Huruf Besar atau Kecil

Huruf Besar atau Kecil



Arti Sebuah Gelar

Mempunyai gelar pendidikan nan diraih dengan perjuangan itu memang berbeda dengan gelar gelar kebangsawanan nan terkadang didapatkan sebab garis keturunan. Untuk itulah, sering kali ada rasa nan kurang puas ketika penulisan gelar itu tak benar. Tidak salah kalau diundangan pernikahan sering ada kata-kata ‘Mohon maaf bila penulisan nama dan gelar salah’. Jangan heran kalau gelar ini merupakan sesuatu nan sakral. Perjuangan tidak kenal lelah mendapatkan gelar itu terkadang masih juga terasa.

Bahkan gelar ‘haji; dan gelar ‘hajjah’ juga diributkan oleh orang-orang nan menganggap bahwa kalau sudah menunaikan ibadah haji itu ia berhak menyadang gelar tersebut. Bahkan ada nan berkata seperti ini, ‘Kenapa tak ada gelarnya. Saya ini sudah absah jadi haji.’ Bayangkan ibadah nan seharusnya diniatkan dengan ikhlas itupun mempunyai nilai nan lain bagi sebagian orang nan memaknainya sebagai sesuatu nan membuatnya merasa nyaman di global ini.

Mungkin hanya di beberapa negara ASEAN saja gelar haji ini disematkan orang ke pemilik nama nan sudah menunaikan ibadah haji. Padahal Rasulullah dan para sahabatnya nan telah menunaikan ibadah haji, tak ada gelar haji di depan namanya. Mungkin adanya gelar itu, orang nan bersangkutan merasa lebih baik atau merasa berada di level nan berbeda dengan orang lain. Mungkin jug agelar ‘haji’ ini akan membuat mereka lebih merasa senang dan akan memberikan laba lain di global ini.


Entahlah. Yang niscaya ialah bahwa tak sedikit juga nan tak mau ada tambahan gelar apapun di depan namanya kalau bukan buat kepentingan akademis. Kalau hanya buat nama akun facebook, misalnya, seorang profesor pun tak membuat namanya menjadi Prof. A atau Prof. Dr. H. A. Dengan kerendahan hatinya ia mengatakan bahwa nama nan diberikan orangtuanya ketika lahir tak ada gelar apapun.

Berbeda ketika berada pada acara eksklusif nan menuntut orang buat memperlihatkan gelarnya demi kepentingan keilmuan. Kalau tak tahu gelar seseorang, akan cukup sulit memperkirakan keilmuan nan ia miliki. Ketika ada gelar S.pd atau sarjana pendidikan, orang akan bertanya, jurusannya dan nama universitasnya. Dari keterangan itu, orang juga dapat memperkirakan kemampuan orang tersebut.

Bagaimanapun, latar belakang nama universitas nan bonafid itu akan memberikan pendapat dan pandangan nan berbeda terhadap seseorang. Misalnya dalam lembaga konferensi nasional atau internasional, nama gelar ini penting. Dalm lembaga resmi keilmuan lainnya juga penting. Tetapi kalau dalam lembaga arisan keluarga, apakah penting? Atau buat pamer kalau ia telah mempunyai gelar tersebut? Akun facebook? Pentingkah menuliskan gelar?

Dalam lembaga pertemanan lainnya, pentingkah? Jangan-jangan ada terselip kesombongan kecil di hati ketika gelar itu sudah sangat inheren pada diri seseorang. Apakah juga nama dengan gelar lengkap itu sine qua non di depan rumah? Rasanya cukup berlebihan. Kalau bukan dokter nan membuka praktik di rumahnya, tak perlu ada nama pemilik ruamh lengkap dengan semua gelar termasuk gelar hajinya. Biasa saja. Keilmuan nan diberikan kepada banyak orang itu malah lebih bermanfaat daripada menampilkan gelar namun ilmunya tak bermanfaat.

Itulah arti gelar bagi orang Indonesia. Bagi sebagian masyarakat, sebuah gelar atau pangkat itu sangat krusial ditunjukan kepada orang lain. Hal ini sebagai lambang ketinggian prestise atau lambang kesuksesan seseorang nan telah menempuh jenjang pendidikan tertentu. Walau begitu, banyak juga nan tak mau menambahkan gelar apapun sebab tak mau bersikap arogan dan dipandang terlalu tinggi oleh orang lain.



Penulisan Gelar

Di Indonesia, terdapat bermacam-macam gelar, seperti gelar sarjana, gelar magister, gelar sarjana muda luar negeri, gelar master luar negeri, gelar doktor dalam negeri dan sebagainya. Meskipun dalam bahasa Indonesia telah diatur tentang penggunaan singkatan gelar-gelar tersebut, masih sering terjadi kerancuan penulisan gelar-gelar tersebut. Kerancuan ini mungkin tak berarti bagi orang nan tak peduli atau tak mengerti. Namun, akan sangat mengganggu orang-orang nan memahaminya. Paling tak mereka akan berkomentar tentang penulisan gelar tersebut.

Pada artikel ini, akan dibahas penulisan gelar nan benar. Diharapkan kesalahan penulisan gelar bisa diperkecil, karena Anda sudah sepatutnya menghargai gelar nan diperoleh oleh seseorang nan tentunya membutuhkan banyak waktu dan perjuangan. Walaupun orang nan bersangkutan terkadang tak merasa kecil hati atau tak merasa ada nan harus dipermasalahkan, tetap saja pada lembaga nan menuntut penulisan gelar, tata cara penulisannya harus benar.

Penulisan Gelar Secara Umum
Agar bisa mengetahui secara lebih jelas penulisan gelar, berikut ini beberapa contoh kalimat beserta pembahasannya:

* Raja Satria, M.A. diangkat menjadi ketua pelaksana acara reunian tersebut.
* Penyakit ibu telah diperiksa oleh dr. Latief Siswoyo sejak dua minggu nan lalu secara rutin.
* Andri Permana, S.I.P., M.Sc. terpilih sebagai pemimpin kegiatan itu.
* Setelah lulus dari almamaternya beberapa bulan nan lalu, kini nama Ahmad berganti menjadi Ahmad Jalaudin, S.Pd..
* Semenjak Dr. Burhannudin mengatasi permasalahan air higienis di daerah kami, para penduduk desa tak pernah mengeluh lagi.

Sebelumnya, perlu disampaikan bahwa penulisan gelar secara teoritis ialah dengan menggunakan huruf modal diawal gelar dan setelah penggunaan titik (.). Perlu penambahan titik di akhir gelar seseorang tersebut seperti nan tersaji pada contoh-contoh diatas. Perhatikan gelar dr. dan gelar Dr. Untuk dr (dokter) dengan huruf d kecil. Sedangkan Dr (Doktor) dengan huruf D besar. Kedua gelar ini mempunyai latar belakang pendidikan nan sangat berbeda sehingga harus dipahami dengan lebih saksama.



Huruf Besar atau Kecil

Pada kalimat pertama, penulisan gelar Master of Arts ditulis dengan M.A.. Seperti nan telah disebutkan bahwa penulisan gelar selalu diawali dengan huruf modal M dan sebab kata Master dan Arts ialah dua kata nan berbeda, maka setelah M (M buat kata Master) diikuti dengan titik (.) dan ditulis serangkai dengan A (A buat kata Arts) dan diakhiri dengan titik (.).

Pengecualian terdapat pada penyingkatan gelar buat seorang dokter, yaitu bukan dimulai dengan huruf kapital, melainkan dengan huruf kecil. Sebab, penulisan dr. buat dokter, sedangkan penulisan Dr. buat Doktor seperti pada contoh kalimat kelima.

Pada contoh kalimat ketiga, penulisan seorang Andri Permana nan mempunyai dua gelar, yakni Sarjana Ilmu Politik (S.I.P) dan Master of Sience (M.Sc.) ialah Andri Permana, S.I.P., M.Sc.. Mengapa? Sebab, Andri Pemana memiliki dua gelar sehingga penulisan gelar setelah S.I.P. diikuti dengan penggunaan koma (,) sama penjelasannya dengan penulisan satu gelar, hanya saja setelahnya diikuti oleh gelar nan kedua.

Begitu pun halnya apabila dihadapkan pada kondisi penulisan tiga gelar dan seterusnya. Biasanya, penulisan gelar nan pertama merupakan gelar paling tinggi di antara beberapa gelar nan akan diikutsertakan. Ini ialah anggaran nan harus diikuti.

Pada contoh kalimat keempat, mengapa penulisan Ahmad Jalaudin, S.Pd.. harus menggunakan koma (,) sebelum gelar dan memakai tanda titik (.) di akhir penulisan gelar? Anda harus menggunakan koma (,) apabila nama orang terlebih dulu dan diikuti dengan gelar nan dimilikinya.

Berbeda dengan contoh kalimat-kalimat nan sebelumnya, nan selalu dimulai dengan gelar dan nama orang. Dan menggunakan titik (.), perlu diingat bahwa disetiap akhir kalimat selalu diakhiri dengan tanda titik (.). Oleh sebab itulah, penulisannya menjadi Ahmad Jalaudin, S.Pd..

Dengan beberapa contoh dan pembahasan di atas, mudah-mudahan saja cara-cara penulisan gelar nan sahih tak lagi salah kaprah pada saat Anda ingin membuat sebuah karya tulis atau mungkin jika Anda ingin mengundang rekanan kerja Anda buat acara-acara tertentu. Kalau bukan Anda nan menjaga penulisan kaidah bahasa Indonesia nan sinkron dengan Ejaan nan Disempurnakan (EYD), siapa lagi?