.

1. Tuntutan hidup. Need dan wants manusia akan terus ada. Maka, ketika tak terpenuhi akan tercipta masalah. Tidak setiap orang punya benteng diri nan kuat. Dari segi agama, keluarga, dan sahabat. Ketika benteng itu jebol maka bunuh diri jadi make sense .

Tidak mampunya seseorang dalam memenuhi kebutuhan hidupnya bisa membuat orang berpikir pndek. Apalagi jika ia semakin melihat orang lain masih bisa melakukan pemenuhan kebutuhan hidupnya. Aia akan merasa menjadi orang nan tidak sebentung nan lain. Pikiran nan ada menjadi sangat sesak dan pendek. Sampai akhirnya keputusan konyol diambil.

2. Life style. Gaya hayati hedonis kian merasuk ke global remaja. Kenyataan ini membuat laku langgam manusia kian tinggi. Hayati perlu ini, perlu itu. Ketika tak terpenuhi ada gejolak dalam diri. Karena takut diledek oleh teman. Gengsi oleh kawan. Maka stres pun lebih besar.

Gaya hayati juga sangat mempengaruhi perkembangan kehidupan nan dimiliki oleh orang saat ini. Jika memang merasa tak mampu buat mengikuti gaya hayati ini dan mereka menjadi berpikir bahwa sudah tidak ada gunanya lagi buat hidup. Ya akhirnya tidak ada hal lain nan bisa dikerjakan selain bunuh diri ini.

3. Agama . Agama manapun tak membenarkan bunuh diri. Bunuh diri ialah perbuatan nan dilaknat oleh Tuhan. Tidak punya faedah sedikit pun.

Agama ialah benteng nan bisa menghindarkan manusia dari keinginan dan niat buat mengakhiri hidupnya. Karena dengan landasan agama nan kuat, ia akan konfiden bahwa di balik semua cobaan dan ujian nan ada di dalam hidupnya ada pahala nan begitu besar nan menantinya jika ia sanggup melewatinya dengan benar.

Ketika seseorang dengan landasan agama nan kuat mendapatkan permasalahan hidup, maka ia akan lari dan mengadu kepada Tuhannya. Ia akan berharap adanya sebuah jalan keluaryang cerah buat segala permasalahannya itu. Dan pikirannya tentunya tidak akan menjadi pendek.

Seseorang jika dekat dengan Tuhan Yang Maha Esa, ia akan menyayangi dirinya sendiri dan juga hidupnya. Ia akan menganggap hidupnya begitu berharga buat diakhiri dengan sebuah perbuatan nan konyol dan tidak berdasar.

Dalam kondisi demikian, keluarga harus memiliki perlindungan nan kuat. Anak harus nyaman berada di rumah. Comfort ketika bercerita pada orangtua. Keluarga ialah loka meredakan stres, bukan buat menambah stres. Family time harus lebih diperbanyak. Dengan rekreasi, nonton film bareng, dst. Dengan itu, psikologi keluarga nan tercipta akan happy dan cheer up .