Berkunjung ke Harajuku

Berkunjung ke Harajuku

Harajuku ialah sebuah area di Tokyo, Jepang, nan terletak di sekitar Stasiun Harajuku. Area ini ialah sebuah kawasan menarik. Setiap hari minggu, anak muda Tokyo berdandan dan mengenakan kostum ala anime (cosplay), kostum bertema gothic Lolita, dan sebagainya. Gaya para anak muda ini unik, meriah, dan sporadis ditemukan di hari-hari biasa. Kebanyakan dari mereka berkumpul di Jembatan Jingu nan menyambungkan area ini ke area kuil Meiji.

Area ini juga dianggap sebagai simbol global fashion. Di jalan ini, terdapat banyak toko-toko fashion menarik nan mengakulturasi budaya tradisional Jepang dan budaya mancanegara. Singkatnya, jalan ini ialah pusat kreativitas fashion anak muda Jepang nan mendunia. Dari jalanan ini, banyak ditelurkan desainer-desainer kenamaan asal Jepang nan berhasil di global internasional.

Jalan ini juga menjadi salah satu destinasi wisata di Tokyo. Di sana, toko-toko tak hanya menjual merek-merek dalam negeri tetapi juga merek-merek luar negeri. Meski demikian, jalan ini tetap merupakan sentra fashion anak muda sebab sebagian besar tokonya menjual pakaian-pakaian anak muda nan gaya dengan harga terjangkau.

Pengarang Peter Pan, J.M Barrie niscaya wafat penasaran. Pasalnya, saat ini di tanah kelahirannya Skotlandia, tak ditemukan tanda-tanda Neverland (negeri antah berantah). Padahal, karangan tentang Neverland, tentang peri dan anak-anak petualang nan tak mau tumbuh dewasa, dia saksikan lewat mata hatinya pada anak-anak muda Inggris pascazaman Victorian akhir abad ke-19.

Zaman romantik mungkin telah mati, ini saatnya bagi zaman kreatif. Gaya drama Neverland membuka jalan bagi penulis realis-kreatif: gaya Bloomsbury nan menentang pikiran kolot orang tua.

Tidak di Inggris Raya, Neverland justru muncul di timur jauh. Tepatnya, di antara jalan Takeshita dan Omotesando. Neverland itu bernama Harajuku . Berisikan gerombolan anak-anak "kurang ajar" asuhan Peter Pan. Mereka begitu kreatif dan menentang gaya nan kaku dan kolot.

Sementara, di Indonesia, nan hadir justru Nevermind (sudahlah, lupakan saja). Anak-anak mudanya memang ada di jalan, tetapi jadi geng motor dan bikin onar. Boro-boro kreatif, kebanyakan anak-anak itu keburu dijemput ajal gara-gara miras oplosan dan saling kelahi. Padahal, konsep Harajuku dan Neverland dapat dibikin lebih baik lagi di Indonesia.



Sejarah Harajuku

Area ini memiliki sejarah panjang, dimulai sejak akhir masa Perang Global II. Saat itu, sekutu mulai menguasai Jepang sedikit demi sedikit. Banyak tentara dan pejabat Amerika Perkumpulan nan tinggal di wilayah ini bersama keluarganya. Daerah tersebut dahulu disebut Washington Heights.

Keberadaan bule di area itu menimbulkan rasa ingin tahu generasi muda Jepang. Mereka banyak berkumpul di sana dan berinteraksi sehingga muncul akulturasi budaya Barat dan budaya Jepang. Pada saat itu, area ini dipenuhi toko-toko nan memenuhi kebutuhan pasar masyarakat Amerika dan orang Jepang dengan kelas sosial tinggi di Tokyo.

Di tahun 1958, pemerintah Tokyo membangun apartemen-apartemen di daerah tersebut. Kebanyakan penghuni apartemen-apartemen di sana ialah desainer fashion, model, dan fotografer. Tahun 1964, Tokyo menjadi tuan rumah aplikasi olimpiade musim panas dunia. Kedatangan orang-orang dari berbagai bangsa semakin menegaskan bukti diri area ini sebagai pusat mode nan kreatif.

Setelah olimpiade selesai dilaksanakan, banyak anak muda mulai berkumpul di area ini. Mereka biasanya disebut Harajuku zoku , atau suku Harajuku. Dari kumpul-kumpul inilah kreativitas mereka terasah buat menciptakan sebuah budaya baru dengan gaya baju nan unik sehingga mudah dibedakan dengan kelompok-kelompok fashion lain. Sejak saat itu semakin banyak anak muda nan berkumpul dan berkreasi di sana.



Gaya Fashion Harajuku

Seperti telah dipaparkan sebelumnya, gaya fashion di area ini didominasi oleh desain-desain unik dan kreatif. Gadis-gadis nan ‘mejeng’ di jalan ini terlihat mengenakan baju super aneh nan kreatif. Hal ini memunculkan frasa “Harajuku Girls” dalam Bahasa Inggris buat menggambarkan cara berpakaian unik tersebut.

Frasa tersebut lantas mengilhami Gwen Stefani, seorang penyanyi Hollywood, buat membuka bisnis fashion wanita muda dengan label “Harajuku Girls”. “Harajuku Girls” kini laris manis di pasaran dan dijual di berbagai pusat perbelanjaan di Amerika Serikat.

Di area ini, remaja-remaja juga bergaya seperti Punk. Gaya ini tentunya tak disertai aksi anarkis nan meresahkan. Punk bagi remaja Tokyo ialah bentuk kreativitas. Karakteristik khas punk di area ini ialah baju berwarna gelap, serta penggunaan rantai dan resleting dalam pakaian. Baik remaja lelaki dan perempuan Tokyo suka berdandan ala punk.

Ada juga gaya fashion nan disebut ganguro . Ganguro ialah gaya fashion nan menyimbolkan remaja Amerika. Mereka nan bergaya ganguro biasanya mewarnai rambutnya menjadi pirang, menggelapkan kulitnya, serta menggunakan bulu mata dan kuku palsu. Konon, ganguro ialah bentuk gebrakan dari gagasan kecantikan masyarakat Jepang nan mengharuskan perempuannya memiliki kulit putih pucat dan rambut hitam kelam.



Berkunjung ke Harajuku

Bagi Anda nan hendak berwisata ke Jepang, terutama Tokyo, mampirlah ke area ini pada hari minggu buat melihat anak-anak muda Jepang cosplay dan buat berbelanja. Area ini terletak di antara Shinjuku dan Shibuya. Di loka tersebut terdapat Kuil Meiji, Taman Yoyogi, dan stasiun televisi NHK.

Di area ini, terdapat 2 jalan wisata belanja nan utama, yakni Omotesando dan jalan Takeshita. Jalan Takeshita terkenal dipenuhi dengan toko-toko kecil nan menjual kostum-kostum cosplay unik nan disukai anak muda. Selain itu jalan Takeshita juga memiliki beberapa restoran makanan siap saji.

Sementara itu, Omotesando ialah loka nan cocok bagi Anda pecinta mode berkelas dan bertaraf internasional. Di jalan Omotesando, Anda akan menemukan toko-toko nan menjual merek-merek ternama seperti Prada, Louis Vuitton, dan Chanel. Dahulu, di jalan ini terdapat sebuah apartemen. Namun kini apartemen tersebut sudah dihancurkan dan digantikan keberadaannya oleh toko-toko fashion merek kenamaan.



Gaya Bandung

Menurut analisis Maya, pemilik toko Harajuku Style Ohayou di Cihampelas, Bandung, sebenarnya gaya Harajuku lahir di Bandung. Turis-turis Jepang melihat Cihampelas, melihat ragam budaya Indonesia, dan kualitas tekstilnya, upacara adatnya dengan ragam kostumnya, lalu pesta kostum tujuh belasan, dan lantas membawa konsepnya ke Jepang.

Omotesando sejak 1980 memang loka kumpul anak muda. Akan tetapi, itu wajar sebagaimana Gelora Senayan di Jakarta. Wilayah sekitar Omotesando dan Taman Meiji nan bekas loka Olimpiade Tokyo 1964 itu lantas dijadikan loka nongkrong bagi anak muda, tetapi tanpa konsep sama sekali. Lantas, pemerintah Tokyo sejak 1980 menjadikan jalan itu buat butik-butik kelas dunia. Ditambah dengan kehadiran musik dengan gaya visual Kei nan dibawakan X Japan. Visual Kei kemudian menjadi alat gaul di Harajuku. Ditambah dengan penampilan artis performer di jembatan Bashi, disekitar jalan Omotesando distrik Harajuku. Menjadikan Harajuku jadi seperti pasar malam spesifik anak muda.



Mendunia dengan OTAKU

Harajuku Style benar-benar baru bergejolak sejak 1998, walau kehadirannya lebih ke tahun 1980-an. Dalam gejolaknya, para otaku (komik mania) ikut ambil bagian di Harajuku. Pahlawan-pahlawan TV bertopeng, dari Kamen Rider, Hikari Sentai, sampai pada pahlawan gadis remaja, Sailor Moon, Cardcaptor Sakura, ditiru kostumnya oleh anak-anak muda itu. Mereka berkostum bagaikan para idola komik. Dan, membuat Harajuku tak pernah kehabisan ide.

Yang otaku, nan bergaya visual kei, gothik, berdandan warna-warni, dan mereka melakukan itu bukan buat di ponten, kualitas jiwanya nol, estetikanya nol, moralitasnya nol, segmentasinya nol. Mereka hanya ingin nongkrong saja, sebebasnya dan semau gue.

Namun, global menyaksikan mereka. Lantas, mereka pun dipuja-puji. Dijadikan alasan bagi para turis buat pergi ke Jepang. Melihat langsung makhluk ganjil: anak-anak dari Harajuku. Di mana roh dari J.M Barie dan Peter Pan masih berkeliaran. Harajuku ialah Neverland nan orang Barat cari. Adapun, di Indonesia, Harajuku itu sebenarnya dapat ada, sebab konsepnya memang ditiru dari Indonesia. Namun, sayangnya anak-anak muda sekarang lebih suka menghabiskan cadangan bensin dunia: bikin geng motor, lantas wafat konyol.