Dampak Terhadap Lingkungan dan Kelestarian

Dampak Terhadap Lingkungan dan Kelestarian

Pada awal 2000, sering terjadi musibah nan menerpa hutan Indonesia. Entah disengaja atau tidak, kebakaran hutan marak terjadi pada tahun-tahun tersebut. Di Pulau Kalimantan dan Sumatera, sudah sekian ratus hektar hutan nan terbakar. Selain sebagai musibah, ada pula pembakaran hutan nan sengaja dilakukan.

Tujuannya kadang buat membuka huma baru, baik buat pertanian maupun permukiman baru. Disadari atau tidak, tindakan pembakaran hutan buat tujuan tersebut telah menimbulkan akibat nan sangat luas bagi kelestarian hutan dan kehidupan nan ada di hutan tersebut.

Beberapa aspek kehidupan sangat konkret terkena akibat merugikan dampak kejadian tersebut. Hal nan paling terpengaruh ialah lingkungan sekitar. Hutan gundul mengundang bencana-bencana lain nan pada akhirnya tetap merugikan manusia.



Sejarah Pembakaran Hutan

Zaman dahulu, yaitu pada abad ke-15 dan 16, Portugis dan Belanda mencatat adanya pembakaran hutan besar nan terjadi di hutan alam dan huma gambut di Borneo. Kejadian ini juga disertai dengan kabut nan mencekik dan menyebar luas sejauh lokasi Singapura saat ini.

Bukti ilmiah berdasarkan pendataan karbon radioaktif dari endapan kayu arang di Kalimantan Timur menunjukkan bahwa kawasan hutan dataran rendah telah berulang kali terbakar, paling sedikit sejak 17.500 tahun nan lalu. Selama beberapa periode kemaru nan berkepanjangan, nan merupakan karakteristik primer periode Glasial Kuarter (Goldammer, 1990).

Pembakaran hutan semula dianggap terjadi secara alami, tetapi kemungkinan manusia mempunyai peran dalam memulai kebakaran di milenium terakhir ini. Pertama buat memudahkan perburuan dan selanjutnya buat membuka petak-petak pertanian di dalam hutan.

Meskipun kebakaran telah menjadi suatu karakteristik hutan-hutan di Indonesia selama beribu-ribu tahun, kebakaran nan terjadi mula-mula niscaya kecil dan lebih tersebar dari segi frekuensi dan waktunya dibandingkan dua dasa warsa belakangan ini. oleh sebab itu, kebakaran nan terjadi mula-mula ini bukan merupakan penyebab deforestasi nan signifikan.

Hal ini terlihat jelas dari fenomena bahwa sebagian besar wilayah Kalimantan ialah hutan, dan baru pada waktu belakangan ini mengalami deforestasi nan sangat tinggi. Berbagai proses degradasi hutan dan deforestasi mengubah kawasan hutan nan lus di Indonesia dari suatu ekosistem nan tahan kebakaran menjadi ekosistem nan rentan terhadap kebakaran.

Secara periodik pada tahun 1980 dan 1990-an, kebakaran berarti terjadi di kawasan ini. Tetapi para pakar setuju bahwa pembakaran hutan nan terjadi selama tahun 1997 - 1998 merupakan peristiwa nan paling merusakkan disebabkan musim kering panjang dampak kenyataan arus balik El Nino Southern Oscillation nan bertepatan pula dengan peristiwa ekspansi pembukaan huma buat hutan tanaman.

Kebakaran hutan tahun 1982-1983 merupakan kebakaran hebat pertama nan merupakan dampak gabungan antara pengelolaan hutan di era Soeharto dan kenyataan iklim El Nino menghancurkan 210.000 Km2 dari wilayah provinsi Kalimantan Timur.

Kalimantan Timur merupakan fokus pertama ledakan produksi kayu Indonesia, dan hampir seluruh kawasan dibagi menjadi kawasan HPH selama tahun 1970-an. Praktek kegiatan pembakaran hutan di sini umumnya buruk, meninggalkan akumulasi limbah pembakaran hutan nan luar biasa dalam hutan.

Banyak spesies pionir dan sekunder tumbuh pesat di kawasan-kawasan nan telah dibalak, sehingga membentuk lapisan vegetasi bawah nan padat dan mudah terbakar. Pembakaran lahan-lahan padang rumput dan semak belukar secara sengaja menyebabkan barah merembet masuk ke perbatasan hutan nan dibalak nan terbakar dengan intensitas nan lebih besar.

Kebakaran akhirnya mencapai rawa gambut nan kering, dimana barah terbakar di bawah permukaan lama setelah pasokan bahan bakar di permukaan menjadi habis. Pembakaran skala besar menghasilkan kabut nan tak mudah hilang di seluruh Sumatera dan Kalimantan selama setiap musim kemarau, tetapi umumnya kabut lenyap pada bulan September ketika hujan lebat memadamkan kebakaran nan telah terjadi.

Namun kebakaran nan terjadi pada tahun 1997 tak bisa dipadamkan oleh hujan, kebakaran meningkat, dan menghasilkan kabut tebal dan menyebar hingga ke negara-negara tetangga. Kabut dampak kebakaran ini mencapai Malaysia dan Singapura pada bulan Juli, dan kualitas udara secara dramatis menjadi memburuk pada bulan September, memicu berbagai keluhan.



Sebab Pembakaran Hutan

Pembakaran hutan terjadi sebab faktor alam dan faktor manusia. faktor alam biasa terjadi pada musim kemarau ketika cuaca sangat panas. Namun, karena primer dari kebakaran ialah pembukaan huma nan meliputi:

  1. Pembakaran huma nan tak terkendali sehingga merembet ke huma lain. Pembukaan huma tersebut dilaksanakan baik oleh masyarakat maupun perusahaan. Namun bila pembukaan huma dilaksanakan dengan pembakaran dalam skala besar, kebakaran tersebut sulit terkendali. Pembukaan huma dilaksanakan buat usaha perkebunan, HTI, pertanian huma kering, sonor dan mencari ikan. pembukaan huma nan paling berbahaya ialah di daerah rawa atau gambut.
  1. Penggunaan huma nan menjadikan huma rawan kebakaran, misalnya di huma bekas HPH dan di daerah nan beralang-alang.
  1. Konflik antara pihak pemerintah, perusahaan dan masyarakat sebab status huma konkurensi Perusahaan-perusahaan kelapa sawit kemudian menyewa tenaga kerja dari luar buat bekerja dan membakar huma masyarakat lokal nan lahannya ingin diambil alih oleh perusahaan, buat mengusir masyarakat.
  1. Kebakaran mengurangi nilai huma dengan cara membuat huma menjadi terdegradasi, dan dengan demikian perusahaan akan lebih mudah bisa mengambil alih huma dengan melakukan pembayaran ganti rugi nan murah bagi penduduk asli.
  1. Dalam beberapa kasus, penduduk lokal juga melakukan pembakaran buat memprotes pengambil-alihan huma mereka oleh perusahaan kelapa sawit.
  1. Tingkat pendapatan masyarakat nan nisbi rendah, sehingga terpaksa memilih alternatif nan mudah, murah dan cepat buat pembukaan lahan.
  1. Kurangnya penegakan hukum terhadap perusahaan nan melanggar peraturan pembukaan lahan.

Penyebab kebakaran lain, antara lain:

  1. Sambaran petir pada hutan nan kering sebab musim kemarau nan panjang.
  1. Kecerobohan manusia antara lain membuang puntung rokok secara sembarangan dan lupa mematikan barah di perkemahan.
  1. Aktivitas vulkanis seperti terkena genre lahar atau awan panas dari letusan gunung berapi.
  1. Kebakaran di bawah tanah pada daerah tanah gambut nan bisa menyulut kebakaran di atas tanah pada saat musim kemarau

Hutan-hutan tropis basah nan belum terganggu umumnya benar-benar tahan terhadap kebakaran dan hanya akan terbakar setelah periode kemarau nan berkepanjangan. Sebaliknya, hutan-hutan nan telah dibalak, mengalami degradasi, dan ditumbuhi semak belukar, jauh lebih rentan terhadap pembakaran hutan.



Dampak Terhadap Lingkungan dan Kelestarian

1. Berkurangnya Binatang Penghuni Hutan

Hutan merupakan salah satu loka hayati bagi binatang, seperti burung, monyet. Bahkan, harimau dan spesies lain nan ada di dalam hutan tersebut. Biasanya, mereka musnah terbakar sebab tak dapat keluar dari kobaran barah nan membakar hutan. Berkurangnya spesies ini akan mengubah tatanan hayati dalam hutan tersebut.

2. Menimbulkan Erosi

Disadari atau tidak, banyaknya musibah seperti banjir dan rusaknya pantai salah satunya dipicu oleh pembakaran hutan. Musibah erosi pun ikut menimpa sebab pepohonan di hutan sudah tak ada lagi. Akar pohon nan biasanya dapat menahan lelehan tanah, sudah hilang.

Hal itu mengakibatkan terjadinya erosi dan longsor nan merugikan semua orang. Ini akan diperparah bila kejadiannya terjadi di lereng gunung nan curam. Di lereng gunung nan curam, tanah erosi tersebut dapat terbawa sampai ke perkampungan.

3. Produksi dan Kualitas Air Menurun

Sudah dipastikan bila tak ada pohon, dampak pembakaran hutan, penyerapan air akan semakin rendah sehingga menimbulkan kekeringan. Meskipun ada, kualitas air nan dihasilkan tak akan sebagus air tanah nan dihasilkan dari akar pohon rimbun. Air tak sebening biasanya dan menjadi sedikit kuning.

4. Devisa Menurun Drastis

Pembakaran hutan, sedikit banyak, akan berpengaruh terhadap warga sekitar. Yakni, dengan berkurangnya hutan, otomatis ada mata pencaharian nan hilang. Dengan begitu, akan berdampak terhadap beberapa industri mikro (rumahan), seperti perajin rotan.

5. Sungai Semakin Dangkal

Berhubungan erat dengan kejadian erosi, tanah longsor tersebut akan terus terbawa ke sungai-sungai nan ada di sekitar. Ini akan menyebabkan penumpukan lumpur nan mengendap dan sungai semakin dangkal. Dengan dangkalnya sungai ini, rawan terjadi banjir.

6. Kurangnya Penyerapan Karbondioksida

Sebagai salah satu pengolah karbondioksida menjadi oksigen, fungsi hutan akan terganggu. Hutan nan tadinya dapat menyerap banyak karbon dan mengeluarkan banyak oksigen, menjadi sebaliknya hingga sering terjadi penyakit. Selain itu, penyerapan terhadap matahari pun menjadi tak ada. Inilah nan akan menimbulkan panas berlebihan.