Pajak Bumi dan Bangunan - Pembagian Hasil Penerimaaan Pajak

Pajak Bumi dan Bangunan - Pembagian Hasil Penerimaaan Pajak

Pajak, termasuk Pajak Bumi dan bangunan merupakan salah satu sumber penerimaan negara nan dipungut dari warga negaranya nan telah ditentukan sebagai wajib pajak. Penerimaan dari pajak ini kemudian dikelola dan digunakan buat melaksanakan dan meningkatkan pembangunan nasional demi kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.

Dana pajak ini juga lah nan digunakan buat membiayai pengeluaran-pengeluaran generik nan menyangkut tugas negara. Dengan lain kata, pajak termasuk di dalamnya Pajak Bumi dan Bangunan bisa diartikan sebagai peran serta masyarakat dalam menyelenggarakan roda pemerintahan dan memajukan pembangunan bangsa.

Pungutan pajak nan dilakukan oleh negara ini statusnya ialah absah sebab dilandaskan dan diatur dalam undang-undang sehingga sifatnya mengikat dan bisa dipaksakan. Wajib pajak tak mendapatkan imbalan secara langsung setelah menunaikan kewajibannya, tetapi ia akan mendapatkan hukuman langsung jika lalai menunaikan kewajibannya membayar pajak.

Secara umum, ada dua jenis pajak nan berlaku di Indonesia, yaitu pajak pusat dan pajak daerah. Salah satu jenis pajak daerah ialah Pajak Bumi dan Bangunan nan biasa disingkat jadi PBB. Segala ketentuan tentang PBB ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang pajak bumi dan bangunan.

Menurut undang-undang Pajak Bumi dan Bangunan, nan dimaksud dengan bumi di sini ialah permukaan bumi, baik daratan maupun perairan, dan tubuh bumi di bawahnya. Sementara nan dimaksud dengan bangunan ialah konstruksi teknik nan ditanam atau dilekatkan secara permanen pada tanah atau perairan.

Pajak Bumi dan Bangunan merupakan pungutan pajak atas tanah dan bangunan. Tanah dan bangunan dikategorikan menjadi objek pajak sebab dianggap bisa memberikan manfaat, keuntungan, dan atau kedudukan sosial ekonomi nan lebih baik bagi individu atau badan nan memegang hak atas tanah dan bangunan tersebut. Pajak ini wajib dibayar oleh pemegang hak atas objek pajak tersebut sebanyak satu kali setiap tahunnya.

Pengenaan pajak jenis ini didasarkan pada nilai jual objek pajak (NJOP) nan ditentukan menurut harga pasar per wilayah. Wajib pajak diharuskan melaporkan data-data lengkap mengenai objek pajak nan dimilikinya melalui surat pemberitahuan objek pajak (SPOP).

Besaran nilai jual objek pajak ini ditetapkan oleh menteri keuangan dan nilainya bisa berubah-ubah setiap tahunnya, tergantung kondisi pasar setiap wilayah saat itu. Besarnya jumlah tagihan PBB nan terutang dalam satu tahun diinformasikan secara tertulis oleh direktorat jenderal pajak dalam surat pemberitahuan pajak terhutang nan disingkat SPPT. Setelah menerima SPPT, wajib pajak harus melunasi pajak terhutang tersebut paling lambat enam bulan sejak tanggal nan tertera dalam SPPT.

Menurut Undang-Undang Pajak Bumi dan Bangunan, tak semua tanah dan bangunan dijadikan objek pajak. Objek pajak nan digunakan oleh negara buat kepentingan penyelenggaraan pemerintahan, pengenaan pajaknya ditentukan dan diatur dalam peraturan pemerintah. Untuk objek pajak berbentuk bangunan, ada batas nilai bangunan tak kena pajak sebesar Rp 2 juta per satuan bangunan. Contoh perhitungannya ialah sebagai berikut:

1. Nilai jual bangunan Rp 1.500.000

Batas nilai bangunan tak kena pajak Rp 2.000.000

Nilai jual bangunan kena pajak Rp n i h i l

2. Nilai jual bangunan Rp 15.000.000

Batas nilai bangunan tak kena pajak Rp 2.000.000

Nilai jual bangunan kena pajak Rp 13.000.000

Adapun tanah dan bangunan nan tak dikenai pajak antara lain:

  1. Tanah atau bangunan nan merupakan fasilitas umum, seperti loka ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nan penyelenggaraannya tak dimaksudkan buat mendapatkan keuntungan.
  2. Tanah atau bangunan nan berupa huma pemakaman, peninggalan purbakala, dan semacamnya.
  3. Tanah nan merupakan hutan suaka alam, hutan lindung, hutan wisata, taman nasional, tanah penggembalaan milik desa, atau tanah negara nan belum dibebani suatu hak.
  4. Tanah atau bangunan nan digunakan oleh perwakilan diplomatik atau konsulat berdasarkan perjanjian timbal balik.
  5. Tanah atau bangunan nan digunakan oleh perwakilan organisasi internasional dengan ketentuan-ketentuan nan ditetapkan oleh menteri keuangan.


Pajak Bumi dan Bangunan - Tarif Pajak

Tarif Pajak Bumi dan Bangunan atas objek pajak ialah 0,5%. Untuk mengetahui besaran pajak nan terutang, perhitungannya ialah tarif 0,5% di kali nilai jual kena pajak dikali nilai jual objek pajak. Yang dimaksud dengan nilai jual kena pajak di sini, yaitu nilai jual nan digunakan sebagai dasar penghitungan pajak berupa persentase eksklusif dari nilai jual sebenarnya. Jika nilai jual kena pajak kurang dari Rp 1 milyar, maka nilai jual kena pajak ialah sebesar 20% dari NJOP. Namun, jika lebih dari Rp 1 milyar, maka nilai jual kena pajaknya sebesar 40% - 100% . Berikut ialah contoh perhitungan nilai jual kena pajak:

1. Nilai jual objek pajak Rp 2.000.000

Persentase nilai jual kena pajak 20%

Nilai jual kena pajak 20% x Rp 2.000.000 = Rp 400.000

2. Nilai jual objek pajak Rp 2.000.000

Persentase nilai jual kena pajak 50%

Nilai jual kena pajak 50% x Rp 2.000.000 = Rp 1.000.000

Sementara buat menghitung besarnya Pajak Bumi dan Bangunan nan terutang atau nan harus dibayar rumusnya ialah tarif pajak dikali persentase nilai jual kena pajak dikali nilai jual kena pajak. Harus diingat bahwa nilai jual bangunan kena pajak ialah nilai jual objek pajak setelah dikurangi batas nilai bangunan tak kena pajak sebesar Rp 2 juta. Berikut ialah contoh perhitungannya:

Seorang wajib pajak Mr. X memiliki objek pajak berupa:

  1. Tanah seluas 600m2 dengan harga jual Rp 400.000/m2
  2. Bangunan seluas 400m2 dengan harga jual Rp 500.000/m2
  3. Kolam ikan seluas 300m2 dengan harga jual Rp 300.000/m2

Tarif Pajak Bumi dan Bangunan 0,5%

Persentase nilai jual kena pajak 20%

Perhitungan besaran pajak terutang adalah:

1. Nilai jual tanah 600 x Rp 400.000 = Rp 240.000.000

2. Nilai jual bangunan

  1. Rumah 400 x Rp 500.000 = Rp 200.000.000

  2. Kolam ikan 300 x Rp 300.000 = Rp 90.000.000 +

Nilai jual bangunan = Rp 290.000.000

Batas nilai jual bangunan tak kena pajak = Rp 2.000.000

Nilai jual bangunan = Rp 288.000.000

Nilai jual tanah dan bangunan = Rp 288.000.000 + Rp 240.000.000 = Rp 528.000.000

Maka besaran Pajak Bumi dan Bangunan nan terutang adalah:

  1. Pajak atas tanah: 0,5% x 20% x Rp 240.000.000 = Rp 240.000
  2. Pajak atas bangunan: 0,5% x 20% x Rp 288.000.000 = Rp 288.000

Jumlah pajak terutang = Rp 240.000 + Rp 288.000 = Rp 528.000



Pajak Bumi dan Bangunan - Pembayaran dan Denda Pajak

Direktorat jenderal pajak akan menginformasikan kepada wajib pajak mengenai jumlah tagihan Pajak Bumi dan Bangunan terutang secara tertulis melalui surat pemberitahuan pajak terutang (SPPT). Setelah menerima SPPT, wajib pajak harus melunasi pajak terhutang tersebut paling lambat enam bulan sejak tanggal diterimanya SPPT. Misalnya, bila Mr. X menerima SPPT pada tanggal 1 Mei 2012, maka jatuh tempo pembayarannya ialah pada tanggal 30 Oktober 2012.

Pembayaran pajak dapat dilakukan di bank, kantor pos atau tempat-tempat lain nan telah ditentukan. Apabila pajak terutang belum dibayar atau belum dilunasi pada saat jatuh tempo, wajib pajak akan dikenai hukuman denda administrasi sebesar 2% dari jumlah pajak terutang. Besaran denda tersebut berjalan setiap bulan bila tagihan pajak terutang masih belum dilunasi, dengan tenggat waktu paling lama 24 bulan, dihitung mulai dari tanggal jatuh tempo.



Pajak Bumi dan Bangunan - Pembagian Hasil Penerimaaan Pajak

Dana nan terkumpul dari pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan merupakan penerimaan negara nan alokasinya dibagi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Dalam pembagian ini, pemerintah daerah mendapatkan porsi penerimaan nan lebih besar dari pemerintah pusat. Perbandingan alokasi dana pajak antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah ialah 10 : 90.

Yang dimaksud dengan pemerintah daerah di sini ialah pemerintah daerah taraf I dan pemerintah taraf II. Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan ini pada dasarnya memang ditujukan buat kepentingan masyarakat di daerah taraf II nan bersangkutan. Oleh sebab itu, pemerintah daerah taraf II mendapatkan bagian penerimaan lebih besar dari penerimaan pemerintah taraf I. Tata cara dan kemampuan imbangan pembagian hasil penerimaan pajak tersebut diatur lebih jauh oleh peraturan pemerintah.