Awal Mula dan Perkembangan Islam di Singapura

Awal Mula dan Perkembangan Islam di Singapura

Singapura sebagai negara liberal, tidak akan ada nan membantah. Demokrasi nan mengacu, baik langsung maupun tidak, kepada Amerika tersebut terlihat dari kebijakan-kebijakan nan diambil pemerintah Singapura sekarang ini nan cenderung sekuler. Namun demikian, Islam Singapuramenjadi rona tersendiri bagi negeri bersimbol kepala singa tersebut.



Islam di Singapura

Islam, kendati hanya dianut oleh sekitar 15% dari seluruh populasi penduduk Singapura, tapi tetap semarak dengan kegiatan-kegiatan keislaman.

Kehidupan Islam di Singapura berada di bawah kendali dan kewenangan The Majlis Ugama Islam Singapura (MUIS). Majelis ini pula nan mengeluarkan fatwa-fatwa pada hal-hal nan berkaitan dengan kehidupan sehari-hari komunitas umat Islam di Singapura.

Menurut informasi resmi dari pemerintah Singapura, Majlis Ugama Islam Singapura didirikan pada 1968. Seperti halnya Majlis Ulama Indonesia, MUIS pun bertanggung jawab dalam hal mengelola aktivitas nan menyangkut keperluan umat seperti zakat, wakaf, ibadah haji, dan juga mengurus sertifikasi halal.

Lebih lanjut, nan menjadi tugas dan fungsi MUIS menyangkut global pendidikan, bertanggung jawab pada pengelolaan terutama masalah administrasi bagi madrasah dan forum pendidikan Islam lainnya. Bahkan bertanggung jawab juga pada masalah-masalah nan menyangkut keperluan umat pada umumnya.

Kendati berada di negara nan cenderung sekuler, tapi masalah kehalalan suatu produk menjadi perhatian primer umat Islam di Singapura. Tidak mengherankan jika masalah sertifikat halal ini secara formal telah dimulai sejak tahun 1978, lebih dahulu dibanding dengan isu sertifikat halal di Indonesia nan mayoritasnya justru memeluk agama Islam.

MUIS sendiri sampai tahun 2009 telah mengeluarkan tak kurang dari 2.600 sertifikat halal nan menjadi agunan kehalalan produk makanan buat melayani sekitar 15% dari populasi penduduk Singapura nan menganut agama Islam.

Menempati gedung nan megah di 273 Braddell Road, Singapura nan menjadi loka di mana gedung Islamic Centre Singapura berada. Gedung Islamic Centre Singapura ini menjadi bukti diri bagaimana tumbuh dan berkembangnya agama Islam di Singapura. Selain loka berkantornya markas besar MUIS, di komplek Islamic Centre Singapura ini juga terdapat Masjid Muhajirin nan menjadi simbol dari kekuatan keimanan umat Islam di Singapura dan Madrasah Al-Irsyad Al-Islamiah nan menjadi pusat kegiatan pendidikan Islam.

Maju dan mundurnya MUIS bagi masyarakat muslim Singapura berada di pundak kepemimpinan Haji Mohamad Alami Musa nan menjabat sebagai presiden, dan seorang ulama besar Singapura, Syed Isa bin Mohamed bin Semait. Di pundak keduanyalah komunitas umat Islam di Singapura menunjukkan eksistensinya.



Awal Mula dan Perkembangan Islam di Singapura

Hingga saat ini, belum ditemukan jelas mengenai kapan pertama kalinya Islam masuk ke Singapura. Akan tetapi, berdasarkan estimasi zaman pada masa aktifnya para pedagang muslim nan ada di Malaka, Islam mulai masuk ke wilayah Singapura pada abad kedelapan.

Perkiraan masuknya Islam ke Singapura ini didasari dari sejarah nan menyatakan bahwa pedagang muslim telah sampai ke wilayah Kanton, Cina dan memiliki kemungkinan nan besar akan singgah ke pulau-pulau nan berpenghuni di tanah Melayu, salah satunya yaitu Singapura.

Disamping sebagai seorang pedagang, para muslim ini juga diyakini telah menjadi pengajar atau guru agama serta mengajarkan tentang keimanan ditengah kelompok masyarakat setempat nan beragama non muslim. Pedagang-pedagang ini mendirikan madrasah-madrasah serta mengajarkan Al-Quran, sehingga orang-orang kampung tertarik dengan kegiatan semacam itu.

Dari sinilah kemudian masyarakat Singapura nan dulunya masih tergabung dalam Tanah Melayu ini tertarik buat memeluk agama Islam sebagai keyakinannya. Konduite kehidupan sehari-hari keluarga muslim melayu di Singapuralah nan menjadi cermin nan kuat dari pengaruh guru-guru agama dan imam-imam masjid nan dulunya diterapkan oleh para pedagang muslim.

Masyarakat muslim di Singapura ini terbiasa dalam kegiatan-kegiatan ritual keagamaan dan kegiatan sosial secara kolektif. Mayoritas masyarakat Singapura bermazhab Syafi’iyah dan sebagian kecil lainnya bermahzhab Syi’ah .

Pada pertengahan abad ke-19, di Mekkah berkembang Tarekat Naqsyabandiyah nan juga ikut dikembangkan di Semenanjung Melayu. Tarekat Naqsyabandiyah ini dikembangkan pula di Singapura dan Indonesia. Syekh Abdul Karim nan merupakan warga Indonesia asal Bantenlah nan merupakan tokoh Tarekat Qodariyah-Naqsyabandiah (TQN) di Singapura pada abad ke-19.

Hingga saat ini, Tarekat Qodariyah-Naqsyabandiah nan merupakan pondok pesantren asal Suryalaya Tasikmalaya Jawa Barat tersebut lebih populer dikalangan masyarakat muslim di Singapura. Tarekat ini mulai dikembangkan oleh Syekh Ahmad Shahibul Wafa Tajul’arifin di Tasikmalaya nan kemudian dikembangkan kembali di Singapura oleh Haji Ali bin Muhammad sebagai wakil Talkinnya.

Haji Ali bin Muhammad ini merupakan putra daerah nan memiliki kapasitas pengetahun agama Islam nan kuat dengan akademik nan mendukungnya. Ia juga merupakan alumni dari madrasah Al-Junaid di Singapura.

Kedua kelompok masyarakat Tarekat ini telah banyak menarik minat para pemuda buat menjalankan pengalamannya. Walaupun Tarekat nan terkenal di Singapura tersebut dikenal dalam dua jenis, terdapat beberapa jenis tarekat lain nan juga dianut oleh masyarakat Muslim Singapura, seperti Tarekat Syadziliyah , Idrisiyah Samaniyah , Darwaqiyah , dan Rifai’yah .

Selain jenis tarekat nan berlaku di Singapura, ada juga jenis tarekat nan berasal dari India, seperti tarekat Nuri Syah dan Chesty al-Qadariyah . Jenis-jenis tarekat ini banyak dicampur dengan tradisi India.

Disamping jenis-jenis tarekat nan dianut oleh umat muslim di Singapura, masyarakat muslim Singapura juga menghadapi perkembangan zaman dan kota metropolitan di dunia. Masyarakat muslim ini tetap menjalankan kegiatan-kegiatan keagamaanya, seperti mengunjungi makam para pendiri tarekat mereka atau sekedar berziarah kubur ditengah terpaan perkembangan kota metropolitan dunia.

Posisi Singapura nan strategis membuat beberapa bidang di negara tersebut ikut berkembang, tak terkecuali dengan umat muslim di Singapura. Dalam bidang ekonomi dan posisi umat Islam nan semakin terjepit membuat banyak pemikiran-pemikiran baru dalam perkembangan Islam di Singapura. Pada awal abad ke-19, muncul jurnalisme Melayu dan aktivitas penerbitan buku-buku di Singapura.

Salah satu buku-buku bernuansa Islam nan terbit di Singapura ini ialah buku Hidayah as-Salikin fi Suluk Maslak al-Muttaqin . Buku ini dibuat oleh ulama terkenal di Sumatera Selatan, Indonesia yaitu Abdus Samad al-Palimbani. Buku Hidayah as-Salikin fi Suluk Maslak al-Muttaqin ini berisi tentang klarifikasi mengenai Wihdatul wujud .

Selain buku tersebut, buku nan bernuansa Islam nan terbit di Singapura lainnya ialah buku nan berjudul Sair as-Salikin ila ‘badah Rabb al-‘alamin nan juga ditulis oleh ulama terkenal dari Sumatera Selatan tersebut. Buku ini menjelaskan interaksi antara Tasawauf dan Syariah .

Hal tersebut kemudian mengembangkan penyebaran islam dengan diterbitkannya majalah bulanan berbahasa Melayu Al-Imam. Majalah ini terbit pertama kali pada tahun 1906. Majalah ini bertajuk Majalah Pelajaran Pengetahuan Perkhabaran nan disusun oleh Syekh Muhamad Thahir Jalaludin dan para jurnalis Islam lainnya.

Pada perkembangannya, majalah ini diilhami dan diwarnai oleh majalah Islam yaitu majalah Al-Manar. Majalah Al-Manar ini merupakan majalah Islam nan terbit di Mesir.

Penerbitan majalah Islam sendiri di Singapura ini banyak dipengaruhi oleh pemikiran dan kemajuan masyarakat Melayu di Nusantara. Kemudian majalah ini diikuti oleh banyak penerbitan di wilayah sekitarnya.

Dalam bidang politik, kebanyakan umat Islam di Singapura mendukung partai People Action Party (PAP). Partai ini selalu mendominasi negara Singapura sejak negara tersebut merdeka. Hal inilah nan kemudian global politik di Singapura khususnya bagi kalangan umat Islam di Singapura lebih didominasi oleh orang-orang dari partai PAP tersebut.

Dalam bidang pendidikan, pendidikan madrasah atau sekolah Islam lainnya dianggap masih belum setingkat dengan sekolah generik nan disediakan oleh pemerintah. Oleh sebab itu, pemerintah berkeinginan buat memasukan pelajaran generik ke dalam sekolah Islam dengan kuantitas dan kualitas nan sama dengan sekolah generik nan disediakan pemerintah.

Keinginan ini kemudian melahirkan pro-kontra tersendiri dari masyarakat muslim di Singapura. Mereka nan tak setuju mencurigai adanya planning buat mnghilangkan bukti diri agama Islam dari sekolah Islam di Singapura.

Disisi lain, banyak juga masyarakat nan setuju dan memahami keinginan tersebut, sehingga mereka menerima planning buat menyetarakan sekolah Islam dan sekolah generik pemerintah lainnya.

Demikianlah pembahasan mengenai Islam di Singapura nan bisa disampaikan, semoga bermanfaat.