Identitas Budaya Manusia Indonesia Membentuk Wawasan Nusantara

Identitas Budaya Manusia Indonesia Membentuk Wawasan Nusantara

Apabila pada banyak negara, dikenal semacam pandangan generik filosofis kebangsaan, wawasan kebangsaan, sudut pandang konstitusi, mein kampft , dan Indonesia memilikinya, Wawasan Nusantara . Menjadi bagian dari karakteristik berpikir manusia Indonesia sebagai bangsa dan warga negara, yakni memahami bentuk dan lekukan negara sebagai bagian dari dirinya nan abadi.

Dan itu di dapatkan dari pergolakan sejarah suatu bangsa dan rentang nan sangat lama. Wawasan kebangsaan seperti Wawasan Nusantara, ialah hadiah bagi bangsa nan mau berjuang dan memperjuangkan haknya atas suatu tempat, dan berani mengalami pergolakan sejarah.

Pergolakan sejarah ialah pergolakan mengenai kontradiksi dan perpaduan impian manusia melalui aksi nan aksidental dan terkadang satiris, diluar maksud nan sebenarnya. Contohnya, kaisar Perancis, Napoleon Bonaparte, pada abad 19 dan awal abad 20, seorang Sisilia nan bertubuh pendek itu tak akan pernah menyangka bahwa pasukan “kecil” pimpinannya akan mengubah sebagian besar peta Eropa. Dan lantas menjadikan Perancis sebagai bangsa nan proud pada wawasannya sendiri nan di kenal pula sebagai kode Napoleon.

Padahal pada beberapa abad sebelumnya. Perancis dikenal sebagai negara nan terkolonisasi beberapa kali oleh berbagai bangsa, seperti Romawi, Inggris, dan Jerman. Oleh karenanya rasa nasionalisme itu terbentuk setelah sekian ratus kampanye pertempuran berdarah. Dan propinsi lain ialah jajahan nan tak memiliki akar sejarah nan pasti, –tidak ada nasionalisme nan harus diperjuangkan.

Pada saat itulah nasionalisme buat membebaskan berubah menjadi nasionalisme buat mengekang, bahkan buat bangsa sendiri. Karena bagi orang Eropa tanah ialah apa nan diperebutkan. Dan asal usul tak lagi penting.

“Boulainvilliers berpendapat bahwa rekan-rekannya, kaum bangsawan tak memiliki asal-usul nan sama dengan rakyat Perancis, memecah belah bangsa dan mencanangkan adanya pembedaan nan menyangkut asal-usul.”



Makna Kesepakatan Wawasan Nusantara

Berbeda dengan Indonesia. Wawasan Nusantara terbentuk sebab masing-masing unsur pembentuk bangsa, segala macam suku dan keragaman budaya, dengan latar belakang sejarahnya bersepakat diri buat membayangkan Indonesia. Indonesia dalam bayangan para pembentuknya ialah archipelago besar nan dikepit oleh dua kekuatan benua, Barat dan Timur akan berjumpa di tengahnya, dan kebaikan dan kejahatan akan menjadi buram, saling menyaru, saling menyelinap, saling muncul prasangka. Jadi, buat mencegahnya, perlu diperjuangkan satu bayangan Indonesia nan dinamakan Wawasan Nusantara.

Secara etimologis, Wawasan Nusantara berasal dari dua kata, yaitu wawasan dan nusantara . Wawasan berasal dari kata wawas (bahasa Jawa) nan berarti pandangan, tinjauan, atau penglihatan inderawi. Jadi, wawasan bisa diartikan sebagai cara pandang, cara tinjau, cara melihat, atau cara tanggap inderawi. Sementara, nusantara berasal dari kata nusa dan antara .

Nusa artinya pulau atau kesatuan kepulauan, sedangkan antara menujukkan letak antara dua unsur. Jadi, nusantara ialah istilah nan digunakan buat menggambarkan kesatuan wilayah perairan dan gugusan pulau-pulau nan terletak di antara Samudra Pasifik dan Samudera Indonesia, serta di antara Benua Asia dan Benua Australia. (Winarno, 2007)

Adapaun Wawasan Nusantara menurut Prof. Wan Usman ialah “Wawasan nusantara ialah cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri dan tanah airnya sebagai Negara kepulauan dengan semua aspek kehidupan nan beragam.”(Winarno, 2007)

Wawasan Nusantara sebagaimana nan terangkum dalam GBHN 1998 ialah cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri dan lingkungannya, dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa dan kesatuan wilayah dalam penyelengaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Kesatuan dan persatuan ialah menu primer dari Wawasan Nusantara . Pulau-pulau Indonesia saling terpisah-pisah, nan bahkan bila satu pula membentuk negara sendiri melepaskan diri terhadap keterikatan pada Indonesia, secara teori, negara tersebut dapat terbentuk dan lahir normal, tak sungsang, dikarenakan adanya rekap sejarah pada masa lalu berkaitan dengan masa feodalisme lampau sehingga masing-masing daerah telah memiliki kultur tersendiri buat hanya sekedar berdikari mengelola wilayah masing-masing.Akan halnya alih-alih membentuk negara archipelago nan saling berpecah, orang-orang nusantara bersepakat pada satu bentuk negara kesatuan nan menaungi.

Dan, dengan segala ongkosnya, segala macam sejarah lampau boleh dikelokkan demi terbayang satu Indonesia nan suci. Semua ini memungkinkan. Sejak Perang Global ke-1 para sejarawan Amerika menawarkan kepada presiden Wodrow Wilson buat menjalankan tugas nan mereka namakan ‘penukangan sejarah’ (Historical enginering).

Yang mereka maksudkan adalah bagaimana mendesain fakta-fakta sejarah. Pada 1921, wartawan Amerika terkenal Walter Lippmann, nan mengatakan bahwa seni demokrasi menuntut apa nan disebutnya ‘pabrik kesepakatan’, istilah ini merupakan euphemisme Orwell buat istilah ‘pengendalian pemikiran’...” Dan itulah nan dilakukan di Indonesia pada masa pergulatan politiknya. Orang-orang nan sekiranya membahayakan republik akan dihantam dalam distrust, dan sejarah itu harus satu tafsiran sebagaimana nan resmi dikeluarkan oleh departemen penerangan.

Hal semacam itu lumrah, dan normal dalam kaitannya pada kestablian negara Bangsa. Jika ada nan mengatakan bahwa Wawasan Nusantara berisi fakta sejarah palsu, maka sama saja Anda menghardik gula non lemak nan hasil proses pabrik sebagai barang palsu, dibandingkan dengan gula alami.



Penukangan Sejarah Demi Wawasan Nusantara

Namun hal ini walau bermanfaat kepada kestabilan dan rasa aman, para warga negara nan mengunggulkan persatuan jauh di atas nan lainnya. Faktanya penukangan sejarah, pabrik kesepakatan, juga pengendalian pemikiran merupakan konotasi buruk dari alat-alat kelengkapan wawasan kenegaraan nan selalu dilecehkan akhir-akhir ini. Mereka protes. Jika sejarah dihapus, sejarah di perbaiki, sejarah direkayasa, sebagai landasan primer munculnya rasa nasionalisme dan kebangsaan, maka akan muncul proses penghapusan akar sejarah suatu bangsa nan torkolonisasi oleh bangsanya sendiri, akan menjadikan bangsa itu kehilangan bukti diri kultural nan otentik. Efeknya merasuk ke dalam manusianya.

Penukangan nan salah terhadap sejarah bangsa sendiri, melebarkan jeda kesepahaman rasa nasionalisme kepada generasi pelanjut. Yang Sunda akan hilang Sunda-nya, nan Jawa mengais susah kejawaannya, sementara kelompok ekstrim politik transnasional keagamaan malah naik daun. Mereka mendapatkan loka sebab berani berdiri sebagai oposisi terhadap Wawasan Nusantara. Mereka berani ingin mengganti NKRI dan membuat semacam diktum kekuasaan baru, dengan Wawasan Nusantara tersendiri.

Seperti proyek perda syariah, nan sejatinya bukan bagian dari ‘how we play the rules of unity games’ bukan muncul sebagai proses penguatan persatuan bangsa, justru malah melecehkannya, sebab setiap kelompok berhak mengambil domain nan sejatinya merupakan domain bersama. Dan semua ini dibiarkan sebab nan berlaku ternyata bukan kekuatan sipil, di mana sipil mampu berkuasa atas dasar musyawarah nan damai. Yang berkuasa di Indonesia ialah kekuatan militer, entah militer sipil, maupun militernya militer dan itu berlangsung sejak negara ini terbentuk.



Identitas Budaya Manusia Indonesia Membentuk Wawasan Nusantara

Perang Global II bukan hanya menyediakan keruntuhan dari kolonialisme. Tetapi fenomena bahwa reruntuhannya ikut menimpa dan merusak para pribumi nan terkoloni. Mereka menjerit. Sampai sekarang pun mereka masih menjerit. Bekerja dengan rintihan, beranak-pinak dengan keluhan, membuat pemilu dengan cemoohan, mengangkat presiden dengan gerutu, terkena krisis ekonomi dan kembali menjerit.

Untuk selanjutnya ucapan nan sahih nan tak sekadar rintihan di negara bekas jajahan kepada negara bekas penjajah ialah protes, kritik, dan menuntut –lagipula kalau tak salah ketiga frase itu mengandung emosi: Marah. Kemarahan telah membentuk Indonesia, tanpa kemarahan itu Indonesia tak pernah eksis. Indonesia harus selalu bergantung kepada delusi tentang penjajahan agar keterikatan warga negaranya terjaga. Indonesia butuh musuh bersama, di mana masing-masing rakyatnya dapat berunitas dalam satu nasib bersama. Inilah fenomena wawasan nusantara nan belepotan dan cumpang camping, sebab bukti diri budaya nya lebih dikuatkan kepada konstruk pembangunan negara nan militeristik sejauh nan kita kenali pada sejarah. Pemimpin politik di Indonesia, sepanjang sejarahnya di penguasaan oleh militer.

Lalu, dikemanakan ungkapan versus dari kemarahan itu? seperti; pembangunan, kolaborasi regional, globalisasi, akulturasi budaya, keterbukaan, utopia kesejahteraan nan diupayakan, kesepakatan, agunan demokrasi, dan demokrasi itu sendiri? Adalah fakta bahwa nan tampak saat ini di sekeliling kita ialah sisi penerus, permainan lama. Dominasi sah para feodal nan menguasai lebih banyak ‘server client’ nan berkonotasikan laskar.

Jika pada masa perjuangan kemerdekaan laskar dapat manunggal dan dilucuti pada sebentuk Tentara Nasional, kali ini laskar muncul kembali di tengah masyarakat dengan dukungan kekuatan ekonomi pihak partikelir nan ingin bermain militeris. Di sisi lain adalagi kekuatan ideologi nan pula ikut bermain laskar, bermain militeris, atas dasar prinsip agama tertentu. Dan semenjak laskar laskar bertebaran di wilayah kebangsaan nan memiliki hukum dan UU nan menyaratkan laskar di tangan sipil, hanyalah TNI. Wawasan Nusantara bukan lagi konsep nan riil.