"Binatang Jalang" Angkatan 45

"Binatang Jalang" Angkatan 45

Tokoh sastra sepertinya menjadi inpirasi banyak orang, terutama dalam memahami kehidupan. Oleh karena itu, banyak sekali orang nan hendak mencari tahu biografi tokoh sastra favorit mereka.

Dalam artikel kali ini, akan dibahas biografi tokoh sastra nan hingga saat ini masih memegang peranan krusial dalam memperkaya khasanah budaya dan kesusastraan Indonesia.

Tokoh nan akan dibahas ialah penulis perempuan nan terkenal dengan nama Nh. Dini, pencerah kesusatraan lama Abdullah bin Abdul Kadir Munsji, dan tentu saja tokoh nan sangat terkenal dalam global kesusastraan angkatan 45 Chairil Anwar.



Penulis Buku Kenangan dalam Global Sastra

Disebut sebagai penulis kenangan sebab hampir seluruh karyanya merupakan kenangan masa lalu dari penulis tersebut. Dia adalahSri Hardini Siti Nukatin atau nan lebih akrab disapa Nh. Dini.

Penulis perempuan ini sering disebut-sebut sebab mahakaryanya nan berjudul "Pada Sebuah Kapal". Karya tersebut pulalah nan membuatnya dikenal sebagai salah satu tokoh feminis di Indonesia.

Nh.Dini lahir pada tanggal 29 Februari 1936 di Kota Semarang, Jawa Tengah dari pasangan Saljowidjojo dan Kusaminah. Bungsu dari lima bersaudara ini memiliki darah Bugis nan ditunjukkan melalui karakternya nan keras kepala.

Dunia tulis menulis digelutinya sejak ia menginjak kelas tiga SD dengan mewujudkannya melalui buku pelajaran nan penuh dengan tulisannya. Ibunya juga termasuk salah satu orang nan memotivasinya buat terus menulis.

Ibunya nan bekerja sebagai pembatik itu sering bercerita tentang surat keterangan bacaan serta kebudayaan nan didapatkannya dari bacaan Panji Wulung, Penyebar Semangat, Tembang Jawa, dan lain sebagainya.

Namun, sifat pendongeng ibunya tak menular pada Nh.Dini. Ia malah memiliki cita-cita sebagai masinis. Cita-citanya itu tak sempat tercapai sebab tak ada sekolah spesifik buat perempuan nan bercita-cita menjadi masinis.

Kesukaannya pada berbagai macam cerita menjadikannya sebagai penulis. Hobi membacanya pun turut memengaruhi profesinya nan hingga sekarang masih dijalaninya itu.

Ayahnya meninggal ketika ia duduk di bangku SMP. Hal itu membuatnya sering melamun dan pada akhirnya menumpahkan berbagai isi perasaan dan pikirannya di dalam tulisan.

Sajak dan cerita pendeknya dimuat di majalah dinding sekolahnya. Saat usianya 15 tahun, ia juga sering menulis sajak dan prosa berirama nan kemudian dibacakannya sendiri di RRI Semarang. Sejak saat itulah ia mulai rajin mengirim sajak ke siaran nasional RRI Semarang.

Bagi Indonesia, Nh.Dini merupakan tokoh sastra nan sangat berpengaruh dalam global kesusastraan. Namun baginya, ia hanyalah seorang pengarang nan bahagia menulis cerita mengenai pengalaman pribadinya.

Buku nan sudah diterbitkannya ialah Pada Sebuah Kapal, La Barka, Namaku Hiroko, Orang-orang Tran, Rendezvous Dua Hati, Hati nan Damai,Keberangkatan, Parangkik ke Kamboja , dan masih banyak lagi karya lain nan berpotensi memberikan motivasi bagi penulis muda buat terus produktif seperti nan dilakukannya.

Sampai saat ini, buku nan telah ditulisnya berjumlah lebih dari 20 buah. Tema nan selalu mengangkat perempuan ini menjadikannya dikenal sebagai tokoh feminis. Pandangan hidupnya dianggap sebagai sikap kebarat-baratan, terutama terlihat dari karya-karyanya.



Pencerah Kemacetan Sastra Lama

Tulisan berikut ialah sebuah biografi tokoh sastra Indonesia, Abdullah bin Abdul Kadir Munsji. Namanya sering dikaitan dengan masa peralihan dari kesusastraan Indonesia lama menuju kesusastraan Indonesia modern.

Karya-karya Abdullah bin Abdul Kadir Munsji dianggap krusial pada masa itu sehingga diakui sebagai pencerah dari kemacetan kesusastraan lama nan istana sentris dan terikat oleh pola aturan.

Abdullah bin Abdulkadir Munsji dianggap sebagai pengarang Melayu nan berani keluar dari Norma lama. Ia mematahkan tradisi nan sudah turun-temurun dengan tak lagi berpusat pada kisah mistik atau global khayal.

Tidak heran jika pada masa itu, Abdullah dianggap sebagai cahaya fajar zaman baru. Terlebih lagi pergaulan Abdullah dengan orang Inggris nan kemudian memberikan kesadaran tentang zaman modern nan mulai berkembang di barat.

Dalam karangan-karangannya, Abdullah selalu membanding-bandingkan antara kegiatan, ketelitian, kemajuan, serta kelebihan orang Inggris dan kemalasan, kebodohan, kemunduran, serta keangkuhan turunan raja-raja Melayu. Kritikan Abdullah bukan saja ditujukan kepada raja-raja Melayu, melainkan kepada bangsa Asia seluruhnya.

Masa hayati Abdullah ialah masa peralihan, di saat pengaruh barat mulai berhembus ke timur, masa keruntuhan raja-raja Melayu, raja-raja Jawa, raja-raja Nusantara, dan di saat negara-negara barat berusaha memperluas jajahannya.

Pergaulannya dengan bangsa barat telah mengubah cara pandang Abdullah sehingga lebih bergerak maju dan berpikir modern. Salah satu pengaruh tersebut bisa terlihat dari upaya Abdullah buat mengembangkan pendidikan dan pelajaran, terutama bagi kaum bangsawan.

Abdullah bin Abdul Kadir Munsji lahir pada 1796. Ayahnya bernama Syeikh Abdul Kadir, seorang guru agama dan pakar bahasa. Abdullah merupakan anak bungsu dari lima bersaudara. Akan tetapi, empat saudara kandungnya meninggal global sejak mereka masih kecil. Abdullah pun termasuk anak nan sering sekali sakit.

Sejak usia 7 tahun, Abdullah sudah mulai menulis dengan menggunakan kalam. Talenta menulisnya semakin terlihat setelah Abdullah beranjak dewasa. Beberapa buku nan dikarang Abdullah antara lain Perjalanan Abdullah ke Kelantan dan Tranggano.

Dalam buku itulah kritikan Abdullah terhadap raja-raja Melayu sangat tajam disampaikan. Adapun buku berupa kumpulan puisi nan ditulisnya berjudul Syair Singapura Dimakan Api.

Hasil karya berikutnya ialah salinan kitab Pancatantera, nan mashur ke seluruh dunia, nan oleh Abdullah diberi judul Pancatanderan. Sayangnya, salinan kitab tersebut bukan dari kitab aslinya, melainkan dari hasil saduran nan sudah mengalami perubahan.

Pertama. Hikayat Pancatanderan nan disalin oleh Abdullah bin Abdul Kadir Munsji, dan kedua, nan disalin oleh seorang Arab dari bahasa Arab melalui bahasa Persi. Pada masa penjajahan Jepang, karya tersebut disadur kembali oleh Ismail Djamil berdasarkan saduran pengarang Arab, Abdullah bin Muqaffa.

Saat usia 60 tahun, Abdullah bin Abdulkadir Munsji mengunjungi tanah kudus Mekkah dan ingin menyaksikan sendiri keadaan tanah dan bangsa Arab. Tetapi, malang sebelum menginjakkan kaki di Mekkah, Abdullah meninggal global di Jeddah pada 1854. Pangalaman dan pemandangan dalam perjalanan itu dituliskannya dalam buku Kisah Perjalanan Abdullah ke Negeri Djeddah dan pernah diterbitkan Balai Pustaka pada 1920.

Prof. Dr. C. Hooykaas memasukkan Abdullah ke dalam golongan pioner pengarang baru, sebab pandangan dalam karya-karyanya sudah berbeda sekali dari pengarang-pengarang Melayu sebelumnya.

Pada masa itu ada pengarang lain nan juga melahirkan karya penting, yakni Raja Ali Haji nan menulis Gurindam Dua Belas dan Siti Saleha nan menulis Syair Abdul Muluk. Akan tetapi, keduanya tak dimasukkan ke dalam golongan pengarang kesusastraan baru sebab tak membawa perubahan apa-apa dalam karyanya.



"Binatang Jalang" Angkatan 45

Chairil Anwar merupakan salah satu tokoh sastra nan terkenal sebab puisinya nan berjudul "Aku". Pria nan lahir di Medan pada 26 Juli 1922 ini dijuluki sebagai binatang jalang" sejak puisinya itu beredar di masyarakat.

Karyanya nan telah terbit berjumlah kira-kira 96 buah dengan puisi berjumalh 70. Ia juga dinobatkan sebagai pelopor Angkatan 45 bersama dengan Asrul Sani dan Rivai Apin.

Puisi pertamanya dipublikasikan pada tahun 1942. Tema nan diangkat dalam puisi-puisinya ialah tema pemberontakan, kematian, individualisme, kematian, eksistensialisme, dan lain sebagainya nan kadang-kadang menimbulkan multi tafsir bagi pembacanya.

Ia mengenyam pendidikan di Hollandsh-Indische School (HIS), yakni sekolah dasar buat orang pribumi pada masa penjajahan Belanda. Pendidikannya itu kemudian diteruskan ke Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO).

Sejak umur 15 tahun, ia sudah berniat buat menjadi seorang seniman. Lantas pada usia 19 tahun, setelah perceraian kedua orang tuanya, Ia pindah ke Jakarta dan berkenalan dengan global sastra.

Bahasa asing nan dikuasainya antara lain ialah bahasa Inggris, Jerman, dan Belanda. Ia juga bahagia mengisi waktunya dengan membaca karya pengarang internasional seperti Rainer Maria Rilke, W.H.Auden, Hendrik Marsman, Edgar du Perron, dan lain sebagainya.

Penulis-penulis tersebut sangat berpengaruh terhadap tulisannya nan pada akhirnya berpengaruh pula terhadap khasanah kesusastraan Indonesia.
Berdasarkan gambaran di atas, bisa disimpulkan bahwa apapun aliran nan dipilih oleh seorang sastrawan, maka ia tak akan luput dari masa lalu nan membentuk kehidupan dan wataknya sebagai seorang sastrawan Indonesia.