Kematian nan Indah

Kematian nan Indah

Ada nan berpendapat bahwa pengagungan terhadap sosok Kartini nan dianggap sebagai pahlwan emansipasi itu terlalu berlebihan. Secara kenyataannya mungkin memang Kartinilah nan terlihat dan nan disorot memberikan pemberontakan pertama kali, namun, pada hakikatnya tidak ada manusia nan mau ditindas secara terus-menerus. Begitupun dengan wanita. Apapun pendapat nan diungkapkan, nan niscaya ialah bahwa wanita masa kini di Indonesia bisa berkembang dan maju salah satunya sebab jasa dan perjuangan dari pahlawan kita, RA Kartini . Sebagai penggagas tonggak berdirinya emansipasi wanita, Kartini sukses membuktikan keberadaan seorang wanita nan berkeinginan kuat buat terus maju mengikuti perkembangan zaman dan memberikan kedudukan nan sama dengan kaum pria.

Tentang Kartini

Dari latar belakang keluarganya nan berasal dari turunan keluarga bangsawan Jawa, Kartini telah banyak belajar justru dari lingkungan nan membesarkannya. Kartini banyak berkenalan dengan orang-orang Belanda nan memiliki pemikiran maju sebagai teman dan sahabat disaat ayahnya menjabat sebagai seorang Bupati di tanah Jepara, loka kelahirannya itu.

Dengan latar belakang keluarganya nan terpandang juga tergolong maju di zaman itu, Raden Ajeng Kartini bahkan sempat mengeyam pendidikan formal di sebuah Sekolah Dasar hingga tamat. Mengeyam pendidikan seorang anak perempuan merupakan sebuah hal nan cukup membanggakan di tengah masyarakat nan miskin dan kurang pendidikan. Kartini memaknainya sebagai sesuatu nan patut disyukuri sebagai satu karunia nan diberikan oleh Tuhan kepada dirinya. Bagaimanapun tidak ada satu kejadian nan ada di muka bumi ini tanpa izin-Nya.

Selain sulit buat bersekolah pada zaman itu, kaum wanita atau anak-anak perempuan lebih diarahkan buat mengerjakan ketrampilan rumah tangga. Oleh karena itu, Kartini setelah menamatkan pendidikan Sekolah Dasar tak melanjutkan lagi ke jenjang nan lebih tinggi. Bagi Kartini, pendidikan nan terkesan sangat singkat itu telah cukup mempengaruhi caranya berpikir dan caranya menghadapi hdiupnya. Ia tampak lebih kritis dibandingkan dengan anak-anak seusianya. Walau bagaimanapun, sangat sulit bagi seorang Kartini buat memberontak. Jiwanya boleh saja ingin melakukan banyak hal nan diluar trasidi, tetapi fenomena hayati memang harus dihadapi dan tak dapat terelakkan.

Karena mengikuti tradisi bahwa anak perempuan nan berumur 12 tahun, akan melewati masa pingitan yaitu tinggal di rumah dan mempersiapkan diri buat menerima pinangan dan menikah. Kartini nan cerdas juga pintar, masih terus ingin memperjuangkan haknya buat mengeyam pendidikan seterusnya seperti teman-temannya nan lain, terutama nan berasal dari Belanda.

Keinginan itu tidak dapat menghentikan langkah Kartini begitu saja. Secara fisik ia memang terkungkung dalam dinding rumahnya. Tetapi jiwanya ingin kebebasan bagai burung nan terbang tinggi di angkasa. Ia mulai menulis dan mulai banyak berpikir bagaimana menyalurkan apa nan ada di kepalanya. Ia ingin sekali melakukan banyak hal. Ia bagai seseorang nan telah berpikir sangat jauh ke depan dan melebihi etos nan ada pada masanya. Lingkungan tidak dapat mendukungnya.

Ternyata kegelisahan jiwa ini membawa nama Kartini melejit hingga keluar dari dinding-dinding kamar rumahnya. Jiwa nan ingin bebas nan haus dengan ilmu itu terdengar oleh banyak orang. Dari kota kecil Jepara, nama Kartini mulai menjadi pembicaraan. Ia pun tahu tentang hal itu. Ia terus bergerak dan tidak ingin berhenti hanya dengan menanti kedatangan seorang laki-laki nan akan melamarnya. Ia juga tahu bahwa ketika ia telah menikah, belum tentu kehidupan pernikahan memperbolehkannya melakukan apa nan dapat ia lakukan sebelum ia menikah.

Apa nan dipikirkan Kartini memang benar. Seorang wanita nan belum menikah itu ialah anak orangtuanya. Sedangkan wanita nan telah menikah itu ialah milik suaminya. Tuntunan agama nan dianutnya juga membuat Kartini mempunyai semangat hayati dan semangat berbagi nan sangat tinggi. Ia mencoba memprotes pandangan dan keterangan nan sekiranya hanya diperuntukkan bagi kaum laki-laki. Ia nan anak seorang bangsawan itu sangat memahami bagaimana keras dan pahitnya kehidupan seorang wanita itu. Apalagi kalau telah menyangkut kehidupan pernikahan.

Wanita harus sudi dipoligami. Tidak ada nan dapat mengingkari bahwa poligami itu absah dan halal saja. Tetapi tak ada juga nan mengingkari betapa sulitnya hayati berpoligami itu. Wanita seolah hanya mempunyai status bersuami. Kenyataannya wanita agak sulit bermanja ketika sang suami tidak ada di sisinya. Laki-laki nan berbagi hati ini jug asulit buat dapat fokus dan hanya memikirkan satu wanita. Kisah cinta nan diinginkan oleh seorang wanita harus terputus sebab sang suami harus pergi dan mendampingi wanita nan lain. Kesedihan dan rasa sakit hati tak sporadis akan menghinggapi wanita nan hayati dalam pernikahan poligami.

Ini juga nan dirasakan oelh Kartini. Ia harus rela hayati dimadu. Kalau seandainya ia bisa, niscaya ia telah memberontak. Namun, adat dan budaya pada saat itu tidak memungkinkan dirinya nan hanya seorang wanita menolak apa nan telah digariskan oleh keluarganya. Ia hanya pasrah dan menerima kehidupan nan seperti itu. Kisah hayati Kartini ini juga nan banyak mengilhami wanita modern nan lebih baik hayati sendiri daripada harus hayati berpoligami. Kalaupun misalnya sang suami lebih memilih dirinya, kalau tetap dalam kehidupan pernikahan poligami, sang wanita lebih memilih hayati sendiri atau menikah dengan laki-laki nan berjanji tidak akan menduakan dirinya.

Kartini Mengangkat Persamaan Hak

Perjuangan Kartini dalam mengangkat persamaan hak wanita dengan kaum pria agar mendapatkan persamaan dalam pendidikan dan kesetaraan. Hal inilah nan membuat Kartini lebih dikenal sebagiai pahlawan emansipasi bagi wanita di Indonesia. Banyak tulisan dan pemikiran Kartini nan dituangkan dalam sebuah buku nan diangkat dari berbagai tulisan dan surat-suratnya pada seorang kawannya di negeri Belanda. Gagasan maupun pemikirannya Kartini inilah nan akhirnya banyak membuka mata hati dan perubahan tentang sejarah peran wanita di Indonesia.

Pertemanan nan masih terus dilakukan oleh Kartini muda dengan teman-temannya itu telah membuat semua orang kini mengetahui apa nan ada di kepala Kartini. Ia misalnya, rela memberikan beasiswa nan diterimanya buat diserahkan kepada haji Agus Salim. Tetapi ternyata Haji Agus Salim nan cerdas itu tidak mau menerima beasiswa limpahan. Ia beranggapan bahwa kalau beasiswa itu sebenarnya bukan miliknya. Ia tidak mau itu. Baginya kalau beasiswa itu memang buat dirinya, maka beasiswa itu bukan hasil dari pemberian orang lain melainkan langsung dari pemerintahan Belanda. Akhirnya Haji Agus Salim muda pergi ke Mekkah dan mempelajari agama Islam dengan lebih dalam.

Niat Kartini itu mulia. Pendapat Haji Agus Salim itu juga benar. Beliau merasa bahwa harga dirinya harus dihargai. Kalau Haki Agus Salim tidak berangkat dan belajar di Mekkah, mungkin rakyat Indonesia tidak akan memiliki tokoh nan dapat menjadi panutan nan hebat. Haji Agus Salim terkenal dengan kecerdasannya dalam berdebat dan pendiriannya nan kokoh. Kartini pun begitu. Wanita Jawa ini sangat konsisten dengan apa nan diperjuangkannya. Ia terus berjuang dengan caranya dalam rangka mendidik kaum wanita. Ia ingin sekali melihat para wanita itu mempunyai ilmu dan pengetahuan sehingga mereka dapat berdikari dan tak tergantung pada kaum laki-laki.



Kematian nan Indah

Kartini mati setelah melahirkan anak pertamanya. Dalam kacamata agama nan dianutnya, kematian ini ialah kematian nan indah. Kematian dalam proses melahirkan itu akan dianugerahi dengan kematian syahid. Kematian syahid ialah satu bentuk kematian nan diharapkan oleh setiap muslim nan taat. Walaupun secara logika apa nan dialami oleh Kartini ialah sesuatu nan sangat menyedihkan. Ia meninggalkan seorang bayi nan niscaya sangat haus afeksi seorang ibu.

Ia juga meninggalkan orang-orang nan sangat sayang dan masih ingin menimbah ilmu kepadanya. Ia juga meninggalkan suami nan baru dinikahinya. Tuhan memang mempunyai planning latif bagi wanita nan tidak henti memikirkan orang lain ini. Tuhan ingin ia cepat merasakan kebahagiaan di alam keabadian. Keikhlasannya dalam berjuang telah mendapatkan ganjaran nan setimpal. Semoga apa nan telah dilakukan oleh RA Kartini semasa hidupnya telah tercatat sebagai amal jariyah sehingga ia tinggal memetiknya tiada henti di alam keabadaian sana. Yang dapat dipetik oleh generasi sekarang ialah bahwa lakukan saja sekuat tenaga buat membantu dan memikirkan orang lain. Biarkan Tuhan nan akan memikirkan nasib kita.